BENDERRAnews, 4/1/18 (Teheran): Laporan terkini dari sumber yang layak dipercaya menyebutkan, jumlah korban jiwa dalam aksi demonstrasi antipemerintah di Iran bertambah menjadi 21 orang pada Selasa (2/1/18).
Dan di saat Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei menuduh musuh-musuh asing sebagai dalang unjuk rasa, pejabat Iran terpecah belah.
Dilaporkan, para pejabat Iran tampaknya terbelah mengenai alasan di balik demonstrasi anti-pemerintah yang mengguncang negara tersebut. Mereka berbeda pendapat soal siapa para demonstran dan bagaimana mengurangi kerusuhan.
Di situs resmi, Khamenei menuduh musuh-musuh asing yang mengobarkan demonstrasi. “Dalam beberapa hari, musuh-musuh Iran menggunakan alat yang berbeda termasuk uang, senjata, politik dan intelijen untuk menciptakan masalah bagi Republik Islam,” katanya.
Pejabat senior Iran lainnya, telah meremehkan dugaan peran kekuatan asing dalam demonstrasi yang dimulai di Masyhad, kota terbesar kedua di Iran. Dari Masyad, demonstrasi antipemerintah menyebar dengan cepat.
Pada Sabtu (31/12/18), demonstrasi tersebut akhirnya menjalar ke ibu kota, Teheran. Bentrokan antara pemrotes dan polisi anti huru hara terjadi di sekitar universitas utama.
Presiden reformis Hassan Rouhani telah mengidentifikasi keputusasaan ekonomi sebagai fondasi kerusuhan. “Kami tidak memiliki tantangan yang lebih besar daripada pengangguran. Perekonomian kita memerlukan operasi korektif yang besar,” ujar Rouhani membuat pengakuan.
Unjuk rasa antipemerintah kali ini menjadi tantangan paling signifikan bagi kepemimpinan ulama Iran sejak 2009. Pada saat yang sama, pihak berwenang justru menggunakan tindakan keras untuk menghancurkan “gerakan hijau” pro-demokrasi.
Di sejumlah wilayah Iran, kantor polisi dan kantor pemimpin salat Jumat diserang. Bangunan Kementerian Kehakiman dibakar di kota Karaj, dan di Arak, kantor gubernur dikuasai demonstran.
Rusuh dan jatuh korban
Dilaporkan pula, aksi demonstrasi sebagai wujud ketidakpuasan rakyat meluas di seluruh wilayah Iran dan berbuntut pada kerusuhan.
Serangan terhadap bangunan pemerintah dan fasilitas publik terjadi di banyak tempat. Hingga Senin (1/1/18) waktu setempat, jumlah korban tewas terkait demonstrasi sudah mencapai 13 orang.
Kota Teheran juga mengalami demonstrasi yang relatif kecil. Namun itu bukan berarti kondisi yang lebih baik. Warga yang bersimpati mengeluhkan masalah ekonomi yang mendorong kerusuhan tersebut.
“Hidup benar-benar sulit, harga tinggi benar-benar membuat saya tertekan, suami saya adalah pegawai pemerintah tapi gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kita,” kata Farzaneh Mirzaie, perempuan berusia 42 tahun yang berstatus ibu dua anak.
“Rouhani mengatakan bebas bagi orang untuk melakukan protes tapi kami takut berbicara. Bahkan sekarang, saya sebenarnya takut berbicara dengan Anda,” tambah Sarita Mohammadi, guru berusia 35 tahun.
Pihak berwenang telah mengkonfirmasi lebih dari 400 penangkapan sejak pecahnya kerusuhan, yang sekitar 100 orang telah dibebaskan. Setelah keheningan awal, media pemerintah telah menunjukkan beberapa cuplikan demonstrasi. Tayangan berfokus pada pemuda yang menyerang bank dan kendaraan, satu serangan di balai kota di Teheran dan gambar seorang pria yang membakar bendera Iran.
Rouhani mulai berkuasa pada tahun 2013 dan berjanji untuk memperbaiki ekonomi serta mengurangi ketegangan sosial. Namun biaya hidup semakin tinggi dan tingkat pengangguran 12 persen telah membuat banyak orang merasa bahwa kemajuannya terlalu lambat.
“Kami tidak memiliki masalah lebih besar dari pada pengangguran, ekonomi kita butuh operasi Kita semua harus berdiri bersama,” ujar Rouhani.
Pada 2009, pihak berwenang dengan kejam meredam aksi demonstrasi saat Mahmoud Ahmadinejad mencalonkan diri pada pemilihan presiden untuk kedua kalinya. Sedikitnya 36 orang tewas pada 2009, sementara pihak oposisi mengatakan 72 orang meninggal. Demikian ‘Suara Pembaruan’. (B-SP/BS/jr)