BENDERRAnews.com, 26/6/20 (Jakarta): Kini muncul beragam respons dari yang ‘cool’ hingga bernada tinggi pasca-peristiwa pembakaran bendera PDI Perjuangan.
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, peristiwa pembakaran bendera partainya mengingatkan pihaknya kembali pada peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) 27 Juli 1996. Di mana pijakan moral lewat proses hukum ditempuh dan akhirnya mendapat dukungan rakyat.
“PDI Perjuangan kembali menegaskan, bahwa jalur hukum selalu ditempuh partai meski partai sering di kuyo-kuyo, dikepung dan dipecah belah dengan stigma lama,” kata Hasto, Jumat (26/6/20).
Dia menceritakan, ketika konsolidasi dilakukan pasca-peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, ada yang mengusulkan untuk melakukan perlawanan terhadap rezim. Namun Ketua Umum Megawati Soekarnoputri mengambil langkah yang mengejutkan, yakni membentuk Tim Pembela Demokrasi dan melakukan gugatan di lebih dari 267 kabupaten/kota.
Saat itu pun, lanjut Hasto, ada yang memprotes langkah hukum tersebut mengingat seluruh kekuasaan hukum dan kehakiman tunduk pada pemerintahan otoriter yang antidemokrasi.
“Dan saya ingat betul bagaimana Ibu Megawati menegaskan dengan penuh keyakinan. Masa di antara lebih dari 267 kabupaten/kota tidak ada satu pun hakim, atau jaksa atau polisi yang tidak punya hati nurani? Begitu kata Ibu Megawati,” jelas Hasto.
“Keyakinan beliau terbukti, seorang hakim yang bernama Tobing di Riau memenangkan gugatan PDI dan Posko Gotong Royong berdiri spontan. Inilah cermin dukungan rakyat. Itulah esensi kekuatan moral,” kata Hasto lagi.
Atas dasar keyakinan yang sama itulah maka kini, menghadapi pembakaran bendera partainya, PDI-P menempuh jalan hukum.
Hal itu sudah ditegaskan, baik oleh Megawati lewat Surat Perintah Harian, maupun di dalam pernyataan Hasto sebelumnya.
Kata Hasto, PDI-P memandang Indonesia merupakan milik semua. Bukan milik sekelompok orang. Presiden Jokowi Wapres dan KH Ma’ruf Amin merupakan pemimpin yang selalu berdialog serta mendengarkan aspirasi rakyat.
“Serangan ke PDI Perjuangan punya tujuan lebih jauh, mengganggu pemerintahan Pak Jokowi. Untuk itu PDI Perjuangan menegaskan, bahwa dialog dan musyawarah kita kedepankan, namun jangan uji kesabaran revolusioner kami,” ulas Hasto.
Nasionalis-Soekarnois
Selanjutnya diyakinkannya, kader partai itu akan berada di dalam satu komando yang sama.
“Seluruh anggota dan kader partai itu satu komando. Kami Nasionalis-Soekarnois yang selalu berjuang untuk bangsa dan negara. Kami dididik untuk mencintai negara ini lebih dari segalanya dan membangun persaudaraan sebagai saudara sebangsa dan setanah air, untuk Indonesia yang satu,” kata Hasto.
Karena itu, seluruh kader partai terus berdisiplin dan mengedepankan semangat persaudaraan dan rekonsiliasi.
Hal itu sebagaimana ketika Megawati menyerukan agar “Stop Hujat Pak Harto” di saat pemimpin Orde Baru itu turun dari kekuasaan.
“Meski rakyat tahu, bagaimana keluarga Bung Karno selalu dipinggirkan, namun rakyat selalu menempatkan sosok Bung Karno sebagai sosok pembebas, Proklamator dan Bapak Bangsa Indonesia,” ujar Hasto.
“Bagi PDI Perjuangan, politik itu menebar kebaikan, dan membangun optimisme. Prioritas utama kami saat ini adalah membantu rakyat akibat Covid-19,” demikian pria kelahiran Yogyakarta itu. (B-BS/jr)