BENDERRAnews, 5/7/17 (Bandung): Torehan prestasi spektakuler dibuat dua mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan alias Unpar, Bandung, yakni Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari.
Dilaporkan, Fransiska dan Mathilda yang tergabung dalam ‘The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition’ Mahitala-Unpar (WISSEMU) akhirnya menapakkan kaki di puncak Gunung Denali, Alaska.
Gunung ini merupakan puncak tertinggi di Amerika Utara.
Tak pelak lagi, putri Indonesia berdarah Minahasa (Kawanua) ini tercatat sebagai pendaki salah satu puncak tertinggi di dunia.
Pencapaian itu mereka tandai dengan mengibarkan bendera Merah Putih dan membunyikan angklung di puncak berketinggian 6.190 meter di atas permukaan laut (mdpl) pada Minggu (2/7/17) pukul 22:40 WIB atau Sabtu (1/7/17) pukul 19:40 waktu setempat.
Ekspedisi bertajuk ‘BRI WISSEMU Reaching Denali Summit’ itu dimulai sejak tanggal 19 Juni 2017 lalu.
Juru bicara tim WISSEMU, Nadya A Pattiasina, mengatakan, kabar gembira itu datang dari salah satu pendaki, Fransiska Dimitri Inkiriwang lewat telepon satelit.
“Terima kasih doanya semua teman-teman di Indonesia, perjalanan kita masih jauh, mohon terus doanya. Ini semua kami persembahkan untuk persatuan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika!” kata Nadya menirukan omongan Fransiska dalam surat elektroniknya yang diterima, Senin (3/7/17) awal pekan ini.
Mendaki 13 hari
Pendakian Fransiska dan Mathilda Dwi Lestari, yang keduanya baru berusia 23 tahun memakan waktu 7 jam 40 menit menuju puncak dari high camp di ketinggian 5.242 mdpl. Mereka menempuh perjalanan 4,01 kilometer dengan elevasi 901 meter.
Nadya memaparkan, pendakian keduanya berlangsung dalam cuaca cerah dan suhu di bawah 30 derajat celcius.
Total waktu pendakian ini mencapai 13 hari. Tim menghabiskan waktu paling lama atau sekitar delapan hari di antara Camp 2 (3.413 mdpl) dengan Camp 3 (4.328 mdpl).
Proses pendakian menggunakan sistem load and carry untuk meringankan beban dan mempercepat pergerakan tim. Cara ini juga dapat membantu proses aklimatisasi atau penyesuaian tubuh dengan cuaca di sana. Apalagi lapisan udara di sana menjadi semakin tipis saat mendekati puncak gunung.
“Musim pendakian Denali kali ini merupakan musim yang sulit karena cuaca dari awal musim terus dihantam hujan salju dan badai,” terang Nadya sembari menambahkan tim sempat terkena whiteout atau kehilangan jarak pandang akibat hujan salju yang mengaburkan horizon. Demikian diberitakan ‘Suara Pembaruan’. (B-SP/BS/jr)