BENDERRAnews.com, 16/9/20 (Jakarta): Sejak BP2MI melakukan berbagai gebrakan demi melindungi para pekerja migran kita, banyak perusahaan pengerah tenaga kerja di dalam maupun luar negeri mulai lebih berhati-hati mengirim pekerja kita.
Sebagaimana diberitakan sejumlah media belakangan ini, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Benny Rhamdany bersama timnya terus melakukan aksi tegas mengawal pengelolaan Pekerja Migran Indonesia (PMI) termasuk Anak Buah Kapal (ABK). Bahkan langsung menggerebek sejumlah tempat penampungan yang di antaranya diduga kuat menyalahi aturan ketenagakerjaan.
“Sebagian kasus tersebut sudah dikoordinasikan dengan instansi penegak hukum untuk ditindaklanjuti,” ungkap Benny yang memulai kiprah pergerakannya antara lain pada organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sejak dari tempat asalnya, Manado, Sulawesi Utara (Sulut).
Dampak dari beragam aksi dan gebrakan Benny (yang juga kini tetap aktif mengembangkan banyak organisasi nasional, seperti Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih/GPPMP), rupanya bergaung hingga ke luar negeri.
Dilaporkan, Taiwan menegaskan komitmen mereka untuk bekerja keras melindungi para anak buah kapal (ABK) asing. Perlindungan terhadap ABK asing itu tertuang di dalam berbagai aturan dan kebijakan pemerintah Taiwan.
Demikian disampaikan Kantor Perwakilan Ekonomi dan Perdagangan Taipei (Taipei Economics and Trade Office/TETO) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (15/9/20). Keterangan itu disampaikan terkait sejumlah pemberitaan tentang ketidakpuasan ABK asal Indonesia yang bekerja pada kapal ikan Taiwan.
“Demi menjamin hak pekerja nelayan asing, pemerintah Taiwan sudah menetapkan tata cara perizian dan manajemen nelayan asing yang bekerja di luar peraian Taiwan. Pemilik dan pelaut wajib menandatangani perjanjian yang jelas mengatur hak pelaut asing tersebut, di mana dijamin pembayaran upah minimum nelayan asing adalah US$ 450 dan pemberian asuransi kesehatan dan kematian,” tulis TETO.
Masuk 120 laporan kasus
Disebutkan, kapal ikan Taiwan menerapkan sistem bonus untuk ABK yang memiliki pengalaman serta kemampuan lebih dan bisa mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Namun, diakui, sistem ini juga memungkinkan adanya perselisihan, karena eksploitasi waktu kerja yang berlebihan.
Disebutkan, telah masuk 120 laporan kasus permasalahan upah ABK asing dari Indonesia dan kapal ikan Taiwan. Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa mayoritas kasus adalah perselisihan gaji dan waktu kerja yang berlebihan.
Berdasarkan undang-undang Taiwan, setelah melalui pemeriksaan, semua orang yang melanggar akan diberikan sanksi keras atau dihukum. Contohnya, pada 16 Maret 2020, kapal Taiwan JIN HSING CHI NO.3 terbukti melakukan kecurangan melalui agen dengan menahan gaji satu orang pelaut asing senilai US$100 setiap bulan dan tidak mebayarkan secara penuh gaji sesuai perjanjian. Pemerintah Taiwan pun menghukum lembaga agen sebesar NT$1 juta atau senilai Rp450 juta.
Selain itu, pihak berwajib yang mengelola industri perikanan Taiwan mendirikan jalur khusus penanganan keluhan dan secara berkala melakukan investigasi. Segera setelah ditemukan pelanggaran aturan dan hak para nelayan, penegakan hukum dijalankan terhadap pemilik kapal atau petugas.
Direkrut agrn di negara ketiga
Saat ini, Taiwan meregistrasi 12.983 orang ABK asal Indonesia, dua pertiga direkrut agen di negara ketiga. Cara ini sangat rapuh terhadap praktik eksploitasi ABK. Karena itu, Taiwan telah membangun lembaga perizinan, terintegrasi, menjamin tanggung jawab dan sistem evaluasi, serta mendukung peningkatan kualitas pelayanan agen. Setiap bulan pemerintah Indonesia memperbarui daftar pelaut asing dari Indonesia, pada saat yang sama kedua belah pihak menjamin bisnis struktur pertahanan ikan.
Disebutkan, secara umun, hubungan nelayan Indonesia dan pemilik kapal ikan Taiwan harmonis dan saling membantu. Pemerintah Taiwan juga sangat melindungi hak nelayan asing, karena itu hanya terjadi sedikit sekali sengketa hak pekerja asing. Sejak ditetapkannya tata cara perizian dan manajemen nelayan asing yang bekerja di luar peraian Taiwan, nelayan asing memperoleh perlidungan yang efektif, sehingga kasus jauh berkurang.
“Taiwan akan untuk terus berkerja sama dengan Indonesia dengan bersama-sama mempromosikan manajemen kapal ikan yang baik dan perlindungan hak para nelayan,” tulis TETO.
Pemerintah Taiwan menyediakan jalur aduan untuk ABK Indonesia yang merasa diperlakukan tidak adil, yaitu pada nomor +886-2-8073-3141 kepada petugas yang berwenang di Taiwan dan nomor +62-21-515-3939 kepada kantor perwakilan Taiwan di Indonesia. (B-BS/jr)