BENDERRAnews.com, 14/8/21 (California): Pihak Facebook telah menghapus ratusan akun yang dikatakan terlibat dalam kampanye disinformasi anti-vaksin Covid-19 dan dioperasikan dari Rusia. Seperti dilaporkan BBC, Kamis (12/8/21), jaringan akun tersebut menargetkan India, Amerika Latin, dan Amerika Serikat (AS).
“Akun-akun palsu itu berusaha merekrut influencer (pemengaruh) untuk menyebarkan klaim palsu untuk merusak kepercayaan publik terhadap vaksin Covid-19 tertentu,” tambahnya.
Dalam laporan terbaru tentang “perilaku tidak autentik terkoordinasi”, Facebook menemukan hubungan antara jaringan dan kampanye disinformasi yang gagal dari agen pemasaran pemengaruh Fazze – dan merupakan bagian dari perusahaan berbasis di Rusia bernama AdNow.
Bulan lalu, investigasi BBC Trending melaporkan bagaimana pada Mei tahun ini pemengaruh telah ditawari uang oleh Fazze untuk menyebarkan klaim palsu tentang risiko terkait dengan vaksin Pfizer.
Disebut Facebook, tawaran ialah gelombang kedua dari upaya jaringan untuk menggerus vaksin Barat.
Manusia jadi monyet
Investigasi BBC menemukan, mulai November 2020 jaringan sama mencoba memanipulasi vaksin Astrazeneca sebagai berbahaya karena menggunakan adenovirus yang tidak berbahaya diambil dari simpanse.
Kiriman dari akun-akun di jaringan tersebut menyebarkan ‘meme’ yang menggunakan gambar dari film Planet of Apes untuk memberi kesan, vaksin akan mengubah manusia menjadi monyet.
Kiriman ini muncul di Facebook dalam bahasa Hindi sekitar waktu yang sama ketika pemerintah India membahas otorisasi darurat untuk vaksin Astrazeneca.
Kampanye tersebut menggunakan akun palsu, beberapa di antaranya menurut Facebook mungkin berasal dari peternakan akun di Bangladesh dan Pakistan.
Facebook menyatakan, telah menghapus 65 akun Facebook dan 243 akun Instagram karena melanggar kebijakan perusahaan terhadap campur tangan asing.
Ben Nimmo, pemimpin intelijen ancaman Facebook, menggambarkan kampanye itu sebagai “pencucian disinformasi” yang menanam konten di beberapa forum Daring dan kemudian memperkuat konten itu di platform lain.
Operasi itu mencakup lebih dari selusin platform. Kiriman pesan menyesatkan muncul di Reddit dan Medium, dan petisi muncul di change.org menyatakan keprihatinan tentang keamanan vaksin Astrazeneca.
Sesuai laporan Facebook, tautan ini kemudian dibagikan oleh beberapa pemengaruh di Instagram yang menggunakan tagar sama dan merujuk pada fakta, vaksin Astrazeneca berasal dari adenovirus simpanse.
Kedua gelombang kampanye tersebut tidak berhasil dan gagal mendapatkan banyak daya tarik – meskipun metode yang digunakan beragam.
“Selain upaya yang sebelumnya terungkap untuk merekrut pemengaruh media sosial, operasi ini tampaknya telah menggunakan berbagai taktik dalam upaya yang lebih luas untuk menyebarkan narasi menyesatkan secara Daring tentang vaksin Covid buatan Barat,” kata Jack Stubbs, Direktur Investigasi. di firma analisis media sosial Graphika.
Efektif cegah kematian
Semenyara itu, dari Jakarta, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan, studi efektivitas vaksin Covid-19 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemkes membuktikan, vaksin mampu menurunkan risiko terinfeksi Covid-19, serta mengurangi perawatan dan kematian.
Nadia menyebutkan, studi tersebut dilakukan terhadap 71.455 tenaga kesehatan (Nakes) di DKI Jakarta meliputi perawat, bidan, dokter, teknisi, dan tenaga umum lainnya sepanjang periode Januari-Juni 2021.
Studi tersebut mengamati kasus konfirmasi positif Covid-19, perawatan, dan kematian pada tiga kelompok tenaga kesehatan. Yaitu mereka yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama, vaksinasi lengkap atau dosis kedua, dan belum divaksinasi. Para tenaga kesehatan ini mayoritas mendapatkan vaksin Sinovac.
Dari observasi itu, sebanyak lima persen dari tenaga kesehatan yang divaksinasi lengkap dilaporkan terkonfirmasi Covid-19 pada periode April-Juni 2021. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang terkonfirmasi Covid-19 pada periode Januari-Maret 2021 dimana jumlahnya hanya 0.98 persen.
“Namun begitu, jumlah tenaga kesehatan yang telah divaksinasi lengkap yang harus dirawat jauh lebih rendah hanya 0,17 persen ketimbang mereka yang belum divaksinasi 0,35 persen. Hal ini menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 yang saat ini digunSkan efektif terhadap mutasi virus Covid-19.” kata Nadia dalam keterangan pers, sebagaimana dilansir Beritasatu.com, Jumat (13/8/21).
Nadia juga menambahkan, sampai saat ini belum ada penelitian ataupun bukti ilmiah menunjukkan vaksin yang telah diproduksi dan telah digunakan di berbagai belahan dunia tidak bisa melindungi dari virus varian baru ini.
“Vaksin yang digunakan dalam upaya kita melakukan penanggulangan pandemi Covid-19 masih sangat efektif,” katanya.
Demikian pula dengan kejadian kematian akibat Covid-19. Nadia mengatakan, jumlah tenaga kesehatan yang belum divaksinasi meninggal relatif lebih banyak daripada sudah mendapat vaksinasi lengkap.
Begitu juga tenaga kesehatan yang baru mendapat vaksinasi dosis pertama. Jumlah meninggal akibat Covid-19 relatif lebih banyak daripada mereka yang menerima dosis lengkap.
Sementara pada dua periode observasi di bulan Januari-Maret dan April-Juni 2021, terlihat proporsi kasus meninggal karena Covid-19 pada tenaga kesehatan yang belum divaksin (0,03 persen) tidak berbeda dengan tenaga kesehatan yang telah mendapat vaksin dosis pertama (0,03 persen). Sedangkan vaksinasi dosis lengkap melindungi tenaga kesehatan dari risiko kematian dengan rasio 0,001 persen pada periode Januari-Maret 2021 dan 0,01 persen periode April-Juni 2021.
Vaksinasi dapat diandalkan
Nadia menyebutkan, data tersebut memperlihatkan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap dapat diandalkan untuk melindungi tenaga kesehatan dari risiko perawatan dan kematian akibat infeksi Covid-19.
Efektivitas vaksin Covid-19 dosis lengkap dalam mencegah infeksi Covid-19 pada bulan Januari-Maret sebesar 84 persen. Atau dengan kata lain, hanya dya dari 10 orang tenaga kesehatan yang telah divaksinasi lengkap berpeluang terinfeksi Covid-19.
“Ini menunjukkan vaksinasi berperan dalam memperlambat risiko infeksi Covid-19. Tenaga kesehatan yang divaksinasi lengkap relatif memiliki ketahanan yang lebih lama untuk tidak terinfeksi Covid-19 dibandingkan tenaga kesehatan yang belum divaksinasi,” ujar Nadia.
Sementara itu, pada periode April-Juni 2021, total 474 tenaga kesehatan yang dirawat karena terinfeksi Covid-19. Namun tenaga kesehatan yang divaksinasi lengkap tidak banyak dirawat. Atau jumlah yang dirawat berkurang hingga enam kali lebih rendah, yakni turun dari 18 ke 3,3 persen.
Data juga menunjukkan, lama perawatan tenaga kesehatan yang divaksinasi relatif lebih singkat, yaitu, delapan hingga 10 hari dibandingkan tenaga kesehatan yang belum divaksinasi dalam 9-12 hari.
“Dari total tenaga kesehatan yang dirawat, 2,3 persen memerlukan perawatan intensif di ICU. Sebagian besar atau 91 persen dari tenaga kesehatan yang memerlukan perawatan intensif adalah tenaga kesehatan yang belum divaksinasi atau baru mendapatkan vaksinasi satu dosis,” ujarnya.
Tetap melaksanakan protokol kesehatan
Meskipun sudah divaksinasi, Nadia berpesan agar tetap melaksanakan protokol kesehatan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak).
“Karena kemungkinan kita untuk terpapar virus akan tetap ada namun kemungkinan untuk penderita gejala parah akan semakin kecil,” pesannya.
Perlu diketahui, saat laporan tersebut diturunkan, kata Nadia, ada 143.000 orang SDM Kesehatan di DKI Jakarta telah divaksinasi dosis pertama dan 125.431 orang telah divaksinasi dosis kedua.
Studi dilakukan dalam kondisi pandemi yang dinamis, mengingat sepanjang Januari-Juni 2021 terjadi beberapa gelombang peningkatan kasus Covid-19 serta dinamika komposisi Variants of Concern (VoC) yaitu adanya mutasi varian Delta, baik di wilayah DKI Jakarta maupun nasional. (B-BBC/BS/jr)