BENDERRAnews.com, 3/12/20 (Jakarta): Dengan nada tegas, Kapolri Jenderal Idham Azis menyatakan, negara tidak boleh kalah dari organisasi kemasyarakatan yang melakukan cara-cara premanisme untuk menghalangi proses penegakan hukum.
Hal tersebut disampaikan Idham dalam keterangan tertulisnya terkait pengadangan terhadap aparat kepolisian oleh Front Pembela Islam (FPI) saat mengantarkan surat pemanggilan kepada Mohammaf Rizieq Syihab, di Petamburan, Jakarta Pusat.
“Negara tidak boleh kalah dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang melakukan aksi premanisme. Kita akan sikat semua. Indonesia merupakan negara hukum. Semua elemen harus bisa menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat,” kata Idham, Kamis (3/12/20).
Jenderal bintang empat itu meminta kepada seluruh stakeholder ataupun Ormas sekalipun harus patuh dengan payung hukum yang berlaku di Indonesia.
Disebutnya, ancaman pidana diatur dengan jelas untuk pihak-pihak yang mencoba menghalangi proses penegakan hukum di Indonesia.
“Ada sanksi pidana untuk mereka yang mencoba menghalangi petugas dalam melakukan proses penegakan hukum,” ujar Idham.
Pelanggaran kekarantinaan kesehatan
Di sisi lain, Idham memastikan, Polri akan mengusut tuntas kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan. Yaitu, dalam hal ini adanya dugaan pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) di beberapa acara yang dihadiri Rizieq.
“Polri selalu mengedepankan azas Salus Populi Suprema Lex Exto atau Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi,” tandas mantan Kepala Bareskrim Polri ini.
Sekadar diketahui, Polri sedang melakukan penyidikan dugaan pelanggaran protokol kesehatan di acara Rizieq sebagaimana tertuang dalam Pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan berbunyi: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sementara Pasal 216 ayat (1) KUHP menyebutkan, Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000.
Sebagaimana diketahui Pasal 160 KUHP sendiri berbunyi, ‘Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500.
Konsekwensi Rizieq mangkir
Pihak kepolisian telah melakukan pemanggilan kedua terhadap tokoh Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Syihab sebagai saksi kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Di sisi lain, Rizieq kembali mangkir dari pemanggilan tersebut.
Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul menilai, jika terus menerus mangkir sesuai ketentuan perundang-undangan kepolisian tentu bisa dan berwenang untuk menjemput paksa Rizieq.
“Memang prosedurnya begitu (jemput paksa). Kalau tiga kali dipanggil beliau secara patut tidak hadir, memang akan dijemput paksa,” kata Chudry Sitompul, di Jakarta, Kamis (3/12/20).
Tidak hanya mangkir, Rizieq bahkan juga diduga memanfaatkan pendukungnya untuk menghalangi penegak hukum mengirimkan surat panggilan. Seharusnya tidak perlu ada upaya menghalang-halangi petugas yang sekadar ingin memberikan surat panggilan.
Diingatkan Chudry, siapa pun yang dengan sengaja menghalangi proses hukum bisa diancam pidana. “Bisa dianggap mengintervensi hukum. Pasal 160 menghalang-halangi penyidikan,” ujar Chudry.
Disebutnya, polisi bisa saja menetapkan Rizieq sebagai tersangka dan melakukan penahanan. Asalkan penyidik sudah mengantongi dua alat bukti terkait pelanggaran UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Apakah nanti Rizieq Syihab itu dianggap menyulitkan pemeriksaan lebih lanjut, kalau dianggap menyulitkan, ya ada alasan untuk menahan. Tapi tetapkan dulu sebagai tersangka. Karena orang tidak bisa ditahan kalau statusnya bukan tersangka,” katanya.
Penyidik Polda Metro Jaya menduga acara Maulid Nabi dan hajatan pernikahan putri Rizieq Syihab pada 14 November melanggar UU 6/2018 Tentang Karantina Kesehatan. Penyidik sudah memeriksa beberapa saksi terkait kegiatan tersebut.
Penyidik memandang perlu meminta keterangan Rizieq dan menantunya Hanif. Panggilan pertama tidak digubris. Polisi kemudian mendatangi kediaman Rizieq untuk menyampaikan surat panggilan, namun dihalau pendukungnya. (B-BS/jr)