Bekasi-CS, 17/3/17 (BENDERRA/SOLUSSI): Tegas dan konsisten. Itulah Rahmat Effendi, sosok Walikota Bekasi yang kembali menegaskan komitmennya untuk memastikan seluruh warga kota mendapatkan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Dinyatakannya, Kota Bekasi memiliki daya tarik tersendiri karena masyarakatnya yang memiliki latar belakang yang berbeda.
Karenanya, keberagaman yang ada harus selalu dijaga sebagai salah satu aset dalam pembangunan.
“Bekasi adalah kota yang heterogen, tentunya memiliki daya tarik tersendiri. Laju pertumbuhan Bekasi pun menjadi cukup baik. Keberagaman dan kearifan lokal adalah aset untuk membangun suatu daerah,” ujar Rahmat saat berbicara di Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (16/3/17) kemarin.
“Merangkul semua kepercayaan adalah penting untuk membangun Kota Bekasi,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Rahmat menceritakan upaya yang dia lakukan saat terjadinya penolakan sekelompok masyarakat terkait pembangunan Gereja Katolik Santa Clara.
Tolak cabut
Saat itu dengan tegas dia menolak untuk mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Santa Clara yang menjadi tuntutan kelompok itu.
Kelompok itu menuding pembangunan gereja Santa Clara merupakan salah satu bentuk ‘kristenisasi’ di Kota Bekasi.
“Saya menolak dengan tegas saat itu. Saya bilang di depan mereka, lebih baik kepala saya ditembak daripada saya harus mencabut IMB gereja itu. IMB itu sudah sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Rahmat.
Rahmat menuturkan, selama dia menjabat sebagai Walikota, Bekasi harus menjadi kota yang toleran dan damai.
Dengan demikian, pemikiran masyarakat soal mayoritas dan minoritas harus dihilangkan.
“Kota Bekasi harus menjadi toleran dan damai, kota tanpa mayoritas dan minoritas,” ujarnya.
Penghargaan HAM
Rahmat Effendi menjadi salah seorang dari tiga walikota yang mendapat penghargaan dari Komnas HAM, karena dinilai mampu menjaga kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Berdasarkan pernilaian Komnas HAM, Rahmat Effendi berhasil menyelesaikan masalah empat gereja yang sebelumnya ditolak oleh sebagian warga, yakni Gereja Santa Clara, Gereja Galilea, Gereja Kalamiring dan Gereja Manseng.
Selain itu, Rahmat dianggap memiliki ketegasan untuk tidak mencabut IMB keempat gereja tersebut, karena proses perizinan yang dilakukan telah sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Sikap ini telah membuktikan bahwa ketegasan dan keberanian Walikota Bekasi dapat menjadi solusi terhadap sikap intoleran dari sebagian masyarakat,” kata Koordinator ‘desk’ Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM, Jayadi Damanik, sebagaimana dilansir ‘Tribunnews.com’.
Segera ‘diputihkan’Sementara itu, ratusan rumah ibadah yang berada di bangunan rumah pertokoan (Ruko) segera diputihkan soal perizinannya oleh Pemerintah Kota Bekasi. Syaratnya, seluruh bangunan gereja itu harus berusia 18 tahun ke atas.
“Kan sudah belasan tahun bangunan itu berdiri. Jadi tidak ada masalah bila diputihkan izinnya,” kata Walikota Bekasi Rahmat Effendi usai menerima penghargaan perlindungan hak kebebasan beragama dari Komnas HAM, pada Kamis, 16 Maret 2017 kemarin.
Saat ini, syarat pendirian rumah ibadah sebenarnya harus memiliki 90 jamaat di lingkungan rumah ibadah yang akan dibangun. Dan jumlah itu, lanjut Rahmat, sudah memenuhi unsur syarat tersebut.
“Tinggal keberanian pemerintah daerah menjamin perbedaan itu atas warganya,” ujarnya.
Rahmat mengatakan, pendirian gereja yang resmi di Kota Bekasi hanya 70 gereja dan sisanya berdiri di rumah pertokoan karena belum mengantungi izin dari daerah tinggalnya.
“Totalnya sangat banyak, yakni mencapai 360 rumah ibadah,” ujarnya.
Dia menambahkan, jumlah masyarakat nonmuslim di Kota Bekasi mencapai 15 persen. Namun, hampir seluruh kecamatan sudah hidup berdampingan dengan segala perbedaan.
“Kita mewujudkan ini sudah dari 2009 lalu. Kita sudah buat majelis umat di tiap-tiap kecamatan,” ucapnya. Rencananya, ada beberapa rumah ibadah yang segera diputihkan izinnya.
Rahmat mengaku, rumah ibadah itu berada di kecamatan Bekasi Barat. “Karena sudah belasan tahun rumah ibadah itu berdiri. Dan sampai sekarang tidak ada masalah dengan warga setempat. Bisa saja kita putihkan izinnya nanti,” ucapnya.
Sekretaris Komisi 1 DPRD Kota Bekasi, Solihin mengatakan, pemutihan pendirian rumah ibadah harus melakukan kordinasi dengan majelis umat yang dibentuk di tiap-tiap kecamatan. “Tidak bisa asal keluarkan izin begitu saja, harus melihat dan mendengar rekomendasi majelis umat,” ucapnya.
Solihin menambahkan, pemberian anugerah Kota Bekasi sebagai kota yang menghargai perbedaan, harus melakukan koreksi. Sebab, masih banyak kalangan minoritas yang butuh perhatian. “Salah satunya yang masih menempatkan ruko sebagai rumah ibadah,” demikian Solihin, sebagaimana diulas ‘Sindonews’ dan diolah Tim ‘BENDERRAnews’ serta ‘SOLUSSInews’ untuk ‘Cahayasiang.com’. (Tim)