BENDERRAnews.com, 25/7/21 (Washinigton): Aksi kemanusiaan dilancarkan dua negara kaya dunua, Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok.
Dilaporkan, Presiden AS Joe Biden pada Jumat (24/7/21) waktu setempat, menyetujui anggaran hingga US$100 juta (Rp1,44 triliun) dari dana darurat untuk memenuhi kebutuhan pengungsi “mendesak tak terduga” akibat situasi di Afganistan.
Seperti dilaporkan Reuters, Gedung Putih menyatakan dana darurat tersebut termasuk untuk pemohon visa imigrasi khusus Afganistan.
Disebut Gedung Putih, Biden juga mengizinkan pengeluaran US$200 juta (Rp2,89 triliun) dalam bentuk jasa dan barang dari inventaris badan-badan pemerintah AS untuk memenuhi kebutuhan yang sama.
Amerika Serikat sedang bersiap untuk mulai mengevakuasi ribuan pelamar visa imigrasi khusus (SIV) asal Afganistan. Mereka berisiko mendapat pembalasan dari milisi Taliban karena pernah bekerja untuk pemerintah AS.
Gelombang pertama pengungsi dan keluarga mereka diperkirakan akan diterbangkan sebelum akhir bulan ke Fort Lee, satu pangkalan militer AS di Virginia. Di sana, mereka akan menunggu pemrosesan akhir dari aplikasi visa.
“Sekitar 2.500 warga Afganistan dapat dibawa ke fasilitas itu, sekitar 48 km selatan Richmond,” kata Pentagon, Senin.
Pemerintahan Biden sedang meninjau fasilitas AS lainnya di Amerika Serikat serta luar negeri di mana pelamar SIV dan keluarga mereka dapat diakomodasi.
Visa imigran khusus tersedia bagi warga Afganistan yang bekerja sebagai penerjemah atau pekerjaan lain untuk pemerintah AS setelah invasi pimpinan AS tahun 2001.
Pada Kamis, Dewan Perwakilan Rakyat AS mengesahkan undang-undang yang akan memperluas jumlah SIV yang dapat diberikan hingga 8.000. Ini akan mencakup semua aplikasi yang berpotensi memenuhi syarat dalam proses.
“Sekitar 18.000 aplikasi semacam itu sedang diproses,” kata pejabat AS.
Vaksin untuk pemberontak Myanmar
Sementara itu, dari Yangon dilaporkan, Tiongkok telah memasok lebih dari 10.000 vaksin Covid-19 ke kelompok pemberontak Myanmar yang beroperasi di dekat perbatasan selatan. Seperti dilaporkan AFP, Sabtu (24/7/21), juru bicara Tiongkok menyatakan, Beijing berupaya menghentikan masuknya kasus Covid-19 dari negara yang dilanda kudeta.
“Tentara Kemerdekaan Kachin, yang telah melancarkan pemberontakan selama puluhan tahun di ujung utara Myanmar, telah menerima 10.000 vaksin Covid-19 dari pihak berwenang Yunnan,” kata Kolonel Naw Bu, juru bicara KIA kepada AFP.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer mengambil alih kekuasaan pada Februari, dengan gelombang virus yang bangkit kembali menyerang dengan banyak rumah sakit kosong dari staf medis pro-demokrasi.
“KIA meminta bantuan dari Tiongkok dan Tiongkok memberi kami bantuan untuk vaksin,” katanya, tanpa merinci vaksin mana yang diberikan kelompok itu atau kapan paket pertama tiba.
Disebut Naw Bu, sejumlah vaksin telah dibayar dan yang lainnya disumbangkan, tanpa memberikan rincian.
Beban kasus melonjak di Myanmar telah menakuti pihak berwenang di perbatasannya yang keropos dengan Tiongkok.
Awal bulan ini, Beijing melaporkan 57 infeksi baru secara nasional – penghitungan harian tertinggi sejak akhir Januari – termasuk lima belas kasus di kota Ruili, di sebelah Myanmar. Disebut otoritas kesehatan di provinsi Yunnan, ada 12 kasus di antaranya ialah warga negara Myanmar,
Sejumlah 736.000 dosis Sinopharm yang disumbangkan juga tiba di Yangon pada Kamis. Pejabat Myanmar mengatakan, penduduk di sepanjang perbatasan dengan Tiongkok akan diprioritaskan.
Beijing menikmati pengaruh luar biasa atas Myanmar, dan sejauh ini menolak menyebut aksi militer itu sebagai kudeta.
Pengamat mengatakan, mereka juga mempertahankan aliansi dengan milisi etnis di perbatasan panjang Tiongkok, yang telah memerangi tentara selama beberapa dekade.
KIA telah bertempur secara sporadis dengan pasukan pemerintah sejak kudeta.
Pada Mei, kepada AFP, militer melancarkan serangan udara terhadap kelompok itu, yang kemudian mengatakan, mereka telah menjatuhkan satu helikopter tempur saat bentrokan sengit di ujung utara negara itu. (B-Rtr/AFP/BS/jr)