BENDERRAnews.com, 22/11/22 (Jakarta): Dampak kerusakan dan korban gempa Cianjur benar-benar dahsyat.
Pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa Cianjur telah mencapai 103 orang. Hal ini berdasarkan data per Selasa (22/11/22) pukul 09.55 WIB.
“Warga meninggal dunia pascagempa bumi di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat masih terus bertambah. Data per Selasa (22/11/22) pukul 09.55 WIB dilaporkan 103 orang meninggal dunia,” kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam keterangan pers, Selasa (22/11/22).
Abdul mengatakan, mayoritas korban meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan yang ambruk saat peristiwa terjadi. Selain itu, terdapat 31 orang yang dilaporkan masih hilang. Pencarian masih terus dilakukan hingga hari ini.
“377 orang luka-luka di Kabupaten Cianjur, satu orang luka sedang di Kabupaten Bandung, satu orang luka berat dan sembilan orang luka ringan di Kabupaten Sukabumi, dan dua orang luka ringan di Kabupaten Bogor,” katanya lagi.
Ditambahkan Abdul, warga mengungsi bertambah menjadi 7.060 jiwa yang tersebar di beberapa tiik. Selain itu, terdapat delapan keluarga mengungsi di Kabupaten Sukabumi dan empat jiwa mengungsi di Kabupaten Bogor.
Sementara untuk kerusakan infrastruktur tercatat sebanyak 3.075 rumah rusak ringan, 33 unit rumah rusak sedang, dan 59 rumah rusak berat.
Dikatakan, BPBD setempat masih terus melakukan pendataan terkait jumlah korban jiwa, kerusakan infrastruktur, lokasi pengungsian, dan kebutuhan mendesak.
Status Tanggap Darurat Gempa
Hingga Selasa (22/11/22) pukul 06.30 WIB, gempa susulan tercatat sebanyak 118 gempa dengan magnitudo terkecil M 1,5 dan terbesar M 4,2.
Merespons peristiwa tersebut, Pemerintah Kabupaten Cianjur telah mengeluarkan Surat Keputusan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Cianjur selama 30 hari dimulai tanggal 21 November 2022 hingga 20 Desember 2022 yang ditandatangani langsung oleh Bupati Cianjur Herman Suherman.
BNPB juga telah memberikan bantuan dana siap pakai (DSP) sebesar Rp1,5 miliar dan bantuan logistik darurat senilai Rp500 juta. Bantuan diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur pada saat tinjauan lapangan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Wakil Komisi VIII DPR, Kepala BNPB, dan Kepala BMKG.
Dalam kesempatan ini, BNPB mengimbau kepada warga di Kabupaten Cianjur dan sekitarnya untuk mengungsi apabila dirasa rumahnya masih belum aman dari bahaya gempabumi. Warga diimbau untuk tetap waspada akan adanya potensi gempa susulan.
“Warga juga diminta untuk mengikuti dan mendapatkan informasi dari kanal resmi BNPB, BMKG, BPBD, dan pemerintah daerah setempat,” katanya.
Kerusakan signifikan karena tektonik kerak dangkal
Sementara itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono mengatakan, skala gempa bumi yang mengguncang Cianjur, Jawa Barat, pada Senin (21/11/22) siang sebenarnya tidak terlalu besar.
Namun, gempa bermagnitudo 5,6 itu menimbulkan kerusakan signifikan karena berjenis tektonik kerak dangkal atau shallow crustal earthquake. “Karakteristik shallow crustal earthquake sangat dangkal. Jadi memang energinya itu dari pusat yang dipancarkan, yang diradiasikan ke permukaan tanah itu masih kuat,” kata Daryono dalam tayangan Kompas TV, Selasa (22/11/22).
Selain itu, kata Daryono, struktur bangunan di wilayah terdampak tidak memenuhi standar tahan gempa. Banyak sekali rumah yang dibangun tanpa mengindahkan struktur aman gempa, karena menggunakan besi tulangan atau semen standar.
Lokasi permukiman penduduk yang berada di daerah tanah lunak juga menyebabkan resonansi gelombang gempa yang akhirnya mengamplifikasi atau memperbesar dampak getaran gempa. Belum lagi, di daerah perbukitan atau lereng, rumah-rumah penduduk mengalami kerusakan parah lantaran topografi wilayah tersebut tidak stabil.
“Gempa itu sebenarnya tidak membunuh dan melukai, tapi bangunan yang tidak standar aman gempa yang kemudian roboh yang menimpa penghuninya itu menjadi penyebab jatuhnya korban jiwa dan luka,” ujar Daryono.
Dipicu pergerakan sesar Cimandiri
Lebih lanjut, Daryono menjelaskan, gempa Cianjur dipicu oleh pergerakan sesar Cimandiri. Dalam sejarahnya, daerah-daerah di sekitar sesar Cimandiri kerap diguncang gempa, termasuk yang berkekuatan besar.
Beberapa gempa yang dampaknya sangat merusak misalnya terjadi pada tahun 1844, 1879, 1910, dan 1912. Kemudian, sejak penggunaan seismograf, tercatat pada tahun 1969 terjadi gempa bermagnitudo 5,4 di kawasan tersebut yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan.
Lalu, pada 1982 terjadi gempa bermagnitudo 5,5 dengan tujuh korban luka dan banyak rumah rusak. Kemudian, pada Juli tahun 2000 terjadi gempa bermagnitudo 5,4 dan 5,1 yang mengakibatkan lebih dari 1.900 rumah rusak. Setelahnya, sempat terjadi beberapa kali gempa besar hingga yang terbaru pada 21 November 2022 dengan dampaknya juga sangat merusak. “Rata-rata gempa yang terjadi di zona ini tidak ada yang melebihi 6,0, semuanya bermagnitudo lima koma,” jelas Daryono.
Tercatat 122 gempa susulan
Seperti diketahui, gempa bermagnitudo 5,6 mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/22) pukul 13.21 WIB. Gempa itu dirasakan di sejumlah provinsi di Jawa Barat, Banten, juga DKI Jakarta. Berdasarkan catatan BMKG, hingga Selasa (22/11/22) pukul 07.30 WIB, telah terjadi 122 gempa susulan dengan magnitudo terbesar 4,2 dan terkecil magnitudo 1,5.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, hingga Senin malam, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat ada 162 korban meninggal dunia akibat gempa. Mayoritas merupakan anak-anak. Selain itu, 2.345 unit rumah dilaporkan rusak dengan skala kerusakan 60-100.
Pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa Cianjur telah mencapai 103 orang. Hal ini berdasarkan data per Selasa (22/11/22) pukul 09.55 WIB, sebagaimana diberitakan di atas. (B-BS/KC/jr)