BENDERRAnews, 30/11/17 (Jakarta): Kekayaan alam yang berada di Indonesia Bagian Barat mulai habis. Karenanya dipastikan, masa depan Indonesia secara ekonomi berada di kawasan Timur Indonesia atau Indonesia Timur.
“Untuk itu, orang-orang yang berada di Indonesia Timur agar segera bangkit dan memulai mengelola kekayaan alam yang dimiliki. Jangan sampai orang asing yang menguasai,” kata mantan Wakil Menteri Perindustrian, Alex Retraubun, dalam sambutannya saat peluncuran buku “Maluku: ‘Staging Point’ RI Abab 21” karya Komarudin Watubun di Jakarta, Selasa (28/11/17).
Sementara itu, dalam buku “Menjahit Laut Yang Robek: Archipelago State Indonesia” (Jeffrey Rawis, 2006), secara gamblang dipaparkan, selain faktor sumber kekayaan alam, serta potensi bahari luar biasa, Indonesia Timur pun memiliki keuntungan strategis dalam posisi geografi dunia.
Dengan mengangkat pandangan visioner Dr Gerungan Semuel SY Ratulang) Oom Sam Ratulangi, dalam bukunya “Indonesia In The Pasific, 1938, Red), Jeffrey Rawis menunjuk secara meyakinkan keuntungan posisi strategis dalam geo politik maupun geo ekonoi dunia Indonesia Timur, karena berada di teritori ‘Pasifik Basin’ (mangkok Pasifik), pusat percaturan global kini serta masa depan.
“Dan karenanya, sudah sangat tepat Bitung sedang gencarnya dikembangkan sebagai Indonesia Main Port (IMP) atau International Hub Port (IHP), sebagai ‘Gerbang Nusantara ke dan dari Pasifik’, karena kedekatannya dengan pintu-pintu ekononomi raksasa dunia saat ini: Shanghai beberapa IHP di Tiongkok), Tejon juga beberapa IHP Korea, Taiwan serta Jepang.”
Biaya logistik tinggi (dalam konteks ekspor impor Indonesia yang selama ini menggunakan ‘Port of Singapore’. PSA), akan sangat terpangkas, karena jarak lebih dekat (perhitungan terkini menyebutkan, jika ekspor impor dilakukan dari Bitung ke IHP-IHP utama di Pasifik itu, akan memotong jarak lebih 60 persen, tentu dengan keuntungan terjadinya efisiensi biaya logistik, yang otomatis menjadikan produk kita semakin bersaing di pasar global, Red).
Presiden Joko Widodo dengan konsep Indonesia Poros Maritim Dunia, pantas menjadikan beberapa pelabuhan internasional di wilayah luar Indonesia (selain Bitung, juga Kualanamu dan Batam, Red), karena kapal-kapal kargo raksasa bertonase di atas 100.000 Teus yang menjadi ciri angkutan pelayaran global kini serta nanti, enggan memasuki wilayah perairan dalam dengan resiko kandas, atau masalah ‘cost’.
Kelola kekayaan maritim
Sementara itu, Alex Retraubun mengatakan, dari tujuh Presiden Indonesia hanya tiga yang berusaha mengelola kekayaan kelautan (maritim), yakni Presiden RI pertama Ir Soekarno, Preiden keempat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Disebutnya lagi, langka dan tindakan paling bagus dimulai sejak Gus Dur yakni membuka kementerian baru, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Karena itulah saya dan banyak orang memberi gelar untuk Gus Dur sebagai Bapak Kemaritiman atau Kelautan Indonesia,” kata guru besar dari Universitas Pattimura ini.
Ia menambahkan, langkah dan tindakan nyata serta bagus lagi yakni zaman Jokowi. “Dari tujuh misi Jokowi tiganya bicara soal kemaritiman. Ini luar biasa. Memang benar sebagian besar kekayaan alam kita ada di laut,” ujarnya.
Alex menambahkan, sebagian besar kekayaan alam di Indonesia berada di Indonesia Timur. Namun sayang, kata dia, kemiskinan tertinggi justru berada di kawasan Timur Indonesia. Ia menegaskan, provinsi termiskin pertama adalah Papua, termiskinan kedua adalah Papua Barat, kemiskinan ketiga adalah Maluku. “Padahal kekayaan alam di daerah-daerah itu sangat melimpah,” kata dia.
Oleh karena itu ia meminta, pertama, kepada masyarakat Indonesia Timur segera bangkit untuk membangun daerah. Kedua, pemerintah pusat harus membangun Indonesia Timur. “Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla sudah bagus sudah gencar membangun Indonesia Timur. Semoga tidak kendor semangat ini,” kata dia.
Oleh karena itu, kata Alex, buku tersebut di atas mengingatkan manusia-manusia Indonesia di kawasan Timur Indonesia agar tidak “tidur”. “Ayo mari bangkit membangun daerah, bangun Indonesia,” kata dia.
Pernah pusat dunia
Sedangkan wartawan senior, Ricard Bagun. dalam sambutannya mengatakan, buku ini mengingatkan semua orang bahwa Maluku pernah menjadi pusat dunia. Sebagai pusat dunia waktu itu, kata dia, banyak bangsa di dunia terutama Eropa berbondong-bondong ke Maluku dan merebutnya.
“Mengapa ? Karena Maluku sebagai sumber rempah-rempah, dimana harga rempah-rempah di Eropa waktu itu lebih mahal dibanding emas,” kata dia.
Buku tersebut juga, kata Ricard, membangkitkan semangat masyarakat Indonesia Timur agar kembali membuat Maluku menjadi pusat dunia. Selain itu, melalui buku tersebut juga mengajak masyarakat Indonesia Timur agar melibatkan diri dalam pemerintahan, DPR dan pengambil kebijakan lainnya.
Disebut Ricard, pesan penting dari buku tersebut ialah agar masyarakat Indonesia Timur khususnya dan Indonesia umumnya segera berbenah diri. “Mari kuasai sumber daya alam kita, jangan sampai orang asing menguasainya,” kata dia.
Buku setebal 431 halaman itu diberi kata pengantar oleh mantan Wakil Presiden RI ke-6, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Try Sutrisno mengatakan, bangsa Indonesia tidak boleh lalai dan alpa dengan kekayaan alam milikinya sebagai aset alamiah dan modal pembangunan nasional, khususnya kekayaan alam Kawasan Timur RI sebagai lumbung masa depan dunia.
Sedangkan Tito Karnavian mengatakan, nilai historis, kandungan mineral, sumber alam, potensi wisata, budaya, dan posisi strategis Maluku perlu dikelola dan dikembangkan untuk mendukung kepentingan nasional, khususnya pilar bagi tegaknya stabilitas nasional dan penguatan posisi NKRI dalam percaturan ekonomi politik kawasan dan global kini dan ke depan. (B-BS/jr — foto ilustrasi istimewa)