BENDERRAnews.com, 25/3/21 (Jakarta): Satu lagi sosok putra Minahasa (kawanua) yang mengisi tinta emas sejarah bangsanya, khususnya di bidang gerakan mahasiswa. Dialah Herman Lantang.
Dia merupakan pendiri organisasi Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI).
Dilansir dari Wartakotalive.com, Herman Lantang merupakan mantan mahasiswa jurusan Antropologi di Fakultas Sastra UI pada tahun 60-an. Ia juga merupakan salah satu pendiri Mapala UI, dan pernah menjabat sebagai ketua organisasi tersebut pada tahun 1972-1974.
Herman Lantang juga merupakan sahabat dari aktivis di era pemerintah Soekarno dan Soeharto, Soe Hok Gie. Bersama Gie, dia menjadi inspirator gerakan demo long march mahasiswa UI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno, pasca Gerakan 30 September 1965 (G30S) dan gerakan mahasiswa yang menggulirkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura).
Profil Herman Lantang
Pria yang di masa tuanya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah ini, lahir di sudut kota kecil Tomohon, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), pada 2 Juli 1940.
Dalam buku baptisnya ia diberi nama Herman Onesimus Lantang.
Kegemarannya terhadap alam muncul ketika ayahnya yang berprofesi sebagai tentara sering mengajaknya keluar-masuk hutan di Tomohon untuk berburu. Sesudah tamat dari Europrrshe Lagere School SR GMIM-4 (setaraf SD), Herman kecil melanjutkan ke SMPK Tomohon.
Herman bermigrasi ke ibukota bersama orangtuanya yang saat itu dipindahtugaskan ke daerah baru. Di Jakarta inilah Herman melanjutkan kembali pendidikan formalnya di SMA 1 (Budi Utomo) pada tahun 1957.
Pada tahun 1960, setelah melalui segudang tes yang cukup rumit, Herman pun berhasil masuk ke Fakultas Sastra UI Jurusan Antropologi, dimana banyak berkutat dengan kebudayaan dan perilaku manusia.
Melalui jurusan ini, Herman melakukan penelitian mendalam terhadap perilaku suku terasing Dhani di Papua pada tahun 1972. Ini yang mengantarkannya mencapai gelar sarjana penuh.
Kemudian, ketika tak lagi berkegiatan di kampus, jiwa petualangannya membuat Herman diterima di beberapa perusahaan pengeboran minyak ternama, seperti: Oil Field all part of Indonesia, East Malaysia Egypt dan Australia East Texas USA.
Di dunia kerjanya, Herman dikenal sebagai ‘Mud Doctor’ yang menangani masalah lumpur-lumpur dalam pengeboran minyak bumi. Kemudian pada tahun 1974, Herman sempat mengecap pendidikan singkat di Houston Texas. Ia mengambil studi tentang “Mud School”.
Di masa pensiunnya, Herman mengambil “jalan lain” yang jauh dari petualangan dan kerja lapangan. Pria ini ternyata sangat suka berwisata kuliner dan memiliki hobi memasak.
Dengan modal ala kadarnya, rumahnya di bilangan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pun disulap menjadi toko kue “Kelapa Tiga Taart Tempo Doeloe”. Di toko ini ia menjual aneka panganan kue-kue klasik yang menurutnya agak susah ditemukan di Jakarta.
Didampingi oleh satu dari tiga anaknya, Herman memasak sendiri kue-kue itu. Herman mengaku memiliki banyak buku resep kue klasik Belanda, sebut saja oentbijkoek (Orang Minahasa bilang: Onbeikuk) dan klappertaart.
Gie meninggal di pangkuannya
Herman bersahabat dekat dengan aktivis kenamaan Soe Hok Gie, yang kisahnya diangkat ke layar lebar dengan judul “Gie”. Pria ini meninggal beberapa jam sebelum genap berusia 27 tahun di gunung tertinggi Pulau Jawa, yakni Semeru, karena menghirup gas beracun.
Bersama tujuh orang temannya, termasuk Herman, Gie berangkat menuju Gunung Semeru pada 12 Desember 1969. Mereka berangkat dari Stasiun Gambir pukul 07.00 WIB ke Stasiun Gubeng Surabaya. Pendakian kali ini istimewa lantaran Gie akan merayakan ulang tahun ke-27 pada 17 Desember 1969.
Setibanya di Semeru, mereka mulai mendaki dengan dibagi menjadi dua tim. Gie dan Herman berbeda tim.
Rombongan Gie lebih dulu tiba di puncak, mereka lantas menunggu tim satunya. Ketika Herman tiba di puncak, ia melihat Gie dalam kondisi duduk. Idhan yang datang bersama Herman juga ikut duduk, namun Herman tetap berdiri.
Karena duduk itu, menurut Herman, Gie dan Idhan menghidup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen. Tiba-tiba saja kedua pria ini menggelepar dan meninggal di pangkuan Herman. Itulah secuil kiprah sang tokoh pergerakan mahasiswa Indonesia.
Pada hari Senin (22/3/21) dini hari, Herman kembali ke Sang Khalik, di usia yang ke 80 tahun. Berita duka ini dikonfirmasi oleh anggota Mapala UI, Syamsirwan Ichien, pada Senin itu juga.
Herman meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang Selatan, Banten. “Herman dibawa dari RSUD Tangsel ke Rumah Duka Harapan Kita (untuk disemayamkan),” ujar Syamsirwan Ichien ihwal meninggalnya Herman Lantang, tokoh pergerakan mahasiswa Indonesia asal Tanah Minahasa ini, sebagaimana dilansir dari Kompas.com. (B-KC/jr)