BENDERRANews.com, 3/1/21 (Jakarta): Ada informasi yang menyebutkan, rekening bank milik Ormas Front Pembela Islam telah diblokir oleh pihak berwajib. Pemblokiran dilakukan tidak lama setelah Ormas pimpinan Rizieq Syihab itu dinyatakan terlarang oleh pemerintah.
Pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji, menjelaskan, setelah dinyatakan sebagai Ormas terlarang, penegak hukum memang memiliki wewenang upaya paksa (dwang middelen atau coercive force). Termasuk wewenang memblokir rekening milik FPI.
“Memang dalam rangka pelaksanaan upaya paksa yang pro justitia, penegak hukum memiliki wewenang upaya paksa tersebut, termasuk pemblokiran rekening FPI, terlepas legalitas legal standing-nya,” kata Indriyanto, di Jakarta, Minggu (3/12/21).
Disebut Indriyanto, di dalam upaya paksa dimaksud penekanannya merupakan tindakan hukum pemblokiran, bukan subjek standing-nya. Mengingat, pemblokiran rekening juga tentunya bisa disebut salah satu upaya tindakan hukum kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selama ini, banyak pihak yang mempertanyakan darimana ormas FPI mendapatkan dana untuk menggelar seluruh kegiatannya. Termasuk, ketika menggelar aksi-aksi demo yang sering dilakukan.
Bahkan, tudingan yang sama juga menyasar kepada Imam Besar FPI, Rizieq Syihab ketika berada di Arab Saudi selama bertahun-tahun. Diyakini ada kelompok atau aktor yang selama ini memang menjadi donatur pergerakan FPI di Indonesia.
Jadi apa negara jika Polri diam?
Sementara itu, Mabes Polri menegaskan siap menangani kemungkinan muncul organisasi lain yang lebih berbahaya setelah Front Pembela Islam (FPI) dilarang. Polri juga menegaskan tidak akan tinggal diam.
Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komjen Agus Andrianto, menyatakan, semua aparat yang mempunyai kaitan dengan unsur keamanan memiliki tanggung jawab untuk melakukan langkah-langkah antisipasi.
“Kita sebagai aparat negara tentunya harus segera melakukan langkah-langkah termasuk langkah-langkah antisipasi perkembangan dinamika situasi di lapangan,” kata Agus dalam keterangan tertulis Jumat (1/1/2021).
Untuk diketahui Front Persatuan Islam dideklarasikan oleh sejumlah eks pentolan FPI pada Rabu (30/12/20) yang disampaikan lewat rilis pers tertulis oleh Munarman—mantan sekretaris FPI—termasuk kepada Beritasatu.com.
Sementara itu, terkait pelanggaran hukum yang dilakukan anggota FPI, Agus mencatat ada sedikitnya 94 kasus laporan polisi yang sudah ditangani dimana ada 199 tersangka yang melibatkan anggota FPI, dan ada 35 anggota FPI terlibat organisasi teroris.
Merujuk pada video orasi pimpinan—yang disebut Imam Besar FPI—Rizieq Syihab terdengar jelas pernyataan kesiapan FPI melawan setiap yang dianggap musuh dengan apa saja, baik itu senjata api, amunisi, maupun bahan peledak.
“Artinya bahwa kalau mereka punya senjata api, punya amunisi, punya bahan peledak, terus kita mau diam saja? Mau jadi apa Negara ini kalau kita diam?,” tandasnya.
Kebebasan pers tetap dilindungi
Selanjutnya, Mabes Polri kembali menjelaskan Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 Tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Penegasan khususnya poin 2d yang isinya “Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.”
Pasalnya, pers gerah dan meminta Kapolri mencabut Pasal 2d yang dinilai tak sejalan dengan semangat demokrasi dan menghormati kebebasan memperoleh informasi. Selain itu, ketentuan tersebut mengancam jurnalis dan media dengan tugas mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik.
“Dalam maklumat di poin 2d, tidak menyinggung media, sepanjang memenuhi kode etik jurnalistik, media, dan penerbitan pers tak perlu risau karena dilindungi UU Pers, kebebasan berpendapat tetap mendapat jaminan konstitusional,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangannya Minggu (3/1/21).
Dalam poin tersebut, Argo menjelaskan, yang dilarang ialah jika konten tentang FPI diproduksi dan disebarluaskan bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan ideologi negara Pancasila, mengancam NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Misalnya mengadu domba, provokatif, perpecahan, dan suku agama ras golongan (SARA), negara harus hadir untuk melakukan penindakan dan pencegahan. “Selama konten yang diproduksi dan penyebarannya tidak bertentangan dengan sendi berbangsa dan bernegara, maka itu dapat dibenarkan,” tambahnya.
Disebut Argo, Polri selama ini menjadi institusi yang aktif mendukung kebebasan pers dan Polri memiliki nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU dengan Dewan Pers. “Menjadi komitmen Kepolisian Republik Indoensia untuk tetap mendukung kerja teman-teman pers supaya bekerja sesuai Undang-Undang,” urai Irjen Argo Yuwono. (B-BS/jr)