BENDERRAnews.com, 23/1/21 (Jakarta): Kita belum lepas dari pandemi Covid-19 di tahun 2020. Tapi kini banjir bandang, tanah longsor, erupsi gunung berapi, abrasi pesisir, kecelakaan transportasi udara, gempa bumi, menjadi refleksi keprihatinan bagi Indonesia di awal tahun 2021.
Dari catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari tanggal 1 hingga 23 Januari 2021, akibat bencana alam, ada 184 orang meninggal dunia, lebih dari 2.700 orang mengalami luka-luka, dinyatakan hilang sebanyak sembilan orang, dan mereka yang menderita serta mengungsi mencapai 1,9 juta orang.
Sedangkan khusus musibah kecelakaan transportasi udara (jatuhnya pesawat Sriwijaya Air), data resmi menunjukkan ada 62 korban jiwa (penumpang 52, plus awak 10). Dan ada informasi awal, pesawat tersebut sempat tertunda take off karena masalah cuaca (saat itu udara Jakarta dan sekitarnya tengah mendung disertai hujan deras di beberapa lokasi, Red).
Bencana hidrometeorologi
Selanjutnya, dari kajian BNPB, mengenai bencana alam tersebut, mayoritas merupakan bencana hidrometeorologi. Atau bencana yang terjadi sebagai dampak dari fenomena meteorologi/alam.
Sementara itu, pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geogisika (BMKG) mengingatkan tentang fenomena iklim, ditandai antara lain cuaca dan hujan ekstrem.
BMKG juga memperingatkan skenario terburuk di mana fenomena iklim terjadi bersamaan saat ini sedang berlangsung (dan juga bersamaan dengan) puncak musim hujan.
Kondisi ini dapat berdampak pada cuaca di wilayah Indonesia sehingga perlu diwaspadai peningkatan potensi bencana hidrometeorologi.
Ya, bencana yang melanda umat manusia tersebut terjadi bukan karena sebab. Sedikit banyak umat manusia turut menorehkan peran pada nestapa dunia yang terjadi.
Dari bencana alam nan bertubi itu, alam semesta memberikan tanda baca yang nyata bagi umat manusia untuk kembali memperkokoh penghormatan kepada lingkungan hidupnya.
‘Air Bah di Lebak’
Untuk merefleksikan hal tersebut Eagle Institute Indonesia menayangkan kembali sebuah film kebencanaan berjudul “Air Bah di Lebak”.
Ini merupakan film dokumenter yang merekam dari dekat dampak banjir bandang dan tanah longsor pada 1 Januari 2020, dimana meluluhlantakkan desa-desa dan menghanyutkan korban mahluk hidup di Lebak, Banten.
“Akibat banjir ini, puluhan rumah hilang tanpa bekas, ratusan warga mengungsi serta hilangnya berbagai akses fasilitas publik. Rumah saya hilang, awalnya sedih sekali tapi keluarga membesarkan hati, yang penting kami semua selamat. Dari situlah kami mulai tenang,” ungkap Maroji salah satu korban banjir bandang Lebak.
Salah satu terdampak parah saat itu, ialah, hilangnya sekolah dasar Banjari Irigasi yang memiliki ratusan murid. Mereka terpaksa belajar di tenda-tenda darurat atau di rumah warga.
“Meski kena musibah, tapi anak-anak tetap harus sekolah karena ini bagian dari trauma healing juga. Kita terbantu banyak relawan yang datang dan mengajar di sini. Meski kita dalam keterbatasan tidak menjadi alasan untuk mematahkan semangat belajar anak-anak,” ungkap Yuniartini, salah satu guru di SD Banjar Irigasi.
Amanat menjaga harmoni alam
Tayangan film dokumenter ini diharapkan dapat menyadarkan, bahwasanya Sang Maha Pencipta memberikan amanat bagi manusia untuk menjaga harmoni alam dari nafsu keserakahan dimana telah menyebabkan kerusakan di muka bumi.
Saksikan film okumenter berjudul “Air Bah di Lebak” dalam program Melihat Indonesia paga Minggu, 24 januari 2021 pukul 08.30 WIB di Metro TV, demikian Media Indonesia. (B-MI/jr — foto ilustrasi istimewa)