BENDERRAAnews, 25/4/19 (Jakarta): Partai Amanat Nasional tidak layak diajak bergabung ke kabinet untuk periode kedua Joko Widodo alias Jokowi.
Mengapa, karena Partai Amana Nasiional (PAN) dinilai tidak berkeringat untuk memenangkan Jokowi dan Ma’ruf Amin. Malah PAN, lewat Ketua Dewan Kehormatan Amien Rais, paling kencang menghujat dan mengkritik pemerintahan Jokowi selama ini. Demikian ditegaskan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow.
“Tidak layak kalau diajak bergabung. PAN itu tidak punya pendirian,” kata Jeirry dalam diskusi tentang ‘Evaluasi Pemilu Legislatif (Pileg)’ di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (25/4/19).
Jeirry meyakini, partai yang berada di koalisi saat ini akan iri hati dan bergejolak jika PAN bergabung ke koalisi Jokowi-Amin. Apalagi, nantinya jika mereka diberikan jatah menteri. Pasalnya, selama Pemilihan Presiden (Pilpres), PAN bergabung dalam koalisi Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Selama Pilpres, kader-kader PAN sangat kencang menyerang pasangan Jokowi-Amin.
Jeirry juga menyebut jika PAN benar-benar diajak, berarti Jokowi selaku presiden terpilih menurut hitungan cepat (quick count) oleh sejumlah lembaga survei, tidak memiliki wibawa, karena dengan mudah mengajak PAN yang sering membalelo.
Jokowi juga nanti dianggap tidak percaya diri dengan kemenangan yang diraih dan tidak percaya diri dalam menjalakan pemerintahan di periode kedua.
“Cukup di periode pertama, PAN mendapat keenakan. Waktu itu, PAN juga tidak dukung Jokowi saat Pilpres, tetapi diajak Jokowi bergabung. Kala itu bisa dimaklumi, karena saat itu, Jokowi memang membutuhkan tambahan anggota koalisi, agar meraih suara mayoritas di Parlemen. Sekarang ini, koalisi Jokowi cukup kuat di Parlemen. Jadi tidak perlu tambah lagi,” tutur Jeirry Sumampouw yang juga Ketua DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) Bidang Litbang dan Politik, seperti diberitakan Suara Pembaruan dan dilansir BeritaSatu.com.
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi berbincang dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan Istana Presiden, Jakarta, Rabu (25/4/19). Tak hanya berdua, dalam perbincangan itu ada pula Ketum Partai Nasdem Surya Paloh dan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.
Sikap PDI-P?
Keinginan partai-partai di luar koalisi Joko Widodo-Ma’ruf Amin (Jokowi-Ma’ruf) bergabung ke pemerintahan merupakan kewajaran. Sama halnya seperti setelah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014.
“Kalau kita lihat orientasi partai-partai politik untuk bergabung dengan pemerintahan baru dalam pengalaman-pengalaman sebelumnya memang terjadi,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto.
Hal itu disampaikan Hasto disela acara Syukuran Perjalanan Mengawal Kemenangan di Rumah Aspirasi Jokowi-Ma’ruf yang digelar DPP Arus Bawah Jokowi (ABJ), di Jakarta, Kamis (25/4/19).
“Untuk itu karena ini terkait dengan koalisi pemerintahan, tentu saja Bapak Presiden Jokowi yang nanti punya kebijakan dan akan dikonsultasikan tentu saja dengan para ketua umum parpol (partai politik),” ujar Hasto.
Hasto menyatakan, koalisi dibentuk dengan memiliki sebuah tanggungjawab terhadap janji kampanye. Memastikan agar seluruh janji kampanye bisa berjalan dengan baik, selain kalkulasi stabilitas dan efektifitas pemerintahan.
“Seperti 2014 lalu kemudian bergabung PPP dan Partai Golkar serta PAN,” ucap Hasto. Suara Pembaruan
“Namun, tentu saja kita juga akan melihat skala prioritas saat ini bagi Pak Jokowi bagi tim kampanye adalah mengamankan seluruh proses rekapitulasi dan kami meyakini dari rekapitulasi manual yang dilakukan KPU dan juga tim kampanye PDIP, arahnya tidak jauh dari quick count (hitung cepat),” tambah Hasto Kristiyanto. (B-SP/BS/jr)