BENDERRAnews.com, 3/11/20 (Jakarta): Sesungguhnya, politik Prancis itu cukup unik dengan spektrum ideologis mulai dari Ekstrim Kanan, Tengah, dan Kiri.
Presiden Emmanuel Macron, kata Mahmud Syaltout, secara partai masuk Tengah, dan dalam sejarah politik Prancis, baru era dia bisa menang Pilpres.
Sebagai ‘orang tengah’, Macron sama sekali tidak anti Islam. Apa yang dia sampaikan dalam pidato 2 Oktober 2020 justru dalam rangka membela dan melindungi kaum muslim dari pihak-pihak yang bersikap serta berperilaku radikal dengan mengatasnamakan Islam.
Sebab di Prancis terindikasi banyak imam (ulama) yang mengkampanyekan semacam pembangkangan terhadap aturan negara, dan berupaya membangun komunitas eksklusif dengan merujuk nilai-nilai agama secara sempit.
“Wacana untuk membuat UU yang memerangi radikalisme itu sendiri datang dari usulan sejumlah pengurus masjid dan imam saat bertemu Macron pada 25 September,” kata Mahmud, doktor bidang Hukum, Manajemen, dan Hubungan Internasional (HI) lulusan Universitas Sorbonne, Prancis kepada detik.com, Minggu (1/11/20).
Desakan para imam
Para imam moderat dan pengurus masjid raya di Paris menilai sejumlah aksi teror yang terjadi akibat dari tidak tegasnya aparat penegak hukum. Mereka mendesak Presiden dan Menteri Dalam Negeri Prancis untuk lebih sigap dan tegas terhadap kaum islamis (radikal).
Terkait tabloid Charlie Hebdo, Mahmud Syaltout yang pernah enam tahun tinggal di Paris menyebut sasaran satire tak cuma Islam, tapi agama-agama lain dan para tokoh publik. Masyarakat kebanyakan di sana sudah tak terlalu mempedulikan berbagai pemberitaan Charlie Hebdo karena dianggap kerap cuma berisi sensasi dan provokasi.
“Karena itu ketika media ini pertama kali memuat kembali karikatur Nabi, sebetulnya tak ada reaksi dari publik. Reaksi baru muncul sekitar tiga pekan kemudian karena ada yang ‘menggoreng’nya,” kata dosen Politik Prancis di Universitas Indonesia itu.
Begitu pun dengan Samuel Paty, guru yang tengah mengajarkan soal Kebebasan Berekspresi di sekolah. Saat pelajaran disampaikan tak ada reaksi dari para siswa. Karena di awal Samuel Paty telah membebaskan para murid untuk bersikap: marah, keluar kelas, atau sekedar berpaling.
“Isu seolah Samuel Paty memprovokasi dan menghina Nabi itu juga olahan orang tua murid yang anaknya justru sebetulnya tak masuk sekolah saat si guru itu mengajar Kebebasan Berekspresi,” ujar Mahmud.
Cilakanya lagi, video yang diunggah si orang tua itu kemudian diviralkan dan ditambahi narasi oleh seorang imam garis keras di masjid pinggiran Kota Paris. “Itu yang memantik seorang remaja pengangguran, imigran dari Chechna, kemudian membunuh Samuel Paty,” papar Mahmud. (Selengkapnya, saksikan Blak-blakan di detik.com.) (B-DC/jr — foto ilustrasi istimewa)
Lihat juga video ‘Hizbullah: Penusukan di Prancis Bukan Tindakan Islam’: