BENDERRAnews.com, 16/5/21 (Jakarta): Pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan, hak untuk memakai seragam atribut keagamaan seperti jilbab ialah ranah individual siswa atau anak perempuan.
Ini terkait Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan sejumlah kasus bullying akibat munculnya aturan seragam atribut keagamaan baik oleh pemerintah daerah maupun sekolah.
Itulah sebabnya, KPAI mendorong negara dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk mencari jalan keluar setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan SKB 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan.
“Contohnya kasus seorang siswi di SMAN 1 Sragen, Jawa Tengah yang mengalami bullying oleh kakak kelasnya lantaran tak berjilbab, baik kekerasan verbal secara langsung maupun cyber bullying melalui media sosial. Korban akhirnya memilih pindah sekolah karena mengalami trauma,” kata Retno kepada BeritaSatu.com, Senin (10/5/20) lalu.
Atribut tanpa kekhususan agama
Retno menegaskan, KPAI mendukung SKB 3 Menteri tentang seragam sekolah tersebut karena secara prinsip mengatur peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
“Dengan kata lain, hak untuk memakai atribut keagamaan merupakan wilayah individual. Individu yang dimaksud adalah guru, murid, dan orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” ujarnya.
Retno mengatakan, anak perempuan seharusnya diberikan kebebasan dalam menentukan apa yang dipakainya. Hasil pengawasan KPAI terhadap anak-anak korban menunjukkan beberapa kasus anak perempuan yang mengalami bullying dalam bentuk kekerasan verbal dan psikis karena tidak menggunakan jilbab.
KPAI juga menemukan puluhan kasus anak perempuan yang mengalami gangguan kesehatan mental dan mendapatkan dukungan pemulihan dari psikolog pada program Jabar Masagi. Retno menyebut anak-anak perempuan tersebut menjadi tidak percaya diri, bahkan depresi dan hendak melakukan percobaan bunuh diri.
“Puluhan anak tersebut juga mengalami bullying dari lingkungannya akibat tidak berjilbab, bahkan menjadi cemas karena ada ancaman kalau dia tidak berjilbab akan menyeret ayahnya dan saudara laki-lakinya ke neraka,” katanya.
“Mereka juga tertekan karena dinilai belum dapat hidayah dalam berpakaian dan dianggap bukan wanita baik-baik,” lanjut Retno.
MA telah mengabulkan permohonan uji materi SKB Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Agama (Menag) terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan Pemda pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Putusan pengabulan itu terkait perkara nomor 17 P/HUM/2021 yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat. (B-BS/jr)