BENDERRAnews, 28/8/17 (Jakarta): Pengungkapan sindikat penyedia jasa konten kebencian Saracen oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri menegaskan meningkatnya turbulensi kebencian atas sesama dalam dinamika sosial politik setahun terakhir ini merupakan by design.
“Situasi sosial yang rentan, kelompok intoleran yang eksis dan berpengaruh, hasrat berkuasa dengan menggunakan segala cara, membuat kelompok Saracen mendapatkan ceruk pasar yang luas. Kebencian ini by design,” ujar Ketua Setara Institute, Hendardi di Jakarta, Senin (28/8/17).
Pekerjaan kelompok Saracen, menurutnya, merupakan kejahatan serius karena implikasi yang ditimbulkan dari konten kebencian, yakni ketegangan sosial, konflik, diskriminasi, xenophobia dan kekerasan. Bahkan pertemuan kelompok ini dengan para avonturir politik yang berkeliaran di republik ini, jika dibiarkan menurut dia bisa mengarah pada genosida.
“Keberhasilan Direktorat Siber, sebuah direktorat baru yang dibentuk pada Maret 2017, diharapkan dapat berkontribusi mengurangi dan terus mencegah konten-konten kebencian di masa depan,” tambahnya.
Pencegahan konten kebencian, lanjutnya bukan hanya untuk mendukung pelaksanaan agenda politik pada musim Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Tetapi yang utama untuk pencegahan kebencian, diskriminasi dan kekerasan. Meski demikian, kata dia pengungkapan Saracen hanya salah satu cara yang diharapkan mampu memulihkan ruang publik yang lebih toleran.
“Hal utama lain yang harus dilakukan adalah menghadirkan teladan elit, membangun kebijakan yang kondusif bagi promosi toleransi dan keberagaman, serta penegakan hukum yang adil atas setiap praktik intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan yang berpusat pada kebencian atas dasar apa pun,” demikian Hendardi seperti dilansir ‘BeritaSatu.com’.
Apresiasi MUI
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa’adi memberikan apresiasi kepada Polri yang telah berhasil meringkus tiga tersangka terkait kasus sindikat saracen yang menyebarkan ujaran kebencian atau hate-speech dan SARA.
Diketahui, sindikat saracen adalah kelompok yang diduga melakukan penyebaran ujaran kebencian di media sosial dengan membuat propaganda melalui meme-meme bermuatan kebencian dan SARA. Kemudian meme-meme tersebut disebar ke grup-grup baru yang dbuat oleh tersangka.
“Perbuatan tersangka di samping bertentangan dengan hukum positif, juga tidak dibenarkan secara syariah dan haram hukumnya. Hal tersebut sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial,” ujar Zainut di Jakarta, Senin (28/8/17).
Dalam Fatwa MUI, kata Zainut disebutkan bahwa setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan. MUI juga, kata dia mengharamkan aksi bullying, ujaran kebencian serta permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan.
“Haram pula bagi umat Muslim yang menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, apalagi dengan tujuan jahat,” tandasnya.
Selain itu, lanjut Zainut, MUI juga melarang kegiatan memproduksi, menyebarkan dan-atau membuat dapat diaksesnya konten maupun informasi yang tidak benar kepada masyarakat. Aktivitas buzzer seperti kelompok saracen di media sosial yang menyediakan informasi berisi hoax, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, kata dia hukumnya haram.
“Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya,” jelas dia.
Dengan ditangkapnya tiga tersangka kelompok saracen, dia meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas seluruh jaringannya, termasuk para penyandang dananya.
“MUI meminta para pelaku dan penyandang dana diberikan hukuman yang berat untuk memberikan efek jera kepada mereka,” demikian Zainut Tauhid Sa’adi. (B-BS/jr)