BENDERRA, 22/5/17 (Riyadh): Sikap tegas Presiden Joko Widodo sebagai salah satu pemimpin dunia yang perduli terhadap upaya pemberantasan terorisme dan aksi-aksi radikalisme global dipaparkan dalam ‘Arab Islamic American Summit’ di Riyadh, Arab Saudi.
Presiden Joko Widido berharap, Arab Islamic American Summit memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat (AS). Sekaligus menghilangkan persepsi AS yang melihat Islam sebagai musuh.
Hal ini diungkapkan Presiden saat berbicara dalam konferensi yang mempertemukan para pimpinan negara-negara Arab dan Islam dengan Presiden AS Donald Trump di ‘King Abdul Aziz International Convention Center Riyadh’, Arab Saudi, Minggu (21/5/17) waktu setempat.
“Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia,” kata Presiden, sebagaimana dilaporkan ‘BeritaSatu.com’.
Presiden Jokowi mengungkapkan, ancaman radikalisme dan terorisme terjadi di mana-mana.
“Indonesia adalah salah satu korban aksi terorisme, serangan di Bali terjadi tahun 2002 dan 2005 dan serangan di Jakarta terjadi Januari 2016,” ungkap Presiden.
Kepala Negara mengungkapkan, dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan terorisme di berbagai belahan dunia di Prancis, Belgia, Inggris, Australia, dan lain-lain.
“Dunia seharusnya juga sangat prihatin terhadap jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, Libia,” tambahnya.
Korban terbanyak
Presiden menegaskan, umat Islam merupakan korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme.
Jokowi mengatakan, jutaan umat muslim harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya.
Presiden mengatakan, kondisi tersebut justru membuat anak-anak muda frustrasi dan marah.
“Rasa marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan muculnya bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme,” jelasnya.
Presiden juga mengatakan, sejarah mengajarkan, senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme.
“Pemikiran yang keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar,” katanya.
Indonesia meyakini pentingnya menyeimbangkan pendekatan ‘hard-power’ dengan pendekatan ‘soft-power’.
“Selain pendekatan ‘hard-power’, Indonesia juga mengutamakan pendekatan ‘soft-power’ melalui pendekatan agama dan budaya,” jelasnya.
Presiden mengungkapkan, untuk program deradikalisasi, misalnya, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan nara pidana terorisme yang sudah sadar, dan organisasi masyarakat.
Terhadap kontra radikalisasi, lanjut Jokowi, pihaknya merekrut para netizen muda dengan ‘follower’ yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.
“Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran,” katanya.
Empat pemikiran
Dalam kesempatan ini, Presiden juga menyampaikan empat pemikiran untuk memerangi radikalisme dan terorisme.
Pertama, umat Islam se-dunia harus bersatu bersatu untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah.
“Persatuan umat Islam merupakan kunci untuk keberhasilan memberantas terorisme; janganlah energi kita habis untuk saling bermusuhan,” kata Jokowi.
Kedua, kerja sama pemberantasan radikalisme dan terorisme harus ditingkatkan, termasuk: pertukaran informasi intelijen; pertukaran penanganan FTF (‘Foreign Terrorist Fighters’, Red), peningkatan kapasitas; semua sumber pendanaan harus dihentikan; kita semua tahu banyaknya dana yang mengalir sampai ke akar rumput di banyak negara dalam rangka penyebaran ideologi ekstrem dan radikal.
“Semua aliran dana harus dihentikan,” tegas Presiden di depan Raja Salman dari Arab Saudi, Presiden AS Donald Trump serta pemimpin negara Arab dan Islam yang hadir.
Ketiga, upaya menyelesaikan akar masalah harus ditingkatkan, ketimpangan dan ketidakadilan harus diakhiri; pemberdayaan ekonomi yang inklusif harus diperkuat “Saya berharap bahwa setiap dari kita harus berani menjadi bagian dari solusi dan bukan bagian dari masalah dalam upaya pemberantasan terorisme. Setiap dari kita harus dapat menjadi bagian upaya penciptaan perdamaian dunia,” demikian Presiden Jokowi. (B-BS/jr)