BENDERRAnews, 1/5/19 (Jakarta): Sejumlah negara, di antaranya Amerika Serikat, Jepang, hingga Malaysia pernah nemindahkan ibukota negaranya, dengan berbagai faktor pertimbangan. Indonesia, sejak era Presiden Sukarno juga sudah memikirkan dan merancang pemindahan ibukota dari Jakarta ke kota lainnya.
Nah, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemindahan ibu kota negara akan menelan biaya sekitar Rp466 triliun.
Lantas, untuk mendukung rencana tersebut, pemerintah menyiapkan empat skema pembiayaan untuk membangun ibukota baru.
“Pembiayaan bisa berasal dari empat sumber, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan swasta murni,” kata Bambang usai rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (29/4/19) awal pekan ini.
![Pemindahan Ibu Kota Butuh Dana Rp 466 Triliun](https://img.beritasatu.com/cache/beritasatu/600x350-2/1533999768.jpg)
Pembiayaan APBN digunakan untuk fasilitas kantor Oemerintahan dan Parlemen. BUMN akan membangun infrastruktur utama dan fasilitas sosial.
Infrastruktur utama dan fasilitas sosial juga akan dibangun menggunakan skema KPBU. Sementara pembiayaan swasta murni digunakan untuk properti perumahan dan fasilitas komersial.
Selain itu, ada pula peluang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk pembangunan. Hal itu diusulkan oleh Bambang dengan memanfaatkan aset pemerintah.
“Lahan di kota baru tentunya bisa diberikan konsesi kepada pihak swasta yang harus membayar kepada pihak pemerintah sebagai PNBP,” jelas Bambang.
Sementara itu, besarnya anggaran pemindahan ibu kota tersebut muncul dengan pertimbangan dua skenario.
Skenario pertama ialah pemindahan ibukota dengan mengikutsertakan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan kebutuhan lahan 40.000 hektare (Ha).
Sementara skenario kedua, membutuhkan lahan yang lebih kecil sebesar 30.000 Ha. Hal itu dikarenakan pada skenario kedua tidak seluruh ASN ikut pindah ke ibukota baru tersebut.
Polri siap grak!
Terkait hal itu, Mabes Polri ikut menunggu keputusan pemerintah terkait rencana pemindahan ibukota dengan pertimbangan pemerataan pembangunan.
![Polri Ikut Pemerintah Soal Rencana Pemindahan Ibu Kota](https://img.beritasatu.com/cache/beritasatu/600x350-2/1547016808.jpeg)
“Tentunya Polri mendukung karena ini demi kebaikan bangsa dari segala aspek. Jika sudah fixed akan dipindah kemana, tentunya Mabes Polri akan berkoordinasi untuk mempersiapkan semua sumber daya yang ada sehingga dapat optimal menjalankan tugas kepolisian,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen M Iqbal, di Mabes Polri Selasa (30/4/19).
Sebagaimana dimetahui, Presiden Joko Widodo yang menggelar rapat terbatas (Ratas) terkait tindak lanjut rencana pemindahan ibukota.
Disebut Jokowi, perlu ditentukan lokasi yang tepat, sehingga pemindahan ibukota memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan infrastruktur.
Jokowi: Kepentingan jangka panjang
Sementara itu, di Cikupa, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, rencana pemindahan ibukota pemerintahan merupakan bagian dari perencanaan dalam mempertimbangkan kebutuhan nasional di masa mendatang. Pembahasan dan kajian yang telah dilakukan pemerintah selama tiga tahun ini tidak hanya dimaksudkan untuk kepentingan jangka pendek semata, melainkan jangka panjang.
![Jokowi: Pemindahan Ibu Kota untuk Kepentingan Jangka Panjang](https://img.beritasatu.com/cache/beritasatu/600x350-2/1556609131.jpg)
“Kita ini tidak berpikir untuk kebutuhan sekarang, tapi berpikir 10 tahun, 50 tahun, hingga 100 tahun yang akan datang,” kata Presiden Jokowi usai makan siang bersama ribuan buruh pabrik di Cikupa, Tangerang, Provinsi Banten, Selasa (30/4/19).
Jokowi menjelaskan, Indonesia merupajan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih dari 17.000 pulau. Namun, lebih dari separuh penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Akibatnya, daya dukung dan daya tampung di Pulau Jawa, khususnya wilayah perkotaan menjadi semakin berkurang.
“Kita ini memiliki 17.000 pulau. Tapi di Pulau Jawa sendiri penduduknya 57 persen dari total penduduk di Indonesia, yang kurang lebih 169 juta jiwa, sehingga daya dukung baik terhadap air, lingkungan, lalu lintas, dan semuanya ke depan memang sudah tidak memungkinkan lagi,” ujarnya.
Pembangunan nasional yang hanya berkutat di sekitar pulau Jawa disinyalir sebagai salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan persebaran penduduk tersebut. Oleh karena itu, Presiden berharap agar ibukota dapat dipindahkan ke luar Pulau Jawa, agar nantinya terjadi pemerataan pembangunan dan perekonomian di Indonesia.
“Kemarin (Senin, 29 April 2019, Red) saya putuskan pindah ke luar Jawa,” tuturnya.
Disebutnya, saat ini pemerintah memiliki tiga kandidat lokasi di mana ibukota baru tersebut nantinya berada. Namun, hingga saat ini, pemerintah masih belum memutuskan lokasi ibukota baru. Dan terus melakukan kajian serta pematangan rencana pemindahan ibukota tersebut.
“Kita harus cek secara detil mengenai daya dukung lingkungan, airnya seperti apa, kebencanaannya seperti apa, kemudian nanti pengembangan untuk ibu kota ke depan apakah masih memungkinkan atau tidak. Semua kalkulasi ini harus dirampungkan dulu, nanti disampaikan lagi ke saya baru saya putuskan,” kata Presiden Jokowi.
Selain itu, Presiden Jokowi juga memastikan, pemerintah akan berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait wacana yang sudah tercetus sejak era Presiden Soekarno itu. Pemindahan ibukota merupakan sebuah program besar yang menyangkut visi bangsa, sehingga memang memerlukan keterlibatan banyak pihak.
“Nanti akan kita konsultasikan tentu saja ke DPR, juga ke tokoh-tokoh formal maupun informal, tokoh politik, maupun masyarakat. Karena ini menyangkut sebuah visi ke depan kita dalam membangun sebuah ibu kota pemerintahan yang memang representatif untuk kita bekerja,” katanya, seperti dilansir BeritaSatu.com.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas untuk memaparkan hasil kajian institusi itu mengenai Ibu Kota Jakarta dan kandidat ibukota pemerintahan, yang dilakukan pada selama tiga tahun belakangan ini. Hasil itu nantinya akan dimatangkan dan dilengkapi kajian dari berbagai aspek sebelum pada akhirnya diambil keputusan.
Golkar dukung penuh
Ya, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibukota negara ke luar Pulau Jawa. Rencana tersebut mendapat sambutan positif dari DPR RI.
“Jadi saya mendukung itu karena memang kondisi Jakarta sebagai kota pemerintahan sekaligus sebagai pusat bisnis itu sudah sangat crowded,” ujar Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali, Selasa (30/4/19), sebagaimana dilansir Investor Daily.
![Politikus Golkar Dukung Pemindahan Ibu Kota Negara](https://img.beritasatu.com/cache/beritasatu/600x350-2/881471101467.jpg)
“Perencanaan harus matang seperti pentingnya daya dukung lokasi, pembangunan infrastruktur untuk menopang ibu kota yang baru. Jadi kita tidak hanya sekadar memindahkan, tetapi perencanaan tata ruang dan sebagainya,” katanya.
Ia juga berharap rencana pemindahan ibukota itu bisa dilaksanakan dengan serius oleh Pemerintahan Jokowi. Apalagi, jika nantinya Jokowi kembali memimpin Indonesia pada periode kedua.
“Kalau kemarin-kemarin kan masih wacana. Saya berharap pemerintahan Jokowi biaa merealisasikan hal tersebut,” tandasnya, seperti diberitakan Suara Pembaruan.
Butuh 40.000 Ha lahan
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi mengatakan, ada beberapa kriteria untuk menentukan sebuah daerah menjadi ibukota pemerintahan. Salah satunya, daerah tersebut harus memiliki lahan kosong yang cukup luas.
Johan menyebutkan sekitar 40.000 Ha lahan kosong dibutuhkan untuk membangun gedung pemerintahan.
“Kemarin yang dibahas sekitar tujuh kriteria yang disebutkan untuk mencari pusat pemerintahan. Nanti lahan yang dipakai adalah lahan kosong. Kebutuhannya sekitar 40.000 Ha. Dan isi nanti gedung-gedung pemerintahan dan pendukungnya” ujar Johan Budi di Jakarta, Selasa (30/4/19).
![Pemindahan Ibu Kota, Butuh Sekitar 40.000 Hektare Lahan Kosong](https://img.beritasatu.com/cache/beritasatu/600x350-2/1534168352.jpg)
Meskipun akan dipindahkan, Johan mengatakan jangan salah diartikan pemindahan tersebut akan membuat Jakarta sepi. Jakarta akan tetap menjadi kota pusat bisnis.
“Jangan salah persepsi bahwa nanti Jakarta jadi terbengkalai dan sepi. Pemindahan ini tidak mengubah apapun” ucap Johan.
Jakarta tak kan redup
Johan Budi lebih lanjut menyebutkan, salah satu alasan pemindahan ibukota dikarenakan DKI Jakarta sudah memiliki banyak beban sebagai kota pemerintahan.
“Karena beban yang diterima DKI Jakarta itu makin lama makin berat” ujar Johan di Jakarta, Selasa (30/4/19).
Johan menjelaskan, pemindahan ini tidak akan langsung dilakukan, karena membutuhkan proses dan kajian yang mendalam. Johan juga mencontohkan seperti di Brazil, proses pemindahan ibukota membutuhkan waktu sampai 10 tahun.
“Proses pemindahan itu, bukan dipindah kemudian besok sudah jadi. Itu proses”, ucap Johan.
Meskipun ibu pkota akan dipindahkan, Johan menambahkan hal tersebut tidak akan menjadikan Jakarta redup. Nantinya Jakarta tetap menjadi kota pusat bisnis.
“Pemindahan ini tidak menjadikan DKI Jakarta redup. Dibuat seolah-olah seperti New York kota bisnis dan Washington, D.C. itu sebagai kota pemerintahan” tambah Johan.
Sementara itu belum diputuskan kota mana yang akan menjadi ibukota pemerintahan. Johan mengatakan, ibukota pemerintahan bisa saja dipindahkan tidak jauh dari Jakarta atau di luar pulau Jawa.
“Bisa saja ibukota pemerintahan itu dipindah nggak jauh dari Jakarta, bisa juga dipindah di luar Jakarta atau jauh dari Jakarta” lanjut Johan. (B-BS/UD/BS)
Lihat Video:
Sumber: BeritaSatu TV