BENDERRAnews, 24/8/17 (Jakarta): Acungan jempol kembali bisa kita alamatkan kepada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, yang semakin hebat dalam operasinya membarantas para penyebar konten ‘hoax’.
Apalagi diketahui, ada sindikat yang memang sengajat bekerja secara komersial, yakni dengan mengajukan proposal kepada pihak-pihak tertentu sebagai pemesan atau pemberi order untuk menyerang kompetitor bisnis, lawan politik serta ingin menimbulkan kegaduhan dengan tarif bernilai jutaan bahkan miliaran rupiah (jika ditotal).
Salah satu sindikat yang berhasil dibongkar pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) itu, ialah Grup Saracen. Sindikat ini diketahui memiliki 800.000-an akun yang dipakai sebagai alat penebar ‘hoax’ berisi atau berkonten SARA, ujaran kebencian, pencemaran nama baik (orang maupun kelompok masyarakata, pemerintah dan institusi bisnis, Red)) serta sejenisnya.
Ibu rumah tangga
Terkait itu, Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo membenarkan, salah satu anggota grup Saracen, SRN, (32 tahun, merupakan Sri Rahayu Ningsih.
Sri ini diketahui sebagai ibu rumah tangga yang ditangkap pada 5 Agustus 2017, karena menyebarkan konten berbau SARA di akun Facebook pribadinya.
“Iya, dia pelaku penyebar konten SARA,” ujar Susatyo melalui pesan singkat, Kamis (24/8/17).
Tak hanya itu, Sri juga mengunggah konten bernada ujaran kebencian dan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo, penghinaan terhadap berbagai partai, Ormas dan kelompok, serta ‘hoaks’ di akun Facebook pribadi.
Koordinator wilayah Saracen
Sesudah dikembangkan, diketahui dia merupakan pengurus Saracen. Dalam struktur kepengurusan, Sri bertugas sebagai koordinator grup wilayah.
Ia melakukan ujaran kebencian dengan mem-post atas nama sendiri maupun membagikan ulang (share) post anggota grup Saracen lainnya.
“Walaupun ada konten penghinaan, yang kami proses adalah konten SARA-nya,” kata Susatyo sebagaimana dilansir ‘Kompas.com’.
Susatyo mengatakan, Sri aktif di kelompok tersebut sejak 2016. Selain Sri, polisi telah menetapkan JAS selaku ketua Saracen dan MFT selaku tim media informasi sebagai tersangka.
Semata alasan ekonomi?
Grup Saracen menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berbasis SARA.
Media tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat netizen untuk bergabung.
Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.
Sindikat yang tergabung dalam grup “Saracen” di Facebook mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi.
Ajukan proposal
Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan mem-post berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.
“Untuk itu banyak sekali pencemaran nama baik, yaitu kepada pejabat publik, tokoh masyarakat, dan sebagainya,” kata Susatyo.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah.
Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen.
Ketiga tersangka dijerat pasal berbeda. JAS dikenai Pasal 46 Ayat 2 jo Pasal 30 Ayat 2 tentang Tindak Lidana Ilegal Akses dan atau Pasal 46 Ayat 1 jo Pasal 30 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang lnformasi dan Transaksi Eletronik.
Sementara itu, MFT dan SRN dianggap melakukan ujaran kebencian dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A Ayat 2 jo Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU ITE dan atau Pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 Ayat 3 UU ITE.
Berdasarkan pesanan
Sindikat yang tergabung dalam grup “Saracen” di Facebook mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan.
Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi.
“Mereka ini menerima pesanan jasa membuat dan punya inisiatif itu. Saling membutuhkan,” ujar Kepala Sub Bagian Operasi Satuan Tugas Patroli Siber pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Susatyo mengatakan, sindikat tersebut membutuhkan biaya untuk membuat website, menyewa hosting dan sebagainya dalam membesarkan grup tersebut.
Bahkan, mereka memiliki website sendiri untuk memposting berita-berita pesanan tersebut melalui Saracennews.com.
Media tersebut memposting berita-berita yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.
“Untuk itu banyak sekali pencemaran nama baik, yaitu kepada pejabat publik, tokoh masyarakat, dan sebagainya,” kata Susatyo.
Dalami pemesan konten
Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen.
Sementara itu, Kepala Subdit I Dittipid Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan, para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan.
“Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta (rupiah),” kata Irwan.
Bahkan, anggota grup tersebut sudah menyiapkan konten yang akan mereka publikasikan. Konten tersebut baru akan diunggah jika ada pemesan yang membayar.
Mereka memilki ribuan akun untuk memposting meme atau tulisan berbau ujaran kebencian dan SARA.
“Dalam kesehariannya mereka memproduksi yang akan mereka tawarkan,” kata Irwan.
Dalam kasus ini, polisi telah menangkap tersangka berinisial JAS, 32, MFT, 43, dan SRN, 32.
JAS selaku ketua berperan sebagai perekrut anggota. Ia menarik minat warganet untuk bergabung dengan mengunnggah konten yang bersifat provokatif menggunakan isu SARA sesuai perkembangan tren media sosial.
JAS juga memiliki kempuan di bidang informasi teknologi dan bisa memulihkan akun anggotanya yang dibiokir.
Ia juga membuat akun anonim sebagai pengikut grup dan berkomentar yang juga provokatif di setiap unggahan mereka.
Untuk menyamarkan perbuatannya, JAS kerap berganti nomor ponsel untuk membuat akun Facebook anonim.
Sementara itu, peran tersangka MFT yakni berperan di bidang media informasi. Ia menyebar ujaran kebencian dengan mengunggah meme maupun foto yang telah diedit.
MFT juga membagikan ulang unggahan di Grup Saracen ke akun Facebook pribadinya.Terakhir, tersangka SRN merupakan koordinator grup Saracen di wilayah.
Sama dengan MFT, SRN juga mengunggah konten berbau ujaran kebencian dan SARA menggunakan akun pribadi dan beberapa akun lain yang dipinjamkan JAS. (B-KC/jr)