BENDERRAnews, 16/9/17 (Kaimana): Suasana gegap gempita dan meraih mewarnai acara pembukaan Pesta Paduan Suara Gerejawi atau Pesparawi XII Se-Tanah Papua berlangsung spektakuler di Stadion Triton, Kaimana, Papua Barat, Jumat (15/9/17) tadi malam.
Betapa tidak, stadion sepakbola satu-satunya di Kaimana berkapasitas 5.000 orang itu disesaki lebih dari 15.000 orang dengan adanya penambahan tribun di sisi kiri dan kanan. Mereka begitu antusias mengikuti kemeriahan acara pembukaan Pesparawi yang berakhir hingga Sabtu (16/9/17) dini hari.
Walaupun batal dihadiri Presiden Joko Widodo, namun acara tetap meriah. Bahkan, boleh dibilang spektakuler.
Pemda Kabupaten Kaimana tidak tanggung-tanggung dalam menggelar Pesparawi yang diikuti 6.113 peserta dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat itu.
Panggung raksasa di tengah stadion berdiri megah dengan puluhan lampu sorot berwarna-warni, termasuk permainan laser ke angkasa di sisi stadion. Sistem tata suara yang disewa panitia pun tidak tanggung-tanggung, didatangkan khusus dari Jakarta dan sebagian dari Singapura. Panitia menyebut, sound system itu pernah digunakan untuk pergelaran Java Jazz dan konser Metallica di Jakarta.
Kibarkan Merah Putih
Acara pembukaan diawali dengan defile peserta dari 39 kabupaten/kota. Mereka membawa sekaligus mengibarkan bendera Merah Putih dan lambang daerahnya masing-masing, lalu bergerak memenuhi tribun tambahan.
Sesudah itu, diadakan sesi ibadah singkat dengan pembawa renungan Pastor John Bunay Pr dari Jayapura. John mengatakan, Tuhan bekerja di Pesparawi yang membawa kebersamaan umat Allah di Tanah Papua.
Acara kemudian berlanjut dengan perayaan yang dipandu Nico Siahaan dan Yuanita Christiani.
Paduan Suara Kaimana langsung tampil memukau penonton dengan lagu mars Pesparawi. Mereka diiringi alunan musik Nusantara Symphony Orchestra asal Jakarta dengan konduktor Fred Sjoberg dari Swedia.
Kumandangkan “Haleluyah Agung”
Paduan Suara Kaimana yang beranggotakan remaja, pemuda, dan dewasa dari berbagai gereja di Kaimana itu begitu apik memberikan pujian.
Bahkan, saat menyanyikan “Haleluya Agung” suara dan alunan musik orkestranya terasa menggetarkan stadion.
“Tadi saya merinding mendengarnya,” ujar Maria, salah satu warga Kaimana yang bersama ribuan warga lainnya memenuhi bagian luar stadion.
Kapasitas stadion yang minim tidak bisa menampung ribuan warga yang ingin menyaksikan acara pembukaan Pesparawi.
Untung saja, panitia menyediakan layar elektronik raksasa di dinding atas stadion, sehingga bisa memuaskan warga di luar.
Kolaborasi lintas agama
Penampilan menarik pun disuguhkan puluhan remaja masjid At-taqwa Krooy serta pemuda gereja se-Kaimana dengan alunan instrumentalia sangkakala, terompet, dan Hadrat. Kolaborasi lintas agama itu merupakan ciri khas Kaimana.
Bupati Kaimana, Matias Mairuma mengatakan, warga Kaimana hidup dalam damai tiga pilar, budaya, agama, dan pemerintah.
Disebutkannya lagi, Kaimana tidak mengenal mayoritas dan minoritas. “Kami semua sama, hidup bersaudara”.
“Makanya sampai saat ini Kaimana terhindar dari percekcokan agama,” tutur Bupati Kaimana Matias Mairuma dalam sambutannya.
Jakarta kirim Dirjen
Sementara itu, saat memberikan sambutan, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan memohon maaf atas ketidakhadiran Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
“Awalnya acara pembukaan diadakan 9 september. Atas petunjuk Mensesneg, pembukaan diundur menjadi 15 September, sedianya dibuka Presiden. Karena ada tugas penting negara yang harus diselesaikan, Presiden tidak bisa hadir. Atas nama pemerintah, saya menyampaikan permohonan maaf terhadap masyarakat Papua,” tuturnya.
Pada acara itu, selain Presiden yang batal hadir, menteri-menteri Kabinet Kerja juga tidak ada yang datang. Pemerintah Pusat hanya diwakili Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Thomas Ventury.
Pemerhati HAM yang juga tokoh agama Papua, John Djonga menilai, Jakarta telah diskriminatif terhadap Papua.
“Jakarta masa bodo dengan kegiatan akbar di Papua. Padahal, tidak mudah mengumpulkan ribuan rakyat Papua dari pegunungan dan pesisir di pelosok-peosok untuk ke Kaimana, menempuh perjalanan yang sangat jauh,” tuturnya.
Secara politis, ketidakhadiran Presiden merupakan kegagalan membangun tali kasih dengan rakyat Papua.
Padahal, kata Djonga, acara Pesparawi merupakan kegiatan strategis yang bisa membangun komunikasi lebih jujur antara pemerintah pusat dan rakyat Papua.
“Selama ini, presiden ganti presiden, rakyat Papua tidak percaya terhadap Jakarta. Ini peluang emas yang disia-siakan Jokowi, apalagi menjelang Pemilu 2019,” kata John Djonga lagi seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’ dan dicuplik ‘BeritaSatu.com’. (B-SP/BS/jr)