BENDERRAnews, 13/10/17 (Cikarang): Jakarta merupakan ibukota negara, pusat pemerintahan dan juga pusat bisnis. Kebanggaan terhadap Jakarta sungguh luar biasa. Malah belakangan kebanggaan itu jadi di luar kebiasaan. Lihatlah bagaimana penduduk luar Jakarta berbondong cari makan di Jakarta.
Bisik-bisik dari teman, atau tetangga,ihwal Jakarta nyaman, surga tenaga kerja, surga kemewahan dan berbagai surga lainnya membuat minat “menyerbu” Jakarta tetap meninggi dari tahun ke tahun.
Nah, karena modal bisik-bisik inilah salah satu penyebab Jakarta kini makin sesak, makin krodit. Bukan hanya krodit karena kemacetan tapi krodit karena manusia makin padat. Apalagi kebanyakan kaum urban masuk Jakarta pake jurus nekat tanpa berpikir soal skill.
Lalu apa kabar kabar dengan kenyamanan dan kemewahan?
Memang kalau bicara kemewahan, Jakarta tambah mewah, tapi soal kenyamanan tunggu dulu. Rata-rata yang bekerja di Jakarta mengatakan, itu bukan karena pilihan, tapi keharusahan karena tidak ada alternatif.
Makin ke sini Jakarta kian penuh sesak dan macet. Kenyamanan pun makin menjauh. Tak heran kalau naik transportasi publik seperti bus way, kereta comuter line kita sulit melihar orang di hiasi senyum. Raut wajah capek, tegang dan berkerut akan mendominasi. Penyebabnya itu jauh-jauh dari kemacetan transportasi, tempat kerja jauh, belum lagi dengan keramahan yang makin memudar.
Putaran waktu makin merubah suasana kehidupan di Jakarta. Tingginya tuntutan pekerjaan, ketatnya kompetisi dan berbagai faktor lain menjadikan Jakarta makin tidak ramah dengan yang namanya kondusifitas.
Keramahan tidak gampang di jumpai. Setiap hari saat keluar hingga pulang kembali ke rumah, ada saja hal yang membuat mulut warganya menggerutu karena kesal.
Portal, ‘KompasProperti’ menunjuk bagaimana perjuangan dilakukan warga mulai pagi saat menuju tempat kerja. Kebanyakan orang yang berangkat menuju ke tempat kerjanya harus berjuang menembus paragnya kemacetan lalu lintas.
Situasi itu di rasakan bukan hanya yang naik kendaraan umum, tapi juga bagi mereka yang naik kendaraan pribadi berupa sepeda motor ataupun mobil. Kita akan menemui kemacetan yang sama di hampir semua jalanan Ibu Kota.
Sebenarnya ada transjakarta yang di gadang-gadang sebagai solusi, namun faktanya masih belum sesuai harapa, karena tak sedikit juga transkjakarta yang sering terjebak macet dan jalurnya di serobot kendaraan pribadi terutama sepeda motor.
Mau pilih naik bus kota semacam Metromini dan Kopaja atau Angkutan Kota. Anda harus siap -siap tarik napas karena aksi ugal-ugalan si sopir karena kejar setoran. Masih untung juga bila tidak diturunkan sebelum capai tujuan karena sang sopir tiba-tiba balik arah karena penumpang sedikit. Anehnya gaya rambo sang supir tetap berlangsung, malah aksi itu makin lengkap di tambah jurus ngetem. Wah..pusing, pusinggg. Ibu kota tapi masih ada sopir yang caranya seperti ibu tiri. Entah, pak polisi dan Dishub tahu atau tidak, atau pura -pura tidak tahu dengan praktek seperti ini.
Ada lagi jenis transportasi lain, yaitu kereta rel listrik (KRL) yang semakin bersih. Potensi terjebak macet kurang. Tapi kadang-kadang masih terjadi gangguan signal. Pada jam sibuk saat masuk kantor pagi hari dan pulang kantor sore sampai malam, pengguna kereta harus siap desak-desakan dan berdiri karena tidak kebagian tempat duduk.
Di jalanan ibukota, mulai jalan protokol setiap hari akan dipenuhi lautan kendaraan. Karena menghindar plat nomor ganjil genap, maka mobil pribadi akan berselancar mencari gang yang di anggap bebas nyaman dan bebas macet. Celakanya yang mengambil pilihan itu banyak. Makanya jadilah jalanan gang sebagai alternatif kemacetan baru. Pejalan kaki akan kesulitan dan extra hati-hati, karena tidak ada lagi ruang yang tersisa dan sesekali pengendara sepeda motor tanpa perasaan “merampas” trotoar bagi pejalan kaki.
Masyarakat ibu kota dan sekitarnya yang beraktivitas si Jakarta, setiap hari harus meluangkan pikirannya untuk kemacetan selain untuk pekerjan.
Saking kerasnya berkendara, sampai muncul istilah intimidasi jalanan. Agar bisa keluar menerobos kemacetan, tinggalkan yang namanya perasaan, dahulukan gaya intimadasi jangan mengalah.
Ya..itulah potret lalu lintas ibu kota saat ini. Ada berbagai usaha lewat kebijakan pemerintah tapi, itu belum mampu mengurai kemacetan saat ini. Mungkin 3 atau 4 tahun mendatang saat berbagai proyek seperti LRT, MRT, jalan tol baru dan beberapa proyek untuk tranportasi publik selesai dan terkoneksi baru akan kelihatan dampaknya pada solusi kemacetan transportasi.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Iskandar Abubakar, mengatakan saat ini minat warga Jakarta untuk menggunakan transportasi umum masih termasuk rendah.
“Kalau kita lihat perjalanan saat ini yang menggunakan moda angkutan darat hanya 24 persen dan sisanya menggunakan moda angkutan pribadi,” kata Iskandar, Senin (22/5/17), seperti diberitakan ‘Kompas.com’.
Belenggu kepenatan Jakarta
Persoalan kemacetan sepertinya masih menjadi pekerjaan rumah. Pemerintah akan kesulitasn bila kesadaran dan minat masyarakat memakai transportasi publik tetap rendah. Kebanggaan memiliki kendaraan pribadi jadi tantangan tersendiri. Masyarakat juga banyak yang merasa lebih ifisien dengan kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda motor karena langsung ke tempat aktivitas tanpa harus transit lagi.
Data dari Dishubtrans pada tahun 2015, jumlah kendaraan bermotor pribadi di DKI Jakarta mencapai 7.979.833 unit dengan rata-rata pertumbuhan 8,12 persen per tahun.
Iskandar mengatakan, pemerintah tidak turun tangan menangani masalah ini. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melaksanakan sejumlah usaha untuk meningkatkan kemauan warga Jakarta memakai transportasi publik.
“Pemprov DKI sudah menambah jalur BRT (Transjakarta), menata sistem dan menyediakan anggota pemandu moda untuk Transjakarta, peningkatan pelayanan KCJ (Kereta Commuter Jabodetabek), penggunaan MRT (mass rapid transit), dan pembangunan LRT (light rail transit),” ucap dia.
Tak hanya itu, Iskandar menambahkan, pemerintah juga membentuk Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk mengkaji kebutuhan angkutan umum dan memaksimalkan pelayanan angkutan umum di Jabodetabek.
Di Jakarta, kemacetan lalu-lintas hanyalah salah-satu dari segudang masalah yang membelunggu. Menyatunya pusat pemerintahan dan pusat bisnis menjadi beban Jakarta makin menumpuk. Akibat hal itu, muncul wacana serius dari pemerintah soal pemindahan ibukota pemerintahan. Wacana ini sudah di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pada era Presiden Joko Widodo saat ini, usulan pemindahan ibu kota sudah lebih serius dengan pembahasannya di Bappenas, namun wakil rakyat di Senayan belum satu suara ketika Pemerintah memasukkan dana untuk kajian si postur APBN.
Kemacetan lalu lintas Ibu Kota sejatinya tidak hanya tugas pemerintah, tetapi masyarakat juga pihak swasa harus berpartisipasi aktif mendukung dan memberi solusi.
Yang pasti kepenatan karena segudang masalah di Jakarta tidak akan mudah terselesaikan. Masyarakat dan swasta harus cukup pintar dan bijak keluar dari masalah ini, di antaranya memilkirkan kawasan baru di luar Jakarta. Saat ini mulai banyak wilayah di luar Jakarta sedang dalam pengembangan.
Cikarang alternatif baru
Perencanaan brilian dilakukan Lippo Group. Cikarang menjadi pilihan terbaik Lippo. Setelah menghadirkan Lippo Cikarang sebagai kawasan industri, kini mereka menghadirkan Kota Mandiri Meikarta.
Pada lahan ratusan hektar milik mereka yang sudah miliki puluhan tahun lalu, kini sedang di bangun kota mandiri dengan perencanaan transportasi yang komprehensif, teringrasi dari berbagai moda dan belum ada sebelumnya di tempat lain di Indonesia.
Lippo sepertinya telah belajar banyak dari situasi Jakarta. Karena semua rancangan pembangunan di lawasan ini, telah dipikirkan dampaknya sampai minimal 50 tahun ke depan.
Meikarta. Inilah kawasan unggulan garapan Lippo paling prestisius. Tidak sekedar menghadirkan kemewahan dan modern, Meikarta juga tetap memikirkan soal humanisme dan interaksi yang nyaman antar penghuni. Konsep pembangunan berkelanjutan rekomdendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi salah-satu prioritas.
Kota Meikarta yang terletak di Cikarang jadi begitu strategis.
Cikarang pantas pantas dilirik. Di tempat ini sudah begitu banyak perusahaan berskala nasional maupun internasional yang membangun pabriknya di sana sehingga wilayah itu terkenal sebagai kawasan industri.
Para pengembang perumahan membangun kompleks dengan fasilitas penunjang yang lengkap untuk kebutuhan hidup, misalnya fasilitas pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, perkantoran, olahraga, di lengkapi ruang terbuka hijau.
Ada enam infrastruktur, baik yang sudah ada maupun sedang dibangun. Keenam infrastruktur tersebut yaitu Pelabuhan Patimban, Bandara Internasional Kertajati, light rail transit (LRT) dari Cikarang ke Cawang, kereta cepat Jakarta-Bandung, jalan tol layang Jakarta-Cikampek 2, dan jalan tol Jakarta-Cikampek.
Dukungan infrastruktur yang begitu lengkap seperti disebutkan di atas akan mempermudah akses transportasi umum yang aman, cepat, dan nyaman bagi siapa pun yang berkepentingan masuk dan keluar dari Cikarang sehingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Sumpek dan penatnya Ibu Kota tidak perlu terus di ratapi. Meikarta pantas menjadi alternatif untuk keluar dari beban berat dan stres akibat kehidupan dan pekerjaan yang membelenggu Ibu Kota, Jakarta. (B-Donny Lumingas, dari berbagai sumber/jr — foto ilustrasi istimewa)