BENDERRAnews, 28/11/18 (Manado): Petani kelapa Sulawesi Utara merana, ‘coco economy’ Sulawesi Utara terganggu, akibat anjloknya harga jual komoditi kopra.
Para petani pun bergejolak, ada ribuan perwakilan mereka meneriakkan tuntutan perbaikan nasib, seperti dilakukan Asosiasi Petani Kelapa di Minahasa Selatan (Minsel) dan Minahasa Tenggara (Mitra) yang datang ‘menduduki’ sebuah pabrik minyak kelapa di Amurang.
Kalangan industri agaknya juga bingung, belum bisa berbuat banyak. Sementara para pakar, akademisi dan pihak yang bisa dimintai ‘penjelasan’ serta ‘hikmat solusi’ pada berbeda opini. Apalagi kalangan politisi dan legisator, yang tengah sibuk urus kampanye.
Ya, semua ‘stake holders’ belum menemukan keputusan untuk mengatasi situasi pelik yang sesungguhnya selalu datang pada masa tertentu, dan kaum tani paling jadi korban utamanya. Demikian benang merah simpulan dari sejumlah diskusi terbatas di lingkup DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) ihwal ‘ekonomi kelapa’ (coco economy) Sulawesi Utara, yang lebih separuh petaninya berjuang di sub sektor perkebunan kelapa, sejak era pra kemerdekaan RI. (Kini DPP GPPMP juga tengah siapkan Diskusi Publik ihwal coco economy itu, dengan menghadirkan ‘stake holders’ berkompeten lagi kredibel, Red).
“Ekonomi kelapa ini sesungguhnya terbilang sangat sensitif dan anat menyentuh denyut nurani rakyat Sulawesi Utara (Sulut) yang daerahnya berjuluk ‘Bumi Nyiur Melambai’. Bahkan akibat sensitifnya ‘ekonomi kelapa’, telah memicu pergolakan bersenjata paling lama di republik ini di era Bung Karno (1957/58 – 1960/61), yang dikenal dengan “Peristiwa Permesta”,” tulis Jeffrey Rawis dalam bukunya “Orang Manado: Mitos, Legenda, Citra, Gaya & Canda” (2007, edisi terbatas, Jakarta).
“Dan asal tahu saja, pergolakan bersenjata Permesta oleh Alex Kawilarang, Joop Warouw, Ventje Sumual dkk (para Komandan Divisi/Panglima Kodam yang pulang kampung karena panggilan spirit bela kepentingan rakyat kelapa, Red), tidak pernah mampu dikalahkan ‘tentara pusat’ yang dikirim ke Tanah Minahasa. Nanti setelah para tokoh Permesta ini akhirnya mau mengakhiri ‘perang’ alias turun gunung, berunding, barulah pergolakan selesai, dan para pentolan itu semuanya diberi abolisi, bahkan banyak yang dapat fasilitas (kendati banyak pula menolak), karena “Perjuangan Rakyat Semesta” (Permesta) dinyatakan bukan sebagai ‘pemberontakan” oleh Bung Karno yang datang hingga Tomohon, tapi lebih karena menuntut otonomi daerah (terutama dalam hal alokasi devisa otomatis/ADO kopra, Red), menentang komunisme, dan mendesak NKRI kembali ke ideologi Pancasila dengan laksanakan UUD 1945. Tri tuntutan ini telah dijawab oleh tiga rezim di era berbeda (zaman Sukarno/Dekrit Presiden, zaman Soeharto/pembubaran PKI, zaman reformasi/otonomi daerah),” demikian cuplikan lain dari buku itu.
Tegasnya, demikian buku tersebut (yang sedang diupayakan dielaborasi lagi untuk diterbitkan, Red), yakni, semuanya berawal dari kisruh kelapa. Khususnya kopra rakyat yang semula bisa langsung diekspor menggunakan sejumlah armada niaga Eropa, tapi kemudian devisanya ‘dipreteli’, dan sebagian besar dipakai bangun properti raksasa pertama berujud ‘kawasan Kebayoran Baru”, Jakarta Selatan. Inilah yang bikin marah Orang Minahasa, karena seperti kasus Cengkih (dananya banyak dipakai ‘pusat’, di antaranya bangun Taman Mini Indonesia Indah, Red), uang kopra tersedot lebih banyak ke ‘sentra kekuasaan’, sedikit saja yang ‘menetes’ balik ke asal daerahnya.
Lalu bagaimana ‘kita’ semua kini menyikapi situasi anjloknya harga beragam komoditas asal kelapa?
Delegasi Pemprov berjuang ke Belanda
Syukur, di tengah situasi itulah (sehingga belum memicu langkah agresif lebih dahsyat, Red), Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara melakukan berbagai hal, yakni demi mengembalikan kejayaan harga kopra khususnya.
Adapun langkah yang dilakukan Pemprov Sulut, seperti dirilis Humas Pemda Sulut, yaitu dengan mengutus Wakil Gubernur (Wagub), Steven Kandouw bersama sejumlah pejabat esselon II terkait untuk memperjuangkan harga kopra hingga ke Negeri Belanda.
“Anjloknya harga kopra telah disampaikan Wagub Steven Kandouw langsung kepada Wakil Duta Besar RI untuk Belanda, Fikry Casidi di Kantor Kedutaan Besar RI (KBRI) di Den Haag, Senin (26/11/18),” demikian rilis itu.
Menanggapi aspirasi masyarakat daerah Nyiur Melambai khususnya petani kelapa, Wakil Dubes RI Fikry Casidi menjelaskan, sejak beberapa bulan terakhir produk kopra yang masuk ke Belanda mengalami penurunan signifikan dan ini menjadi fenomema secara global.
Lakukan ‘market intelligent’
Oleh karenanya, pihak KBRI akan melaksanakan market intelilgent terhadap beberapa produk Indonesia yang mengalami fluktuasi harga tersebut.
“Global price untuk harga kelapa dan sawit mengalami penurunan cukup signifikan. Kedutaan RI di Belanda akan melaksanakan economic intelligent untuk mencari solusi pelemahan harga ekspor kelapa dan komiditi lainnya yang mengalami trend penurunan secara global”, kata Steven Kandouw yang juga Ketua Dewan Pembina DPP GPPMP Sulut.
Ditambahkan, jika solusi ditemukan, Negeri Belanda segera mungkin akan membantu Indonesia dalam mengembalikan harga jual kopra.
Dalam kunjungan tersebut Wagub bersama rombongan juga melakukan studi capacity building yang dirangkaikan dengan agenda interfaith dialogue.
Wakil Gubernur Steven Kandouw berharap, capacity building dalam konteks pembangunan dewasa ini, tidak ada tujuan lain selain untuk menciptakan tata kepemerintahan baik atau yang lebih dikenal dengan good governance. Juga menciptakan kondisi kepemerintahan yang dicita-citakan semua pihak dan mampu menjawab persoalan-persoalan dunia saat ini. Demikian Humas Provinsi Sulut yang dilansir ‘rri.co.id’.
‘New Deal’ gaya OD-SK
Selain langkah cukup positif di atas, Tim ‘BENDERRAnews’ dan ‘SOLUSSInews’ mendapat informasi dari beberapa media di Sulut, adanya semscam pendekatan baru atsu racikan terkini untuk mengembalikan kejayaan kelapa, yang okeh redaksi dijuluki “New Deal” gaya OD-SK.
New Deal dari Pemerintahan Gubernur Olly Dondokambey (OD) dan Wagub Steven Kandouw (SK) itu, yakni:
1. Menggelar pertemuan seluruh propinsi dan kabupaten penghasil kelapa dengan asosiasi pengusaha kelapa se-Indonesia di Sulut selama lima hari, dihadiri juga Asosiasi Kelapa Internasional,
2. Membawa aspirasi rakyat petani kelapa ke Pemerintah Pusat, dan Presiden Joko Widodo sudah merespon dengan kebijakan ‘Minyak Nabati’ (Sawit dan Kelapa) untuk dibuat Solar B20 di tahun anggaran 2019,
3. Sulut akan galakkan kembali pengunaan Minyak Kelapa untuk minyak goreng,
4. Pemerintahan OD-SK telah mengajak unvestor untuk industri kelapa terpadu di Sulut,
5. Pemerintah dan Balitka/Balirpama Manado bekerja sama dengan LIPI sementara membangun Loboratorium Kelapa di Mapanget.
Mari kita dukung bersama, dengan semangat ‘maupus-upusan, manggenang-genangan, masawang-sawangsn, matombol-tombolan, maesa-esaan, Si Tou Timou Tumou Tou, Pakuta’an wo Pakalowiren cita imbaya. I yayat u santi!!! (B-RRI/jr)