BENDERRAnews, 23/12/19 (Jakarta: Kabar tentang umat Kristiani di Sungai Tambang Kabupaten Sijunjung dan Jorong Kampung Baru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, yang dilarang melakukan ibadah Natal, ternyara sudah diketahui oleh Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Pendeta Dr Gomar Gultom.
Bahkan dia mengaku telah lama mendengar kondisi yang sudah terjadi sejak 1985 dan berlangsung hingga saat ini.
“Ini memang Sumatera Barat (Sumbar) memiliki kekhasan. Selalu mereka dengan dalih adat syariah, sehingga beberapa daerah menganggap wilayah Minangkabau hanya boleh untuk umat Muslim,” kata Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) ini ketika ditemui sesaat setelah pemaparan proses pencarian penerima Maarif Award 2020, di Aula ‘Maarif Institute’, Jakarta, Rabu (18/12/19).
Ia mengaku sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada umat kristiani di daerah tersebut. Di satu sisi, warga kristiani dilarang melakukan ibadah di rumah-rumah, namun di sisi lain izin pendirian gereja pun sulit diperoleh.
“Saya prihatin dengan hal ini. Mereka melarang orang merayakan ibadah Natal di rumah-rumah. Persoalannya mereka tidak memberikan izin mendirikan gereja, jadi ini absurd. Sangat kacau. Mereka melarang orang beribadah Natal di rumah-rumah, hanya boleh di gereja. Tetapi mendirikan gereja tidak boleh,” ujarnya.
Ajak berpikir rasional
Dalam kesempatan itu ia mengajak masyarakat untuk dapat berpikir rasional. Jika dilarang beribadah di rumah, seharusnya masyarakat dan pemerintah daerah bisa memberikan izin mendirikan gereja.
“Masyarakat saya ajak untuk lebih rasional. Kalau mereka tidak boleh merayakan Natal di rumah, maka berikan dong izin mendirikan gereja. Kita sepakat, oke tidak boleh beribadah di rumah-rumah, maka berikan izin mendirikan gereja,” kata Gultom.
Ia berharap kepada dua pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi tersebut untuk memfasilitasi kegiatan perayaan Natal warganya. Jangan sampai kejadian tersebut terus didiamkan.
“Kepada pemerintah di dua kabupaten ini, dan Pemerintah Provinsi harus memfasilitasi. Tugas pemerintah tidak mendiamkan, tetapi mendidik warganya untuk lebih berdasarkan konstitusi yang menjamin kebebasan beragama kepada masyarakat,” kata Pendeta Dr Gomar Gultom.
Wajib beri kebebasan
Menjelang perayaan Natal, Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengatakan, sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi 1945, negara berkewajiban memberikan kebebasan dan menjamin agar umat Kristiani dapat merayakan Natal dengan hikmat.
“Bangsa Indonesia hendaknya senantiasa memelihara toleransi, saling menghormati, dan bekerja sama antarumat beragama. Kerukunan umat beragama perlu diwujudkan dalam setiap aspek kehidupan sosial-kebangsaan termasuk dalam perayaan Natal,” kata Mu’ti kepada ‘Suara Pembaruan’, Senin (23/12/19).
Mu’ti menyebutkan, perayaan Natal merupakan momen yang sangat bermakna bagi umat Nasrani. Sebab, Natal menjadi salah satu inti ajaran spiritual yang menandai pendakian menuju kesucian. “Dalam konteks kebangsaan, Natal adalah peribadatan untuk meraih damai dan menebarkan kedamaian bagi bangsa Indonesia,” ujarnya.
Boleh ucapkan selamat
Secara terpisah, Ketua Tanfidziah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas mengatakan umat Muslim boleh mengucapkan selamat Natal kepada penganut agama Kristen atau Katolik. Robikin mengakui , ulama-ulama Muslim memang memiliki beberapa pendapat terkait ucapan selamat Natal. Ada ulama yang melarang karena khawatir mengganggu akidah.
“Namun, ada juga yang membolehkan dengan pengertian ucapan Natal sebagai bagian dari kesadaran bermuamalah, sekadar hormat kepada kawan atau berempati kepada sesama warga bangsa, itu dimensinya ukhuwah wathaniyah. Kalau dalam dimensi itu, menyampaikan ucapan Natal saya kira tidak mengganggu akidah kita,” ujar Robikin kepada ‘Beritasatu.com’, Minggu (21/12/19). (B-SP/BS)