BENDERRAnews, 16/1/19 (Jakarta): Aturan penerimaan murid dan siswa baru berdasarkan sisitem zonasi segera diterapkan ketat pada 2019 ini.
Terkait itu, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tahun ajaran 2019/2020.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy menegaskan, PPDB tahun 2019 merupakan bentuk peneguhan dan penyempurnaan dari sistem zonasi yang sudah dikembangkan.
“Jika selama ini penyelesaian masalah pendidikan menggunakan pendekatan yang sifatnya makro, dengan sistem zonasi akan diubah menjadi mikro sehingga penyelesaian masalah-masalah yang ada akan berbasis zona. PPDB itu hanya salah satu saja. Nanti termasuk distribusi dan kualitas guru, sarana dan prasarana, hampir semuanya akan kita selesaikan. Termasuk program wajib belajar 12 tahun itu nanti menggunakan basis zonasi ini,” ujar Muhadjir dalam Taklimat Media tentang PPDB 2019 di Gedung Kemdikbud, Jakarta, Selasa (15/1/19).
Tiga jalur
Sebagaimana dilansir Suara Pembaruan, Muhadjir menambahkan, secara umum, tidak terdapat perbedaan signifikan antara Permendikbud Nomor 51 Tahun 2019 dengan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang mengatur PPDB pada tahun ajaran sebelumnya.
Dijelaskan, pada tahun ajaran baru mendatang, PPDB dilaksanakan melalui tiga jalur, yakni zonasi kuota minimal 90 persen, prestasi kuota maksimal lima persen, dan perpindahan orangtua peserta didik kuota maksimal lima persen.
Muhadjir berharap terjadi perubahan pola pada PPDB 2019 ini. Sekolah dan lembaga pendidikan didorong semakin aktif mendata anak usia sekolah di zona masing-masing.
“Kita harapkan terjadi perubahan pola penerimaan peserta didik baru yang dari siswa mendaftar ke sekolah, menjadi sekolah yang pro-aktif mendata atau mendaftar siswa, atau calon peserta didiknya. Karena itu, Kemdikbud berusaha untuk meningkatkan kerja sama dengan Kemdagri, terutama Direktorat Jenderal Kependudukan dan catatan sipil. Karena basis siswa itu sebetulnya dari data kependudukan,” tuturnya seperti juga ditayang ‘BeritaSatu.com’.
Selanjutnya, mantan rektor Universitas Muhammadiah Malang (UMM) ini optimis PPDB 2019 ini akan berjalan dengan baik. Pasalnya, regulasi PPDB untuk tahun ajaran 2019/2020 ini terbit lima bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Dengan demikian, pemerintah daerah(Pemda) dapat menyiapkan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) dengan lebih baik, dan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan sosialisasi kepada sekolah dan masyarakat.
Muhadjir mendorong sekolah untuk pro aktif dan menjalin kerja sama dengan dinas setempat. Pasalnya, dalam Permendikbud PPDB tidak diatur hal teknis tentang juklak dan juknis, tetapi hanya petunjuk bagaimana melakukan pendataan PPDB.
“Nanti akan kita tindaklanjuti, ada surat edaran kepada daerah, hal-hal yang harus dimasukkan ke dalam juknis, yang belum tercantum di dalam Permendikbud,” kata Muhadjir.
Sistem pengawasan
Sementara itu, terkait dengan sistem pengawasan, Muhadjir menyebutkan, pengawasan terhadap pelaksanaan PPDB wajib dilakukan oleh semua pihak, khususnya Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Untuk itu, ia meminta agar pemda dapat memastikan sekolah terhindar dari praktik jual beli kursi atau titipan, ataupun tindakan pelanggaran lain yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Dalam hal ini, bilamana terdapat unsur pidana seperti pemalsuan dokumen maupun praktik korupsi, maka Kemdikbud mendorong agar dapat dilanjutkan ke proses hukum.
Terkait sanksi, Muhadjir menuturkan, dalam Permendikbud tidak diatur sanksi, tetapi semua dinas pendidikan akan didampingi untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan untuk memastikan termasuk identifikasi kesulitan daerah tertentu. Pasalnya, PPDB ini menjadi masalah di kota-kota besar.
“Untuk kasus PPDB di kota besar perlu pengawalan khusus karena antara daya tampung dengan jumlah lulusan tidak seimbang, makanya untuk kota besar harus ada alternatif ke sekolah swasta atau sekolah baru,”ujarnya.
Ia juga menyebutkan, hasil evaluasi PPDB tahun ajaran 2018/2019 menemukan beberapa masalah. Salah satunya muncul temuan surat keterangan tidak mampu (SKTM) palsu. Dalam hal ini, munculnya SKTM yang dipergunakan oleh oknum orang tua agar anaknya diterima pada sekolah incarannya.
Mengantisipasi kejadian serupa, Muhadjir mengatakan, salah satu hal yang diubah dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 ini adalah meniadakan penggunaan SKTM bagi peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu.
“Tahun ini kondisi kemampuan ekonomi keluarga peserta didik dibuktikan dengan keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah/pemda,”ujar Muhadjir Effendy. (B-SP/BS/jr)