BENDERRAnews, 1/9/17 (Indramayu): Refinery Unit atau kilang pengolahan Balongan di Indramayu, Jawa Barat, ditargetkan menjadi RU minyak terunggul di kawasan Asia Pasifik pada 2025.
Sebagaimana dikemukakan Pejabat Sementara General Manager Refinery Unit (RU) VI Balongan, Syawaludin Azwar, untuk mencapai target kilang terunggul di Asia Pasifik, pihaknya menyiapkan sejumlah proyeksi.
Tahun ini, misalnya, RU VI Balongan siap memproduksi avtor dan tahun depan membangun sistem pengaman kilang dan pengembangan sarana serta prasarana juga pengadaan kapal.
Pada 2019 akan dilakukan turn around kilang eksisting serta turn around Kilang Langit Biru Balongan (KLBB) di 2020. Lalu 2021 Refinery Development Master Program berupa peningkatan kapasitas dan pemenuhan spesifikasi Euro 4.
Pihaknya optimistis bisa meraih target tersebut, lantaran saat ini berdasarkan teknologi proses dan peralatan kilang, nilai kompleksitas RU VI Balongan mencapai 11,7 mengacu pada perhitungan Nelson Complexity Index atau yang tertinggi di antara enam kilang minyak milik Pertamina lainnya.
“Kalau dirata-ratakan, total nilai kompleksitas seluruh kilang Pertamina sekitar 6,” ujarnya bangga.
Kilang ke-6
Dia mengakui, dilihat dari sisi kapasitas, kilang Balongan bukanlah yang terbesar. “Dari kapasitas produksi, RU VI Balongan dengan kapasitas produksi 125 ribu barel per hari berada di posisi keempat, di bawah RU Cilacap dengan kapasitas 348 ribu barel per hari (bph), RU Balikpapan 260 ribu bph, dan kilang Dumai 170 bph. Namun, kapasitas RU Balongan di atas RU Musi, Plaju sebesar 118 ribu bph dan RU Kasim 10 ribu bph,” ujar Syawaludin saat bertemu para pengamat energi (migas) dan pemimpin redaksi media nasional di Indramayu.
RU VI Balongan merupakan kilang keenam dari tujuh unit kilang yang dimiliki oleh Pertamina.
RU VI Balongan bukan tergolong kilang baru. Kilang ini beroperasi sejak Agustus 1994.
Kegiatan bisnis utamanya ialah mengolah minyak mentah menjadi produk-produk bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar khusus (BBK), non-BBM dan petrokimia.
“Keunggulan RU VI adalah penggunaan teknologi modern, yaitu dengan adanya Unit Produksi Residu Catalytic Cracking (RCC), Kilang Langit Biru Balongan (KLBB), dan RCC Off Gas to Propylene Plant (ROPP),” ujar Syawal.
RU VI Balongan, tambahnya, mengolah minyak mentah yang berasal dari 68 persen domestik dan 32 persen impor menjadi produk-produk BBM (premium, kerosene, solar), BBK (pertamax, pertalitex, pertamax turbo) non-BBM (LPG, Propylene) dan produk liannya (HOMC, DCO).
Jenis minyak mentah yang cocok untuk diolah di kilang ini ialah Minas dan Duri. “Karena pasokan minyak jenis heavy ini sulit, kami coba blending crude oil agar menghasilkan produk seperti Minyak dan Duri,” katanya lagi.
Sebanyak 52 persen produk RU VI adalah BBM, 20 persen berupa Decant dan HOMC, serta 17 persen BBK yakni pertamax, pertalite, dan pertamax turbo. Sementara itu, 11 persen non-BBM berupa LPG dan propylene.
“Distribusi produk BBM dan BBK sebanyak 62 persen ke DKI Jakarta dan sekitarnya, 25 persen ke Jawa Barat serta 13 persen ke Banten,” ujarnya.
Bebas timbal
Sementara itu, Engineering Manager RU VI Balongan, Hendri Agustian mengatakan, unit RCC merupakan instalasi awal di RU VI Balongan, dengan kapasitas 83 barrel stream per day (bspd) didesain untuk mengolah residu menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi seperti LPG, Propylene, Polygasoline (mogas dengan RON 98), Naptha (RON 92), Light Sycle Oil (LCO) dan Decant Oil (DCO).
RU VI Balongan juga memiliki unit kilang KLBB pada 2015 untuk memenuhi ketentuan bahan bakar yang ramah lingkungan bebas timbal.
KLBB mengolah Low Octane Mogas Component (LOMC) dari kilang lain (yang semula harus ditambahkan Timbal/TEL untuk memenuhi spesifikasi produk Premium) menjadi produk High Octane Mogas Component (HOMC). “Produknya dikirimkan ke kilang lain sebagai komponen bensin pengganti TEL untuk member nilai tambah,” katanya.
Selain itu, tambah Hendri, RU VI Balongan pada 2013 mengoperasikan kilang RCC Off Gas to Propylene Plant (ROPP), unit penghasil propylene dari recovery off gas di Indonesia. “Setelah kilang ROPP beroperasi, off gas (gas yang tidak bernilai ekonomis dan dibuang) diolah menjadi produk propylene sehingga mengurangi emisi sebesar 84.900 ton CO2 ekuivalen per tahun,” ujarnya.
Selanjutnya Syawaludin memaparkan, ketiga teknologi yang ada di RU VI Balongan merupakan satu-satunya di Indonesia dan mampu mengolah residu menjadi produk bernilai jual tinggi di antaranya Propylene, Gasoline, Pertamina Dex dan Pertamax Plus dengan bahan baku minyak berat (heavy). Yaitu minyak mentah (crude oil) dengan nilai berat jenis atau fraksi yang tinggi, untuk residu berat jenisnya bernilai sekitar 0,9.
“Residu itulah yang nantinya diolah menjadi high valuable product,” ujarnya seperti dikutip ‘Investor Daily’.
Finance Manager RU VI Balongan, Jusuf Wibisono, menambahkan minyak berat jika dijual sebagai minyak mentah karena harganya murah.
Apalagi selisih biaya yang dihasilkan dalam satu barel minyak mentah dengan harga jual minyak tersebut tipis.
Dengan teknologi RCC di RU Balongan, minyak mentah kategori berat dapat diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual tinggi. “Sampai akhir Juli 2017, khusus untuk RU VI Balongan lebih tinggi dari anggaran, GRM tiga persen di atas anggaran. Berdasarkan harga pasar, hingga akhir Juli 2017, RU VI Valongan sangat bagus 46 persen dari RKAP. Dibandingkan keseluruhan RU Pertamina, sekitar tiga persen di atas RKAP,” demikian Jusuf Wibisono. (B-BS/jr)