BENDERRAnews, 4/9/17 (Depok): Setiap warga negara yang mendaftar akun di berbagai media sosial, disarankan menggunakan kartu identitas resmi. Hal ini untuk mengatasi hoax atau kabar palsu dan ujaran kebencian (hate speech).
“Saya rasa penggunaan identitas resmi ini bisa dilakukan. Harus diketahui bahwa di negara-negara maju ini telah diterapkan. Ada juga yang memakai finger prints. Pastinya bekerja sama dengan Polri. Sebaran hoax ini harus diatur,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumhan), Yasonna Laoly dalam ASEAN Symposium of Criminology di Gedung Juwono Sudarsono FISIP Universitas Indonesia, Kota Depok, Jawa Barat, Senin (4/9/17).
Yasonna mengatakan, untuk mendaftar akun media sosial (Medsos) harus jelas, valid dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak menjadi akun abal-abal yang menggunakan nama dan foto palsu.
Menkumham mengakui, luasnya penyebaran hoax akibat tingkat pendidikan rakyat Indonesia yang belum merata, sehingga setiap ujaran kebencian sangat mudah diutarakan di Medsos. “Ponselnya iya smartphone. Tapi penggunaanya kan beragam. Smartphone begitu mudah didapatkan. Ada lulusan SMP pakai smartphone yang sama dengan yang digunakan oleh profesor,” tutur Yasonna.
Ke depannya, Kemkumham bersama Polri dan operator seluler bertekad mengatur penggunaan media sosial. Ditambahkan Yasonna, law enforcement juga harus ditegakkkan agar hoax dan hate speech dapat diatasi.
Sindikat Saracen
Di sisi lain, maraknya hate speech dan hoax di sosmed membuat Menkumham merasa sedih dan prihatin. Apalagi Indonesia adalah negara yang majemuk dan plural. Dia pun merasa miris dengan dibekuknya sindikat Saracen yang merupakan grup penyebar kebencian di Facebook. Terlebih Saracen jelas-jelas menyebarkan hoax untuk mengeruk keuntungan finansial dan meminta bayaran.
“Sangat sedih ketika kita tahu ada orang cari makan dengan menyebarkan kebencian dan berita palsu,” katanya seperti diberitakan ‘Suara Pembaruan’.
Sementara staf ahli Kapolri Bidang Sosial dan Ekonomi, Irjen Polisi Gatot Eddy Pramono mengatakan bahwa penyebaran hate speech dan hoax bukan bentuk kebebasan berekspresi. Sebab, kebebasan harus bertanggungjawab dan tidak melanggar hukum.
Gatot mengatakan bahwa Polri membutuhkan dukungan dari seluruh stakeholder, pemerintah dan masyarakat untuk menberantas hoax.
Saat ditanya perihal apakah pemesan Saracen sudah bisa diketahui Gatot mengatakan bahwa pihaknya tidak berwenang untuk menyampaikan hal tersebut. “Saya hanya mewakil Pak Kapolri yang masih menunaikan ibadah haji. Kalau soal Saracen silakan tanya ke Kabareskrim. Sebab itu bukan wewenang saya,” kata Gatot Eddy Pramono yang pernah menjabat kapolres Depok pada tahun 2008 ini. (B-SP/BS/jr — foto ilustrasi istimewa)