BENDERAnews, 9/8/19 (Jakarta): Saat ini Megawati Soekarnoputri merupakan sosok ketua umum partai politik paling sukses pasca-reformasi.
Melalui kepemimpinannya, sudah tiga kali PDI Perjuangan (PDI-P) menjadi juara Pemilu Legislatif (Pileg) dan dua kali pula berhasil menang Pemilu Presiden (Pilpres).
“Keberhasilan itu tidak terlepas dari kepemimpinan Ibu Mega. Oleh karena itu, dipilihnya kembali Megawati sebagai ketua umum karena dua alasan; pertama, Megawati masih sangat dibutuhkan oleh kader PDI-P untuk memimpin kembali partai dan menjadi sumber perekat semua kelompok di PDIP. Kedua, mungkin Megawati sendiri meyakini bahwa belum saatnya beliau mandeg pandito. Masih butuh waktu untuk menyiapkan transisi kepemimpinan di PDI-P,” nilai Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby, di Jakarta, Jumat (9/8/19).
Ia mengemukakan, dengan dipilihnya kembali Megawati sebagai ketua umum (Ketum), ada tiga tantangan ke depan. Pertama, menyiapkan regenerasi kepemimpinan partai ke depan. Kedua, mencari sosok atau kader partai yang potensial untuk menjadi calon utama dalam Pilpres 2024.
Ketiga, menjadikan PDI-P tak hanya menang Pemilu berikutnya, tetapi menjadi partai yang dominan dengan perolehan suara yang jauh lebih besar dari dua Pemilu terakhir. Solusinya ialah memodernisasi kerja partai dan meluaskan pasar pemilih PDI-P.
Jaga soliditas partai
Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik, Arif Susanto, mengemukakan Megawati Soekarnoputri tampil sebagai politikus paling senior sekaligus paling lama memimpin suatu partai. Hal itu setelah Megawati ditetapkan secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI-P periode 2019-2024.
“Penetapan itu tidak lepas dari keberhasilan Megawati membawa PDI-P sebagai partai pertama yang memenangi Pemilu berturut-turut pada 2014 dan 2019 dihitung sejak Pemilu 1999,” kata Arif di Jakarta, Jumat (9/8/19).
Ia menjelaskan, sebagai solidarity maker, Megawati menjaga soliditas PDI-P, termasuk melewati masa sulit kekalahan dalam Pemilu dan potensi perpecahan.
Megawati memiliki pula kelenturan berelasi dengan kawan maupun lawan politik. Sejauh ini, Megawati juga mampu mendistribusikan sumber daya kekuasaan secara relatif proporsional, sehingga tidak menggoyahkan dukungan terhadapnya.
Dia melihat kepemimpinan Megawati akan menghadapi tantangan berbeda dalam lima tahun ke depan. Selain berdamai dengan tuntutan alamiah regenerasi politik, Megawati juga perlu melakukan modernisasi partai agar semakin otonom dan tidak bergantung pada figur tertentu. Tantangan lain ialah memperbaiki mekanisme kaderisasi dan rekrutmen politik untuk kandidasi dalam perhelatan Pemilu.
“PDI-P perlu membuat berbagai terobosan untuk menghadirkan alternatif kebijakan serta kepeloporan dalam penyusunan Undang-undang. Pada saat bersamaan, pemasaran politik yang lebih cerdas serta substansial dibutuhkan untuk dapat menarik dukungan dari kelompok muda, yang akan menjadi bagian dominan suara pemilih dalam sedikitnya dua Pemilu mendatang,” jelas Arif yang juga analis politik dari ‘Exposit Strategic’, seperti diberitakan Suara Pembaruan.
Dia menambahkan, pemihakan terhadap agenda publik juga akan menegaskan eksistensi PDI-P sebagai partainya wong cilik. Pembenahan dan konsistensi semacam ini yang dibutuhkan Megawati untuk dapat terus memelihara dominasi PDI-P pada Pemilu mendatang.
Ketum seumur hidup
Selanjutnya, Pengamat Komunikasi Politik Silvanus Alvin menilai, Megawati Soekarnoputri akan menjabat sebagai Ketua Umum PDI-P seumur hidup. Sebab, Megawati merupakan simbol ‘Ibu’ dari partai tersebut.
“Sama seperti kita, yang pasti memiliki ibu kandung. Sosok ibu kandung itu tidak akan tergantikan. Begitu pula Megawati yang dianggap Ibu Banteng bagi pada kader PDI-P,” kata Silvanus Alvin di Jakarta, Jumat (9/8/19).
Silvanus Alvin menjelaskan, dilihat dari kacamata komunikasi politik, personalisasi PDI-P ialah Megawati. Memang ada isu Megawati bisa saja diganti oleh penerus trah Soekarno, yakni, Puan Maharani atau Pranada, maupun tokoh non keluarga Soekarno seperti Jokowi. Namun elit-elit tersebut belum ada yang mampu menyamai maupun dianggap pantas menggantikan sosok Megawati.
Disebutnya, personalisasi politik atas tokoh tertentu memang kurang baik. Karena itu, selayaknya disiapkan regenerasi pemimpin di PDI-P. Misalnya, posisi Ketua Umum PDI-P tetap Megawati, tapi ada posisi baru seperti Ketua Harian PDI-P. Ibarat di Inggris, Ratu menjadi simbol dan urusan sehari-hari itu bagian Perdana Menteri.
“Ketergantungan pada sosok Megawati akan membawa limitasi sendiri bagi PDI-P. Bagaimanapun Megawati manusia, yang pada saatnya harus beranjak dari dunia fana. Pada saat itu, kalau Megawati belum menyiapkan penerusnya maka PDIP akan terjun bebas,” tutur Silvanus Alvin.
Dia mengusulkan, bila Megawati mau melepas jabatan sebagai ketua umum, ia menempati posisi selevel ketua dewan pertimbangan. Dengan demikian, ketua umum dengan independen memimpin partai. Tetapi bila ada kesulitan di masa depan masih bisa berkonsultasi ke Megawati.
“Kongres PDI-P kali ini harus jadi momentum untuk memberitahukan secara nasional siapa kandidat yang akan menjadi penerus Megawati. Pemilihan penerus harus diatur sedemikian rupa. Jangan hanya melihat figur politik dengan elektabilitas tinggi.Selain itu, PDI-P juga jangan terkungkung dengan pemahaman bahwa yang bisa menduduki jabatan ketum hanyalah trah biologis Soekarno. Perhatikan unsur kesamaan ideologisnya karena itu yang penting,” demikian Silvanus Alvin. (B-SP/BS/jr)