Oleh Guntur Soekarno **)
Beberapa bulan belakangan ini kepala kita pusing oleh pemberitaan media massa dan media sosial tentang silaturahmi antartokoh politik atau para ketua partai. Sebagian bahkan sudah membentuk koalisi. Contohnya, Koalisi Indonesia Bersatu antara Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional PAN) yang mendukung Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (Capres).
Partai Nasional Demokrat (Nasdem) setelah rampung mengadakan Rakernas yang diikuti 6.000 kader dari berbagai daerah sudah menghasilkan keputusan untuk Capres 2024. Muncul nama Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa.
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) belum mencalonkan tokohnya untuk kursi presiden, namun intensif mengadakan lobi kepada tokoh-tokoh ketum partai, antara lain bersilaturahmi ke kediaman Ketua Umum Partai Demokrai Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Di samping itu, Ketum Gerindra Prabowo Subianto sudah mengadakan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono.
Sementara Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sudah mengadakan kerja sama dengan PPP.
Bila kita amati secara cermat, jelas terlihat para ketua umum parpol tadi sudah mulai pasang kuda-kuda untuk menghadapi Pilpres 2024. Mereka sudah mempersiapkan capres atau cawapresnya.
Dengan perhitungan jangka jauh ke depan, saat ini penulis sedang mempersiapkan seorang calon presiden yang ke-10 RI setelah Soekarno, untuk 2044 yang akan datang.
Tokoh ini adalah seorang siswa setingkat kelas 2 SMA berusia 16 tahun yang menjadi murid di sekolah Singapura yang mempunyai perwakilan di Medan.
Hal ini penulis lakukan mengingat menghadapi berbagai tantangan di masa depan Indonesia memerlukan seorang presiden yang kualitasnya mirip-mirip dengan Bung Karno. Sosok yang harus berjiwa nasionalis patriotik serta dapat mempersatukan bangsa dari Sabang hingga Merauke.
Ada pun tantangan yang nyata untuk masa depan adalah masih bercokolnya kekuatan-kekuatan neo kolonialisme dan imperialisme yang dalam keadaan sakaratul maut akan tetapi belum mati. (Soekarno; Pancasila sebagai Dasar Negara).
Kekuatan tersebut di masa depan masih merupakan musuh berbahaya dari eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Oleh sebab itu dibutuhkan seorang negarawan yang berkapasitas mirip dengan Bung Karno sehingga mampu memimpin bangsa ini mengatasi segala macam tantangan yang dihadapi di masa depan.
Walaupun diharapkan pada 2045 sudah merupakan negara maju, Indonesia masih dihadapkan pada pilihan antara sistem sosialisme atau kapitalisme liberal, menjadi negara adikuasa atau negara adidaya.
Pilihan tersebut sangatlah tidak mudah karena menyangkut perkembangan sistem masyarakat Indonesia ke arah mana perkembangan masyarakat Indonesia menuju.
Sekiranya tahun 2045 Indonesia sudah menjadi sebuah negara maju akan tetapi masyarakatnya masih bersifat setengah agraris dan belum sepenuhnya menjadi masyarakat industrialis, jangan berharap pada 2045 Indonesia walaupun sudah merupakan negara maju sistem sosialialnya tidak mungkin berazaskan keadilan sosial atau sosialisme religius seperti amanah UUD 45.
Bahkan, mungkin saja Indonesia terjerumus menjadi sebuah negara maju dengan sistem kapitaslime liberal seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis dll.
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, Indonesia di masa mendatang harus dipimpin oleh seorang kepala negara atau pemerintahan yang visi misinya sesuai dengan yang diamanatkan Pancasila dan UUD 45.
Oleh sebab itu persiapan pemimpin masa depan sudah harus dilaksanakan sejak dini.
Kapasitas Pemimpin Masa Depan
Figur pemimpin masa depan haruslah menguasai secara baik ideologi Pancasila dan Amanah UUD 45. Tegasnya, harus menguasai pikiran-pikiran dan ajaran ajaran Bung Karno lahir batin.
Dia harus dapat mempraktikkan pikiran-pikiran dan ajaran-ajaran tersebut ke dalam kehidupan masyarakat sehari-harinya terutama di kalangan rakyat jelata yang oleh Bung Karno disebut sebagai kelas Marhaen.
Tokoh tadi juga harus menguasai juga teori-teori sosialisme modern dan teori-teori kapitalisme modern agar yang bersangkutan dapat memilah-milah ekonomi model apa yang paling cocok dilaksanakan di Indonesia agar tujuan mendirikan masyarakat sosialis modern yang religius di Indonesia dapat terlaksana.
Dengan demkian tidak ada lagi exploitation de l’homme par l’homme, penghisapan antarmanusia dengan manusia.
Dalam masyarakat tersebut hanyalah terdapat keharmonisan dan kenyamanan hidup di antara warganya, yaitu kesejahteraan sosial yang bersifat kolektif jauh dari sifat-sifat individualistik sistem kapitalisme.
Syarat lainnya adalah penguasaan terhadap nilai budaya asli Indonesia yang merupakan akar dari kepribadian Indonesia pada umumnya sedemikian rupa sehingga dapat menyinkronkan secara harmonis budaya Indonesia dengan budaya asing yang masuk menjadi sebuah budaya Indonesia yang modern namun tetap berkepribadian Indonesia. Dalam hal ini masalahnya erat dengan sistem pendidikan Indonesia di masa depan.
Juga dibutuhkan penguasaan secara mendalam ilmu teknik terutama teknik kedirgantaraan (angkasa) karena masa depan umat manusia tidak lagi berada di bumi atau tanah air melainkan di ruang angkasa.
Suatu saat akan datang masanya manusia akan berpindah tempat ke planet-planet di Bimasakti kita bahkan di luar Bimasakti.
Di era tadi di Planet Mars, Jupiter akan terdapat koloni-koloni manusia yang menetap hidup di sana bahkan beranak-pinak. Tidak mustahil bila lebaran tiba manusia-manusia di koloni tersebut akan “pulang kampung” ke daerah mereka di bumi tentunya bagi yang beragama Islam. Bagi yang beragama Nasrani mungkin di hari-hari menjelang Natal mereka akan “mudik” ke planet asal mereka, Bumi.
Sangatlah diharapkan agar tokoh tersebut mempunyai penampilan yang simpatik, mudah bergaul dengan siapa pun, rendah hati namun konsekuen dalam pendirian dan tegas dalam mengambil keputusan.
Syarat lainnya adalah masalah agama yang dianut. Sesuai dengan kebinekaan Indonesia maka agama apa pun yang dianut oleh tokoh tadi, maka ia harus menguasai secara baik mengenai agama Islam sesuai dengan visi keislaman Bung Karno.
Bila tokoh tersebut beragama Islam sebagai seorang muslim ia harus taat berpegang kepada tauhid yang mengakui keesaan Allah SWT, serta yakin adanya sifat Tuhan Yang Maha Besar yang seru sekalian alam (robbul alamin).
Juga menganut Islam modern yang meyakini bahwa Tuhan adalah sesuatu yang tanpa mula dan tanpa akhir (without beginning and without end) sekaligus sebagai seorang muslim harus mempunyai kemerdekaan otak, kemerdekan rasa hati, dan kemerdekaan pengetahuan. (Prof Farid Wajdi)
Syarat pamungkas adalah tokoh tadi haruslah seorang yang antiilmu klenik dan sebagai Presiden RI hendaknya memberantas ilmu klenik sebagaimana instruksi Presiden RI pertama kepada Ketua Umum Muhammadiyah ketika menerima gelar Doktor Honoris Causa dari IAIN dalam bidang ilmu tauhid.
Terakhir, siapakah tokoh remaja yang saat ini sedang penulis dorong dan persiapkan untuk menjadi Presiden ke-10 RI pada 2044? Tak lain dan tak bukan ia adalah Dimaz Andreanshah Kurniawan, anak Medan yang sejak semula sudah bercita-cita menjadi Presiden RI layaknya Soekarno di masa remaja di Mojokerto Jawa Timur. *** (B-BS/jr)
*) Disadur dari BeritaSatu.com, Edisi Jumat, 8 Juli 2022 | 13:51 WIB, dengan judul asli: “Mempersiapkan Presiden ke-10 RI pada Tahun 2044
**) Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial