BENDERRAnrws, 4/12/18 (Jakarta): Spirit yang membangkitkan optimisme hendaknya terus dikumandangkan termasuk dalam rangka perang terhadap korupsi. Jadi bukan sebaliknya, membuat pernyataan-pernyataan bernada pesimistis (apalagi digembar-gremborkan di luar negeri, Red), atau mengeritik tanpa ada saran konkret bagaimana solusinya.
Sikap elegan ditunjukkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tetap optimistik dalam memajukan pembangunan negara demi kesejahteraan rakyat, termasuk upaya tegas membetantas praktik korupsi tanpa pandang buluh.
Ketika berbicara pada acara peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia yang dihadiri para pimpinan KPK, Presiden Jokowi mengingatkan, penangkapan koruptor, bukan menjadi tolak ukur kesuksesan antikorupsi. Keberhasilan pemberantasan korupsi, menurutnya, diukur dari tidak ada lagi koruptor.
Namun Presiden Jokowi optimistis, Indonesia akan menjadi bangsa yang terbebas dari korupsi. Hal itu disampaikan Presiden saat menghadiri peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia (Hakordia) bertema “Menuju Indonesia Bebas dari Korupsi” di Jakarta, Selasa (4/12/18).
“Keberhasilan bangsa yang antikorupsi tidak diukur dari seberapa banyak orang ditangkap. Tapi diukur dari ketiadaan orang yang melakukan korupsi. Kondisi ideal sebuah bangsa, ketika disaring hukum seketat apa pun tidak ada lagi orang yang bisa ditersangkakan sebagai koruptor. Sebagai bangsa yang penuh keadaban, saya yakin suatu saat nanti kita bisa membangun bangsa yang bebas korupsi,” kata Presiden.
Kecepatan kunci memenangkan kompetisi
Pada kesempatan itu, Presiden juga membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK).
Presiden menuturkan, dunia berubah begitu cepat. Kecepatan menjadi kata kunci memenangkan kompetisi.
“Yang besar belum tentu mengalahkan yang kecil, yang kaya belum tentu mengalahkan yang miskin. Tapi yang cepatlah yang mengalahkan yang lamban, yang berani berinovasi lah yang mengalahkan rutinitas yang monoton,” tuturnya.
Pangkas regulasi yang timbulkan jebakan
Presiden lalu mengajak seluruh pihak untuk membangun ekosistem dan memangkas proses dan regulasi yang panjang. Selain itu, menghilangkan regulasi yang menyulitkan langkah, dan menimbulkan jebakan kesalahan.
“Lakukan debirokratisasi dan tingkatkan efisiensi. Berorientasi pada tujuan, bukan proses. Payung ekosistem itu menjadi bagian terintegrasi dalam pemberantasan korupsi dan menjadi agenda yang kita kerjakan bersama dengan KPK,” ujar Presiden.
Disebut Presiden, apabila pelayanan publik berlangsung sederhana, cepat, dan transparan, tak ada praktik suap. Sebab, suap terjadi karena pelayanan yang ruwet, bertele-tele, memakan waktu lama serta tidak transparan.
“Ini yang harus kita benahi. Sistem pelayanan yang cepat dan transparan. Demikian juga proses kebijakan pengalokasian anggaran yang transapran, partisipasi dan parameter yang jelas,” tegas Presiden.
Agenda besar bersama KPK
Presiden mengatakan, seluruh upaya dalam memperbaiki sistem kebijakan dan pelayanan publik harus dilanjutkan. Selain itu juga menjadi agenda besar antara pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan setiap komponen bangsa. Birokrasi dan sistem akuntansi sepatutnya dapat memfasilitasi cara kerja cepat, efisien, dan inovatif.
“Etika sosial dan budaya masyarakat, termasuk etika budaya dalam birokrasi dan korporasi harus semakin hargai kesederhanaan,” kata Presiden Jokowi.
Presiden turut mengucapkan selamat Hakordia 2018. Presiden menyatakan, Hakordia merupakan momentum bagi semua pihak untuk terus melanjutkan gerakan antikorupsi.
“Pemberantasan korupsi harus terus ditingkatkan baik penindakan maupun pencegahan. Harus jadi gerakan bersama-sama baik negara, civil society, dan masyarakat luas untuk membangun sistem antikorupsi,” demikian Presiden.
Pelayanan berbasis elektronik
Presiden mengungkapkan, pemerintah terus berupaya mencegah dan menindak korupsi.
Misalnya, pelayanan berbasis elektronik seperti e-tilang, e-procurement, e-budgeting diterapkan.
Sistem pengaduan masyarakat seperti Tim Saber Pungli, lanjut Presiden, sangat disambut antusias masyarakat kecil.
“Masih banyak lagi beberapa inovasi yang telah kita lakukan bersama. Terbitnya Perpres 54/2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi merupakan bagian dari upaya kita membangun sistem
pencegahan yang lebih komprehensif dan sistematis,” ungkapnya.
KPK Kornas cegah korupsi
Presiden menambahkan, Perpres 54/2018 menempatkan KPK sebagai koordinator tim nasional pencegahan korupsi.
Dikatakan, Peraturan Pemerintah 43/2018 juga diterbitkan. Regulasi itu mengatur tata cara pelaksanaan peran serta masyarakarat dan pemberian penghargaan terkait pencegahan serta pemberantasan korupsi. “Tentu saja pemberian
penghargaan tersebut harus melalui proses,” tambah Presiden.
Presiden menegaskan, pemerintah tidak memberikan toleransi sedikit pun kepada pelaku korupsi yang melarikan uang hasil korupsi ke luar negeri. Pemerintah RI dan Swiss telah menandatangani mutual legal assigment. “Ini untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundring. Harus dikejar. Korupsi adala korupsi. Tidak ada kata lain,” tegas Presiden.
Presiden mengaku sempat ditunjukkan Ketua KPK Agus Rahardjo mengenai daerah terbaik yang menerapkan pengawasan, pencegahan dan pelaksanaan sistem birokrasi. “Rankingnya tadi saya lihat, provinsi ada DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Kalau kabupaten saya lihat tadi kabupaten Boyolali. Nomor satunya Kabupaten Boyolali,” ujar Presiden sepertia dilansir Suara Pembaruan dan ‘BeritaSatu.com’.
Presiden menginginkan ada satu kabupaten, kota, dan provinsi percontohan terkait sistem kerja dan pelayanan, termasuk kecepatan perizinan. “Nanti didampingi KPK. Kalau sudah betul 100 persen, yang lain ikuti. Kita ini paling gampang dan cepat kalau ada contoh. Ketua KPK dan kami akan coba mengatur masalah ini,” ujar Presiden Jokowi, sebagaimana dilaporkan Carlos Paath. (B-SP/BS/jr)