BENDERRAnews, 12/8/17 (Yogyakarta): Gairah inovasi terus berkembang di kalangan mahasiswa kita.
Faktanya, lima mahasiswa Fakultas Teknik yang tergabung dalam Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM, Novrizal Dwi Rozaq, Anggito Kautsar, Musthafa Abdur Rosyied, Aditya Laksana Suwandi, dan Almantera Tiantana, menciptakan aplikasi untuk membaca kode QR (Quick Response) di setiap botol vaksin yang diproduksi.
Aplikasi berbasis internet of things (IoT) ini diberi nama APLISIN, singkatan dari Aplikasi Pengecekan Keaslian, yang berfungsi untuk membaca kode QR yang bisa membedakan keaslian dari sebuah produk vaksin.
Mewakili rekan-rekannya, Novrizal Dwi Rozaq mengatakan, masyarakat secara mandiri, bisa melakukan pengecekan dengan aplikasi tersebut dan langsung mengetahui apakah vaksin yang akan digunakan, merupakan vaksin asli atau palsu.
Penelitian dan pembuatan aplikasi tersebut, berlangsung selam enam bulan, dan menurut Novrizal Dwi Rozaq, mereka terinspirasi dari keresahan masyarakat khususnya karena maraknya peredaran vaksin palsu.
“Masyarakat sangat awam dan tidak mengetahui bagaimana caranya mengecek keaslian vaksin. Bahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun belum bisa menjangkau pengawasan secara menyeluruh jika ada vaksin palsu. Aplikasi ini, dirancang untuk mempermudah masyarakat. Cukup dengan memindai kode QR pada kemasannya,” terang Novrizal.
Dikatakan, kode QR adalah kode-kode berbentuk sandi-sandi dalam sebuah bentuk kotak. QR ini tidak bisa dipalsukan.
APLISIN yang dikembangkan melalui program kreatifitas mahasiswa (PKM) UGM 2017 tersebut, dilengkapi dengan cara kerja yang sederhana. Pemindaian kode QR yang ada pada botol vaksin bisa dilakukan siapa saja yang sudah mengunduh aplikasi tersebut.
Hasil pemindaian akan diverifikasi aplikasi ini, sistem juga akan mengonfirmasi apabila kode QR terrdaftar pada basis data. Bila kode QR tidak terdaftar di basis data, bisa disimpulkan vaksin itu palsu.
Selain itu, vaksin yang sudah digunakan juga tetap bisa diketahui keasliannya, atau penggunaan botol vaksin telah berulang. Namun menurut Novrizal, ternyata banyak botol vaksin yang tidak memiliki kode QR.
“Pada botol hanya ada nomor registrasi BPOM. Kami berhatap perusahaan vaksin mencantumkan kode QR. Nanti bila semua sudah masuk, QR code tinggal di scan melalui smartphone dan akan ditampilkan tiga hal yakni vaksin terverifikasi, sudah digunakan atau tak teregistrasi alias palsu,” tambah anggota tim lainnya, Anggito Kautsar.
Meski demikian, aplikasi ini baru tahap pengembangan. Rencananya para mahasiswa akan menggandeng BPOM untuk mensosialisasi kegunaan aplikasi tersebut serta menggandeng beberapa industri pembuat vaksin. “Sementara ini kita hanya uji coba permulaan gunakan vaksin malaria dan demam berdarah,” tambah Anggito, sebagaimana dilaporkan ‘Suara Pembaruan’.
Aplikasi ini diharapkan mampu menjadi pintu masuk perlindungan konsumen khususnya masyarakat yang sedang membutuhkan vaksinasi. Apabila kode tak terdeteksi maka pengguna bisa langsung melaporkan ke Balai POM lengkap dengan lokasi vaksin tersebut ditemukan.
“Target kami setelah mendapat support dari pemerintah maka semua masyarakat bisa menggunakan untuk memastikan keterlindungan konsumen. Ketika mau vaksin bisa melakukan verifikasi mandiri untuk memastikan keasliannya. Jika terverifikasi maka bisa digunakan, jika tidak berarti palsu dan berhak menolak,” tegas Anggito Kutsar. (B-SP/BS/jr)