BENDERRAnews, 7/10/17 (Jakarta): Prof Dr Gayus T Lumbuun, Hakim Agung di Mahkamah Agung mengusulkan adanya evaluasi terhadap seluruh jajaran peradilan di bawah Mahkamah Agung.
Yakni, mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung (MA) untuk menentukan ketua dan wakil ketua di semua tingkatan tersebut.
Fakta maraknya penyimpangan yang terjadi secara masif di lingkungan peradilan, baik dilakukan oleh aparatur kepaniteraan maupun hakim, merupakan dasar dari usulannya tersebut.
“Saat ini, hal tersebut kembali terjadi di Pengadilan Tinggi Manado dan dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi,” kata Gayus dalam keterangan tertulis, Sabtu (7/10/17).
Ia menilai, perbuatan semacam itu akan sering terjadi lagi apabila posisi pimpinan masih diduduki oleh orang-orang yang belum dievaluasi. Sesudah dievaluasi kembali, bisa dipilih yang masih baik. Sedangkan yang buruk diganti.
Sudah anomali
Gayus menambahkan, pandangan tersebut berdasarkan perkembangan analisis yang menunjukkan, banyak aparatur pengadilan dari panitera sampai dengan hakim di tingkat Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) terjerat kasus dugaan suap.
“Penyebabnya ialah mereka sudah anomali, yaitu tidak takut lagi, mengesampingkan, mengabaikan aturan hukum dan perundang-undangan, serta moran dan integritas yang sepatutnya mereka hormati dan taati,” ujar Gayus Lumbuun yang juga Ketua Alumnu Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP 14-02-46).
Ia mengatakan, Maklumat Ketua MA RI Nomor 01/Maklumat/IX/2017 tanggal 11 September 2017 menegaskan dan memastikan, tidak ada lagi hakim serta aparatur yang dipimpinnya melakukan perbuatan merendahkan wibawa, kehormatan juga wibawa MA maupun peradilan di bawahnya.
“Selanjutnya, MA akan memberhentikan pimpinan Mahkamah Agung atau pimpinan badan peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung apabila ditemukan bukti bahwa pengawasan dan pembinaan tersebut tidak secara berkala dan berkesinambungan”, paparnya.
“Bahwa penempatan jabatan-jabatan pimpinan pengadilan ditentukan oleh Tim Promosi dan Mutasi (TPM) yang dilakukan oleh pimpinan Mahkamah Agung di bawah Ketua Mahkamah Agung, dan bukan oleh para Dirjen di lingkungan Mahkamah Agung,” katanya lagi.
Ketua MA mundur
Gayus Lumbuun juga menilai sudah saatnya Ketua MA dengan sukarela dan terhormat mengundurkan diri untuk tetap menjaga kehormatan serta kewibawaan institusi MA, juga jajaran peradilan di bawahnya. Ini juga demi mengembalikan kepercayaan masyarakat pada hukum dan keadilan melalui pengadilan.
“Untuk menyikapi persoalan ini, lembaga normatif teringgi dalam bentuk musyawarah di Mahkamah Agung ialah pleno lengkap Hakim Agung untuk dapat menyikapi masalah ini,” tegasnya seperti dilansir ‘Antara’ dan dicuplik ‘BeritaSatu.com’.
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengakui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengamankan Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sulawesi Utara.
“Kalau menurut informasi awal, (yang diamankan) Ketua Pengadilan Tinggi Manado. Akan tetapi, masih dicek kebenarannya,” kata Suhadi di Jakarta, Sabtu (7/10/17).
Berdasarkan laman Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono memimpin pengadilan tersebut. Selain hakim, KPK juga mengamankan seorang politikus.
“Katanya anggota DPR. Akan tetapi, masih dicek apakah wakil dari Manado kemudian tertangkap di DPR atau memang anggota DPRD Manado, kasusnya pun belum jelas,” ujar Suhadi.
Bantu ibunda
Tapi dari informasi yang dihimpun, politikus tersebut anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dapil Sulawesi Utara, yakni Aditya Moha.
Ada indikasi pula, salah satu penyebab tindakannya, ialah untuk membantu ibunda tersayang, yang kini sedang bermasalah hukum juga.
Sang ibunda merupakan mantan bupati di sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara.
Selain Aditya Moha dan Sudiwardono, Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK ini juga menangkap tiga orang lainnya, berikut uang senilai 64.000 dolar Singapura.
OTT berlangsung sekitar pukul 23.15 WIB di sebuah hotel di Jakarta. Dan menurut KPK, mereka menggunakan sandi “pengajian” untuk bertemu dalam aksi suap tersebut.
Diduga, upaya Aditya untuk kepentingan kasus perkara banding, Marlina Moha Siahaan, ibundanya.
Sebagaimana diketahui, Marlina telah dijatuhi hukuman lima tahun penjara terkait kasus korupsi tunjangan aparatur pemerintah desa di Kabupaten Bolaang Mongondow.(B-AN/BS/jr)