BENDERRAnews, 29/4/19 (Jakarta): Komitmen dukungan PAN terhadap pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Sandi ternyata hanya sampai pada Pilpres 2019. Demikian disebutkan Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan.
“Komitmen kami hanya pada Pilpres. Kami dari PAN bebas menentukan langkah berikutnya bagi partai. Kontribusi apa yang bisa kita lakukan bagi bangsa. Segala kemungkinan masih bisa saja terjadi,” kata Bara dalam diskusi “No People No Power: Silaturahim Politik Pasca-Pemilu”, di Jakarta, Senin (29/4/19).
Selepas Pilpres, lanjutnya, PAN pun bebas menentukan langkah politik selanjutnya.
Dikatakannya lagi, bila melihat dari hasil hitung cepat, Pasangan Calon Nomor Urut 01 Jokowi-Ma’ruf unggul, tetapi pihaknya masih menunggu pengumuman resmi KPU.
“Setelah itu kami bebas dengan otoritas penuh untuk menentukan langkah berikutnya bagi PAN tentu saja sesuai dengan kepentingan partai,” jelas Bara, seperti diberitakan ANTARA, dan dilansir BeritaSatu.com.
Ia mengaku tidak menutup kemungkinan PAN akan kembali berkoalisi pendukung pemerintahan Jokowi. Karena sejarahnya PAN dari Pemilu 1999 sampai 2014, memposisikan sebagai pendukung pemerintah.
Pada Pemilu 2014, PAN yang mengusung Ketumnya Hatta Rajasa sebagai cawapres Prabowo Subianto, akhirnya hijrah ke koalisi pendukung pemerintahan terpilih Jokowi-JK.
“Jadi ‘history’ kita, ‘pattern’ kita adalah memang berada di dalam pemerintahan. Jadi itu sesuai yang memang bukan sesuatu yang aneh kalau PAN akan lakukan itu,” tutur Bara.
Secara pribadi, Bara mengaku mendukung pasangan calon Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019. Namun, dirinya tidak terlibat secara langsung dalam kampanye Jokowi dan tak aktif di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf.
Bara menjelaskan, apa yang dilakukannya untuk kebenaran dan kemurnian partai. Dia ingin menyelamatkan jiwa partai sebagaimana dinyatakan saat didirikan.
Dia juga menyebut perjuangannya demi tegaknya akal sehat dalam PAN. Dia tidak mau PAN dikotori oleh pikiran-pikiran yang dapat mencelakakan partai, seperti ide “people power” dan asal klaim kemenangan yang tidak ada dasarnya.
Diizinkan Ketum PAN
Bara menambahkan tidak hanya dirinya yang mendukung pasangan calon Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019, namun ada beberapa elite partai yang mendukung Jokowi-Ma’ruf seperti Wali Kota Bogor, Bima Arya dan lainnya.
“Mereka ingin menyelamatkan partai ini agar bisa terus berkembang ke depannya,” ujar Bara.
Ia pun tidak membantah keinginannya untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf di Pilpres mendapatkan izin dari Ketua Umum Zulkifli Hasan.
“Hubungan saya dekat dengan ketua umum. Bukan saja pemimpin saya tapi juga merupakan sahabat saya. Saya tidak mungkin melakukan sesuatu yang mencelakakan Zulkifli Hasan sebagai ketua umum. Saya melakukan ini untuk kepentingan partai agar bisa terus tumbuh berkembang ke depannya,” imbuhnya.
Peluang gabung
Saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih terus melakukan proses penghitungan suara Pemilu Serentak 2019. Hasilnya, pasangan Jokowi-Ma’ruf masih unggul dengan selisih lebih dari sembilan juta suara dengan suara masuk lebih dari 50 persen.
Hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU sudah dianggap cukup menggambarkan pasangan mana yang akan diputuskan memenangkan Pemilu 2019. Kondisi ini membuat sejumlah Parpol pendukung Prabowo-Sandiaga berpikir ulang untuk merapat ke kubu pemenang.
Saat ini, sedikitnya ada dua partai politik (Parpol) pengusung pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga yang berpotensi bergabung dan mendukung pemerintahan Joko Widodo. Dua partai tersebut ialah Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat.
“PAN dan Partai Demokrat adalah dua partai pendukung Prabowo yang berpotensi mendukung Jokowi,” kata Peneliti LIPI, Aisah Putri Budiatri, dalam diskusi “No People No Power: Silaturahmi Politik Pasca-Pemilu, Senin (29/4/19) di Jakarta.
Disebutnya, di antara kedua Parpol yang berpotensi ikut bergabung dengan Jokowi, juga hanya PAN yang paling berpeluang kuat. Untuk Partai Demokrat, walaupun berpeluang, namun masih lebih sulit, karena punya sejarah yang tidak mendukung.
PAN sendiri telah memberi isyarat, konflik politik akibat Pilpres telah usai pascapencoblosan 17 April lalu. Manuver PAN yang paling menonjol ialah bertemunya Ketum PAN Zulkifli Hasan dengan Presiden Jokowi di Istana.
Aisah Putri Budiatri menilai, Zulkifli sangat paham konsekuensi dari pertemuan tersebut. Namun, dari penilaiannya, justru Zulkifli seolah nampak ingin melihat respon dari kedua kubu.
“Zulkifli sangat sadar konsekuensi pertemuan itu. Pertama, testing the water kubu Prabowo-Sandiaga. Kedua, testing the water dari kubu pendukung Jokowi sendiri,” ujarnya.
Dikatakannya, jika PAN dan Demokrat bisa bergabung dengan pemerintahan Jokowi, akan sangat menguntungkan bagi kedua Parpol tersebut. Mengingat, kontrak politik hanya akan berlaku selama lima tahun ke depan.
“Zulkifli sadar bahwa jika bergabung dengan koalisi pemerintahan akan sangat menguntungkan, karena koalisi akan mengikat selama lima tahun. Tahun 2024 peta politik akan berubah total jika Jokowi menang di 2019 karena tidak mungkin kembali maju di 2024,” ungkap Aisah Putri Budiatri, seperti diberitakan Suara Pembaruan. (B-ANT/SP/BS/jr)