Oleh Markus Wauran*)
Pada saat ini Indonesia memiliki tiga reaktor nuklir. Yaitu Reaktor Triga Mark di Bandung yang kegiatan operasinya diresmikan oleh Presiden Soekarno 27 Pebruari 1965 di Bandung. Reaktor kedua adalah Reaktor Kartini yang kegiatan operasinya diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1 Maret 1979 di-Yogyakarta. Dan reaktor ketiga adalah Reaktor Siwabessy yang diresmikan kegiatan operasinya oleh Prsiden Soeharto pada 20 Agustus 1987 di Serpong.
Ketiga reaktor ini masih aktif sampai saat ini dan berfungsi untuk riset, latihan/pendidikan dan produk isotop, kecuali reaktor Kartini. Khusus reaktor nuklir untuk energi yaitu PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) pada zaman Presiden Soeharto sudah siap dibangun, namun karena terjadi perubahan pemerintahan, dari era orde baru ke era reformasi, maka pembangunan PLTN mengalami berbagai hambatan.
Di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ada tanda-tanda positif untuk pembangunan PLTN, dengan keluarnya Perpres 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres tersebut, khususnya Pasal 2 Ayat 2 butir b.6, dirumuskan energi baru dan terbarukan lainnya khususnya biomasa, nuklir, tenaga air skala kecil, tenaga surya, dan tenaga angin, menjadi lebih dari lima persen (dari pasokan energi nasional) pada tahun 2025. Kemudian terbit Undang2 No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, dimana dalam UU ini direncanakan PLTN pertama akan beroperasi pada thn 2019.
Sebagai tindak lanjut UU tersebut, maka pada thn 2008, ada MOU antara perusahan Indonesia yaitu PT Medco dan perusahan Korea Selatan KHNP (Korean Hydro Nuclear Power) untuk pembangunan PLTN di-Indonesia. Penandatangan MOU oleh kedua pihak berlangsung di-Seoul, disaksikan oleh Presiden SBY dan Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak. Namun MOU ini tidak ada tindak lanjut karena terjadinya bencana Fukushima akibat tsunami, disamping juga pemerintah sendiri tidak kompak, serta ada pro dan kontra.
Saat ini ada tanda-tanda positif akan dibangunnya PLTN di-Indonesia karena tuntutan obyektif bangsa dan dunia antara lain akibat pemanasan global dan perubahan iklim.
Dalam akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi), ada suatu kejutan bagi masyarakat nuklir, dimana Jenderal (Pur) Luhut Binsar Pandjaitan pada Januari 2024 yang lalu, ditunjuk sebagai Ketua Percepatan Pembangunan PLTN. Kemudian Presiden Jokowi mengutus Menko Perekonomian Airlangga Hartato ke Rusia pada awal Juni 2024 antara lain untuk membahas kerjasama dengan Rusia dibidang energi nuklir. Dalam keterangan persnya Airlangga mengatakan bahwa Pemerintah menjajaki kerja sama pengembangan energi nuklir dengan Rusia. Potensi kerja sama itu dijajaki langsung dengan perusahaan negara Rusia yang bergerak di bidang nuklir, JSC Rosatom. Rencananya, nuklir bakal dimanfaatkan untuk energi ketenagalistrikan dan untuk keperluan non energi, seperti kesehatan dan pertanian.
Potensi kerja sama itu selaras dengan fokus Indonesia saat ini untuk mengembangkan energi bersih. Nuklir pun dinilai sebagai salah satu sumber energi yang dapat merealisasikan fokus tersebut (Kompas.com 12/6/2024).
Keseriusan Presiden Jokowi untuk membangun PLTN ini, juga ditunjukan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto. Pada saat bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin di Moskow pada 31 Juli 2024, Presiden terpilih Prabowo antara lain menyampaikan bahwa ketahanan energi merupakan salah satu prioritas kerjanya nanti, terutama setelah dia dilantik dan resmi menjabat sebagai Presiden RI periode 2024–2029 pada 20 Oktober 2024.
“Di sektor energi nuklir, saya membahas ini dengan beberapa institusi terkait (di Rusia, Red), kemungkinan kita bekerja sama pada bidang (membangun, Red) reaktor modular dan reaktor utama,” kata Menhan Prabowo ke Presiden Putin, sebagaimana disiarkan oleh sejumlah stasiun TV asing yang meliput di Kremlin (Antara, 31 Juli 2024).
Jika Indonesia akan membangun PLTN, maka sekurang-kurangnya ada tiga pilihan yaitu: 1. Jenis/Tipe Reaktor; 2. Negara produsen Reaktor Nuklir; 3. Generasi PLTN ke-berapa.
Dari 415 unit PLTN yang beroperasi saat ini di-32 negara, maka jenis reaktor nuklir PLTN yang terbanyak adalah jenis PWR. Sebagai contoh di AS, dari 94 PLTN yang beroperasi, ada 63 jenis PWR. Di Perancis, dari 56 PLTN yang beroperasi, semuanya (56 unit) jenis PWR. Di Rusia, dari 36 unit PLTN yang beroperasi, terdapat 25 jenis PWR. Di Cina ada 56 PLTN yang beroperasi, dari jenis PWR ada 53 unit PLTN. Kemudian Korea Selatan, ada 23 jenis PWR dari 26 unit PLTN yang beroperasi.
Dari data di atas, maka jenis/tipe PWR sangat dominan keberadaannya di berbagai negara yang memiliki PLTN, khususnya negara-negara produsen reaktor nuklir.
PLTN yang beroperasi di dunia saat ini mayoritas terdiri dari Generasi II dan ketiga. Saat ini sudah ada negara produsen reaktor nuklir yang membangun Generasi III+ seperti Rusia. Dengan diutusnya Menko Airlangga ke Rusia untuk membahas kerjasama energi nuklir antara Indonesia dan Rusia, serta pertemuan antara Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan Presiden Putin yang keduanya membahas kerjasama energi nuklir antara Indonesia dan Rusia, apakah ini sebagai sinyal kuat Indonesia akan menggaet Rusia untuk membangun PLTN komersial pertama di-Indonesia?
Pada tahun 1990’an, AS, Perancis dan Jepang sangat pro aktif dalam mempromosikan PLTNnya di-Indonesia dengan keunggulannya masing-masing. AS dipelopori oleh perusahan Westinghouse dan General Electric(GE), Perancis dengan AREVA dan Jepang melalui MHI(Mitsubishi Heavy Industry). Namun menjelang akhir tahun 2020 dan awal 2020’an, yang paling aktif mempromosikan PLTNnya di-Indonesia adalah perusahan ROSATOM (dari Rusia), CNNC (dari Cina) dan KHNP (dari Korea Selatan). Perusahan AS serta Perancis tidak terdengar lagi suaranya di Indonesia, apakah karena saat ini tidak ada pembangunan PLTN baru di-negaranya, atau ada sebab-sebab yang lain, merekalah yang paling tahu. Jepang dapat dipahami tidak ada suara lagi mempromosikan PLTNnya akibat bencana Fukushima pada Maret 2011 yl. Sebelum bencana Fukushima, PLTN yang beroperasi di Jepang sebanyak 53 unit dan saat sekarang tinggal 12 unit yang beroperasi karena banyak PLTNnya yang ditutup/permanent shutdown.
Jika pilihan Pemerintah Indonesia memilih Rusia untuk membangun PLTN pertama di-Indonesia, karena hal tersebut di atas, maka sebagai gambaran PLTN Generasi III plus (III+) Rusia jenis VVER(Vodo Vodyanoi Energetichesky Reactor)/PWR 1200 merupakan yang pertama di-dunia dengan peningkatan teknologi dari Generasi III dengan sistim keamanan dan pengamanan yang terdiri dari containment internal dan external, barrier system yang terdiri dari fuel pellet, fuel pin cladding, primary circuit boundary, protective containment dan biological shield. Dengan berbagai sistim perlindungan tersebut, Rusia yang diwakili ROSATOM (perusahan raksasa kaliber dunia yang menangani industri nuklir, baik untuk persenjataan maupun untuk tujuan damai/kesejahteraan) menjamin PLTN Generasi III plus ini memiliki ZERO ACCIDENT. PLTN Generasi IIIplus ini di samping telah dibangun dan sudah ber-operasi di Rusia seperti Novovoronezh unit 6 dan 7, juga sedang dibangun antara lain di Turki berjumlah empat unit dengan nama Akkuyu yang terletak di Mersin, Turki Selatan.
Awalnya, ROSATOM membiayai 100 persen pembangunan empat unit PLTN Turki ini, namun dalam perkembangannya ada perubahan yang jumlahnya agak menurun sekitar 90 persen.
Di sisi lain, saat ini dalam kenyataan, ROSATOM menguasai pasaran dunia dalam pembangunan PLTN. Dari 61 unit PLTN yang sedang dibangun di 15 negara, maka ada 29 unit yang dibangun oleh ROSATOM yang tersebar di berbagai negara, yaitu Finlandia (saat sekarang terhenti karena perang Rusia-Ukraina), Turki, Iran, India, Cina, Bangladesh, dan Mesir.
Di samping PLTN Generasi III plus dengan segala kelebihan dan keunggulannya buatan Rusia tersebut, maka saat sekarang ada PLTN Generasi IV yang sedang dilakukan penelitian dan pengembangan oleh sebuah grup yang bernama GIF (GENERATION FOUR INTERNATIONAL FORUM) yang terdiri dari 13 negara yaitu Argentina, Australia, Brazil, Canada, China, Perancis, Jepang, Korea, Russia, Afrika Selatan, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat.
GIF ini berdiri pada Juli 2001 dan akan melakukan penelitian dan pengembangan atas enam jenis reaktor tersebut, dimana direncanakan pada thn 2030, sudah beroperasi.
Adapun reaktor nuklir generasi IV tersebut terdiri dari enam jenis. Yaitu Very High Temperature Reactor (VHTR), Sodium-Cooled Fast Reactor (SFR), Gas-Cooled Fast Reactor (GFR), Liquid Metal Cooled Fast Reactor (LFR), Molten Salt Reactor (MSR), dan Super Critical Water-Cooled Reactor (SCWR).
Namun rencara dari GIF tersebut telah didahului oleh Cina, dimana dari ke-enam jenis reaktor nuklir ini, Cina satu-satunya negara pertama di dunia yang saat ini berhasil mengoperasikan reaktor nuklir generasi IV jenis HTGR. Lebih dari 500 perusahaan yang bergerak di bidang desain dan pengembangan, konstruksi teknik, manufaktur peralatan, produksi dan operasi terlibat dalam proyek ini. “Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) peralatan PLTN tersebut mencapai lebih dari 90 persen,” kata Zhang Yanxu, penanggung jawab proyek tersebut.
“Pengoperasian komersial PLTN itu memiliki signifikansi besar dalam meningkatkan keselamatan, serta kapabilitas ilmiah, teknologi, maupun inovasi dari pengembangan PLTN di China,” katanya.
Pembangunan PLTN HTGR Shidaowan dimulai pada Desember 2012, dan mulai menghasilkan listrik untuk pertama kalinya pada Desember 2021, dan telah menjadi reaktor daya komersial pada tahun 2023.
Korea Selatan adalah satu-satunya negara Asia yang berhasil mengkomersialkan produk reaktor nuklirnya generasi III di UEA (Uni Emirat Arab) sebanyak empat unit dengan nama BARAKAH yang kapasitas totalnya 5321 MWe. Pembangunan PLTN pertamanya dimulai pada 2012 dan saat ini ke-empat unit ini semuanya sudah beroperasi. Unit 1 beroperasi tgl 19-08-2020, unit 2 19-04-2021, unit 3 08-10-2022 dan unit 4 23-03-2024. Keempat unit ini memasok 25 persen kebutuhan listrik UEA.
UEA tidak berhenti setelah empat unit ini selesai. Akan dilanjutkan lagi dengan membangun empat unit. UEA adalah satu-satunya negara Arab yang memiliki PLTN saat ini.
Mencermati keberadaan PLTN Generasi III plus buatan Rusia dan Generasi IV buatan Cina serta buatan Korea Selatan dengan keunggulannya masing-masing, tentu ada pilihan bagi Pemerintah, mana yang cocok dan terbaik, dengan persyaratan yang menguntungkan bagi kedua belah-pihak.
Semoga kali ini Pemerintah benar-benar serius untuk membangun PLTN dengan road map yang jelas dan dilaksanakan dengan tegas dan konsekwen untuk menjawab tuntutan obyektif bangsa dan dunia dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat, yang saat ini sangat terancam akibat pemanasan global dan perubahan iklim yang ekstrim akibat efek rumah kaca yang disebabkan pencemaran udara oleh pembangkit listrik tenaga fosil maupun tranporasi.
Semoga kehadiran PLTN di-Indonesia tidak ada lagi pro dan kontra, karena kehadiran PLTN di-Indonesia akan saling mendukung dan melengkapi dengan energi baru dan terbarukan lainnya sebagai sesama energi hijau/bersih yang tidak mencemarkan lingkungan, di samping untuk memenuhi kebutuhan energi listrik nasional sekaligus memperkuat ketahanan nasional serta mendukung pertumbuhan eknomi nasional bagi kesejahteraan rakyat.
Harus disadari, bahwa kehadiran PLTN di-Indonesia tidak menjadi pesaing dari pembangkit listrik lainnya sebagaimana dikhawatirkan beberapa pihak, tetapi sebagai konsekwensi dari pada kebijakan diversifikasi energi seluas mungkin, sesuai dengan potensi yang dimiliki bangsa ini, baik panas matahari, angin, air, geothermal, arus laut, dan lain lain.
Hal lain yang sangat penting dilakukan oleh Pemerintah dalam persiapan pembangunan PLTN di-Indonesia ialah sosialisasi kepada masyarakat dari semua unsur pemerintah terkait, baik pusat dan daerah yang dilakukan secara terpadu dengan satu Bahasa, sehingga masyarakat dapat memahami secara baik dan benar tentang manfaat kehadiran PLTN di-Indonesia dan kemudian dapat menerima kehadirannya dengan penuh kesadaran.
Semoga pembangunan PLTN pertama yang sedang dipersiapkan oleh Presiden Jokowi saat ini, dapat direalisasi oleh Presiden terpilih Jenderal (Pur) Prabowo Subianto.
*)Jakarta, 24 Agustus 2024.
Drs. Markus Wauran/Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI