BENDERRAnews, 10/12/19 (Manila): Satu lagi langkah konkret diambil Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Dilaporkan, Duterte menunjuk wakilnya sendiri, Leni Robredo, sebagai Ketua Komite Antarlembaga Pemberantasan Narkoba. Keputusan ini diambil Presiden Duterte setelah wakilnya mengkritik perang Narkoba dengan mengkhawatirkan jumlah korban tewas yang terlalu banyak.
Politisi perempuan itu mengatakan, pendekatan baru diperlukan dalam memerangi Narkoba. Leni Robredo telah menyampaikan pendapat kritis selama wawancara dengan Reuters, dan dalam penampilannya di beberapa media lain, yang membuat Duterte marah.
Status Robredo memang Wakil Presiden Filipina. Namun dia merupakan pemimpin oposisi, dan tidak memiliki peran dalam pemerintahan Duterte.
Duterte, melalui juru bicaranya, mengatakan keputusan itu bukan langkah sinis untuk mendiskreditkan Wapres Filipina.
Robredo belum bersedia memberikan komentar. Juru bicaranya pada pekan lalu mengatakan, keputusan Duterte yang menawarkan pekerjaan kepada Wapres perempuan itu sebagai langkah untuk menjadikannya kambing hitam atas kekurangan dalam kampanye anti-narkoba.
Protes internasional diacuhkan
Perang melawan narkoba yang dikobarkan Duterte telah menyebabkan protes internasional, karena ribuan orang tewas dalam apa yang dikatakan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) merupakan eksekusi sistematis dan ditutup-tutupi oleh polisi. Namun, polisi menolak klaim kelompok-kelompok HAM tersebut.
Duterte sangat marah dengan resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Juli yang menyerukan penyelidikan pembunuhan dalam perang melawan Narkoba di Filipina.
Tahun lalu, Duterte menarik keanggotaan negaranya dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) setelah ICC meluncurkan pemeriksaan pendahuluan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Dengan perkembangan ini, istana mengandaikan bahwa para pencela dan kritik akhirnya akan melihat ketulusan presiden dalam mengajukan tawaran semacam itu,” kata juru bicara kepresidenan Salvador Panelo dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Selasa (5/11/19).
“Keputusan itu dibuat dengan harapan bahwa pemerintah akan berhasil dalam memerangi kekejaman yang disebabkan oleh penggunaan dan perdagangan narkotika ilegal, terlepas dari siapa yang berkontribusi besar terhadap keberhasilan tersebut,” ujarnya.
Bunuh 100.000 orang
Para aktivis mengatakan, polisi beroperasi dengan impunitas. Dan dengan dukungan diam-diam dari seorang presiden yang pernah mengatakan perang Narkoba akan membunuh 100.000 orang.
Polisi mengatakan, mereka telah membunuh hampir 7.000 tersangka Narkoba, yang menentang penangkapan. Namun, polisi menyangkal keterlibatannya dalam pembunuhan misterius ribuan pengguna Narkoba yang lainnya.
Robredo pada 23 Oktober mengatakan kepada Reuters, penumpasan itu sangat menargetkan orang miskin dan polisi diizinkan untuk menyalahgunakan kekuasaan mereka. Dia mengatakan, bantuan internasional, termasuk dari PBB dan ICC, harus dicari jika pemerintah menolak untuk mengubah taktik.
Robredo, yang terpilih secara terpisah untuk menjadi wakil Duterte, mengatakan terlalu banyak orang yang telah terbunuh. Menurutnya, tidak ada bukti penurunan pasokan atau penggunaan Narkoba.
“Kami bertanya pada diri sendiri, ‘mengapa ini masih terjadi?’. Presiden telah membuat ancaman yang sangat serius terhadap sindikat narkoba, kepada para raja narkoba…namun masih sangat lazim, jadi jelas, ini tidak berhasil,” katanya dalam wawancara.
Panelo mengatakan presiden telah mengarahkan semua lembaga untuk mendukung Robredo.
“Jika dia mengkritik perang narkoba sebagai (langkah) tidak efektif, maka harus ada ide di benaknya untuk membuatnya efektif,” kata Panelo mengatakan kepada saluran berita ANC, sebagaimana dilansir Sindonews.com. (B-SN/jr)