BENDERRAnews, 21/9/18 (Jakarta): Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono melihat pemilihan calon wakil gubernur DKI pengganti Sandiaga Salahuddin Uno belum menemui kata sepakat dari dua partai pengusung, Gerindra dan PKS,
Karenanya, Soni mengusulkan pengisian kursi Wagub DKI bisa dari birokrat atau PNS senior di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Disebutnya, Pemprov DKI dan dua partai politik tersebut dapat mencontoh Provinsi Kepulauan Riau. Disaat, Wagub Kepulauan Riau, Muhammad Sani meninggal dunia, terjadi kebuntuan lima partai pengusung untuk memilih sosok yang tepat mengisi jabatan tersebut.
“Bahkan hingga tiga kali rapat paripurna dalam rentang waktu hampir 1,5 tahun, tidak ada keputusan pengisian jabatan Wagub tersebut,” kata Sumarsono, Jumat (21/9/18).
Akhirnya, pada 7 Desember 2017, rapat paripurna yang dihadiri 32 anggota dewan menyetujui secara aklamasi Isdianto sebagai Wagub Kepulauan Riau. Isdianto merupakan adik kandung dari Muhammad Sani yang menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kepulauan Riau.
“Nama itu muncul setelah melalui proses perdebatan antar partai pengusung. Belajar dari proses pengisian wagub Kepulauan Riau. Bahwa sesungguhnya, sangat terbuka bagi partai pengusung untuk mengusulkan seorang birokrat (PNS) senior menjadi wagub,” ujar Soni yang juga Dewan Penasihat Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) dan pengurus pusat DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI).
Bisa deadlock
Karena itu, lanjutnya, Gerindra dan PKS bisa mengajukan kader andalan masing-masing untuk dipilih DPRD DKI. Namun, tidak menutup kemungkinan bila mengalami deadlock atau kebuntuan, mereka menunjuk seorang yang berpengalaman dalam permasalahan Kota Jakarta serta menguasai birokrasi di Pemprov DKI.
“Sehingga tidak mengalami jalan buntu dan perdebatan yang tidak berujung,” tuturnya seperti dilansir BeritaSatu.com.
Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI dan Pnj Gubernur Sulut dan Sulsel ini mengungkapkan, pengalaman dari daerah lain dengan mengusung PNS untuk mengisi kekosongan kursi wagub justru semakin memperlancar pergerakan roda pemerintahan.
Dengan kombinasi Gubernur non birokrat dan Wakil Gubernur dari Birokrat, maka keduanya bisa saling menndukung dan mengisi dalam menjalankan pembangunan di Kota Jakarta. Saat menjadi Plt Gubernur, ia melihat cukup banyak birokrat DKI yang memenuhi syarat sebagai Wagub DKI.
Tetapi semua keputusan tersebut diserahkan kepada dua partai politik pengusung Anies dan Sandiaga. Kalau memang mereka sudah punya calon masing-masing, tinggal dipilih saja dalam rapat paripurna yang ia harapkan tidak berjalan terlalu lama.
Masih alot
Sampai saat ini, Cawagub masih alot dibahas di internal koalisi pendukung Anies-Sandiaga. PKS ingin mendapat kursi wakil gubernur sepenuhnya karena telah mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga, yang keduanya dari Partai Gerindra. Tetapi Gerindra tetap bersikukuh mendapatkan kursi Wagub dengan dasar aturan yang mengharuskan partai ini mengusulkan calonnya sendiri.
Presiden PKS Sohibul Iman telah menyampaikan dua kandidat, yakni mantan Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Umum PKS DKI Jakarta Agung Yulianto. Sedangkan DPP Gerindra belum memutuskan siapa calon yang akan dimajukan. Sementara DPD Gerindra tetap ngotot memajukan Ketua DPD DKI Gerindra yang saat ini menjabat Wakil Ketua DPRD DKI, Muhamad Taufik.
Anggota Majelis Syuro PKS, Triwisaksana, mengharapkan Gerindra dapat menyetujui Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto yang akan dipilih melalui rapat paripurna DPRD DKI sebagai Wagub DKI. Bila tidak setuju, ia khawatir soliditas koalisi pengusung Prabowo-Sandiaga retak.
“Kalau nanti ada yang kalah (voting), ada yang merasa terluka. Nanti bisa berimbas dalam pilpres. Dan itu kami hindari,” kata Triwisaksana. (B-BS/jr)