Jakarta-CS, 7/4/17 (BENDERRA/SOLUSSI): Kiai Ahmad Ishomuddin, seorang ahli agama senior menegaskan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak bersalah terkait kasus dugaan penodaan agama.
Dia meyakinkan, secara keseluruhan, inti pidato Basuki menjelaskan soal program budidaya ikan kerapu di Kepulauan Seribu, bukan bermaksud menodai agama atau menistakan ulama.
“Beliau tidak bermaksud dengan sengaja di depan umum untuk menistakan agama,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ‘Ahok Tidak Menistakan Agama Islam’, di Jakarta, Kamis (6/4/17) kemarin.
Dikatakannya lagi, ketika melihat secara keseluruhan rekaman video pidato Basuki berdurasi sekitar 1 jam 48 menit, konteksnya adalah program Pemprov DKI Jakarta berkaitan dengan budidaya ikan kerapu.
“Kalau penghinaan itu dengan sengaja tentu Pak Basuki akan kalah (dalam Pilkada) dan ingin masuk penjara. Beliau tidak menistakan agama dan ulama. Itu (menyebut Al-Maidah ayat 51) karena masa lalunya Pak Ahok. Intinya tidak niat menistakan orang Islam. Justru Pak Basuki orang cerdas, yang mampu menghargai pluralitas. Tidak bermaksud menistakan ulama,” ungkapnya.
Terburu-buru
Kiai Ahmad Ishomuddin pun menilai, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat terburu-buru mengeluarkan pendapat keagamaannya.
“Memang itu keluar sangat buru-buru. Diantara ciri buru-buru itu adalah tidak melihat rekaman 1 jam 48 menit, mencukupkan penilaian video yang berdurasi pendek,” katanya.
Kedua, tambahnya, dilakukan tanpa tabayyun atau klarifikasi. Padahal tabayyun itu sangat penting dilakukan apalagi menyangkut nasib orang lain.
“Tanpa klarifikasi dikeluarkan sikap agama, yang menyakini pak Basuki telah menodai Al-Maidah ayat 51 dan ulama. Padahal video 1 jam 48 menit, tidak ada satu pun kata ulama. Yang ada kata orang. Orang bersifat umum, bisa mencakup ulama, politisi, oknum politisi, dan lainnya,” jelasnya.
“Saya tidak mengerti bagaimana MUI itu bisa menyimpulkan menodai ulama. Tidak diperkenankan menyandarkan suatu kata atau kalimat kepada orang yang tidak mengatakannya. Jadi, saya katakan MUI terburu-buru dan tidak melalui jalur tabayyun atau klarifikasi. Padahal tabayyun harus dilakukan untuk mencapai keadilan. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum menjadikan kamu bersikap tidak adil,” tambahnya.
Ia menegaskan, dirinya diminta menjadi ahli oleh penasihat hukum Basuki, karena kesadaran hukum dan keinginan memperbaiki masalah yang menimpa bangsa Indonesia.
“Masalah ini sudah masuk ke pengadilan, berhentilah memperdebatkan. Tunggu saja keputusan yang paling adil dari pengadilan. Tidak patut, setiap orang di negeri hukum ini menjadi hakim. Hanya hakimlah yang patut menyatakan kasus ini benar atau salah. Kita tidak ingin umat Islam menghabiskan waktu, biaya, apabila ini dilakukan terus menerus. Memutus seadil-adilnya adalah jangan melakukan perbuatan zolim. Kalau benar bisa dibuktikan, harus dihukum dengan adil. Tapi kalau tidak, harus dibebaskan,” tandas Kiai Ahmad Ishomuddin, sebagaimana dilansir ‘BeritaSatu.com’ dan diolah Tim ‘BENDERRAnews’ dan ‘SOLUSSInews’ untuk ‘Cahayasiang.com’. (Tim)