Oleh Eko Suprihatno **)
BENDERRAnews.com, 8/11/21 (Jakarta): Siapapun mungkin tak akan menyangka, di hari-hari awal Menteri Sosial Tri Rismaharini menjabat langsung membuat sejumlah pihak terusik. Risma, begitu mantan Walikota Surabaya ini disapa, malah blusukan ke beberapa sudut Jakarta.
Risma blusukan menyusuri pedestrian Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (4//1/21) dan bertemu tiga gelandangan. Spontan suksesor Juliari Batubara di Kementerian Sosial ini mengajak tinggal di tempat penampungan. Sampai di Bekasi (tempat penampungan), ia bertemu lagi dengan salah seorang gelandangan tersebut, sehingga timbul opini kalau blusukan itu cuma settingan.
Sah-sah saja kalau kemudian ada yang menganggap Risma melakukan framing lewat aksinya itu. Tidak ada yang salah kalau kemudian sejumlah pihak merasa terganggu dengan ulah Risma. Terlepas dari apapun motifnya, perilaku Risma bukanlah hal aneh karena sejak masih berkuasa di Surabaya dia juga sering melakukan hal serupa.
Jadi, kalau kemudian timbul kesan kalau Salemba versus Medan Merdeka Selatan menuju 2024 pun tak terlalu salah. Salemba untuk menyebut kantor Kementerian Sosial dan Medan Merdeka Selatan untuk menyebut Balai Kota DKI Jakarta. Jarak kedua kantor tersebut cuma 4,4 kilometer saja, tapi terasa membara saat melangkah menyusurinya.
Kontestasi 2024 memang masih agak lama, tapi sejumlah pihak sudah mulai berancang-ancang mengelus jagonya. Pemilihan kepala daerah DKI akan berlangsung 2022 dan itu menjadi pertaruhan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam berjuang, bisakah melangkah lebih jauh menuju 2024 atau malah layu sebelum berkembang.
Perlu digarisbawahi, di Mahkamah Konstitusi sedang dilakukan uji materi terkait UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 TAHUN 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU. Dikabulkan atau tidak judicial review tersebut akan menentukan langkah Anies menuju 2024.
Peran Kemensos
Jika menelisik lebih dalam tentang tugas dan fungsi, rencana strategis (Renstra) Kemensos tertuang bahwa pembangunan kesejahteraan sosial dan penanggulangan kemiskinan merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan berbangsa yang diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945.
Dari situ saja sudah terlihat langkah Mensos tak ada yang salah. Tidak ada aturan yang dilanggar, kendati aksi itu di Jakarta. Kalau kemudian ada yang berisik, boleh jadi mereka merasa terusik kenyamanannya, karena kaget seperti dibangunkan dari mimpi yang asik. Ibarat orang sedang tidur nyenyak, tiba-tiba dibangunkan tentu gelagapan.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan kepada Bappenas/Kementerian PPN untuk menyusun ulang sistem perlindungan sosial. Bappenas akan menguji kembali program Bansos di berbagai kementerian/lembaga. Langkah awal dalam pengujian tersebut adalah mengetahui efektivitas penyaluran Bansos dan jaminan sosial. Presiden memasang target jumlah fakir miskin di Tanah Air menyentuh angka 0 pada 2024. Saat ini, kelompok fakir miskin berada di kisaran 2,5-3 persen dari total penduduk Indonesia.
Jelas masyarakat sangat membutuhkan kehadiran pemerintah. Kementerian Sosial diharapkan menjadi motor penggerak yang dengan gaya blusukan sang menteri, ternyata sukses membuat nyinyir sejumlah pihak. Ada yang merasa terusik karena Risma beraksi di pusat kekuasaan negara.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) pada 2020 mencapai Rp579,8 triliun atau 83,4 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan Rp695,2 triliun. Dengan demikian, ada sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) Rp115,42 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, sebanyak Rp50,94 triliun dari SILPA tersebut akan dikontribusikan ke dalam anggaran PEN 2021.
Selanjutnya, realisasi perlindungan sosial tercatat Rp220,39 triliun atau 95,73 persen dari pagu anggaran sebesar Rp230,21 triliun. Anggaran ini dipakai untuk program keluarga harapan (PKH) dan bantuan beras, kartu Sembako dan bantuan tunai, Bansos untuk warga Jabodetabek, Bansos tunai non-Jabodetabek, bantuan subsidi gaji.
Mari tengok APBD DKI Jakarta, pada 2020 sebesar Rp63,23 triliun (APBD Perubahan) dan dana PEN DKI Jakarta sebesar Rp3,26 triliun. Kemudian untuk APBD 2021 yang telah disahkan sebesar Rp84,19 triliun. Dengan kenaikan anggaran ini maksimalkan saja penggunaannya.
Agenda politik
Apapun kalau sudah bicara politik, sah-sah saja ditarik benang merahnya. Terlebih 2024 Jokowi tak bisa lagi berkontestasi. Sejumlah nama memang mulai muncul ke permukaan seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno hingga Tri Rismaharini.
Berdasarkan Newman dan Shet (dalam Nursal, 2004; 159) pilihan strategi positioning untuk merebut dan mempertahankan pasar juga dapat dilakukan dengan memperhatikan citra kinerja sebuah kontestan (kandidat atau partai politik). Apapun strategi partai politik saat ini seperti reinforcement strategy (strategi penguatan), rationalization strategy (strategi rasionalisasi), inducement strategy (strategi bujukan) dan confrontation strategy (strategi konfrontasi) akan terlihat pada saat Pilkada DKI 2022.
Bila menarik garis ke belakang sejenak, ungkapan Newman dan Shet tersebut paralel dengan 2017, ketika berlangsung Pilkada DKI. Ketua Dewan Redaksi Media Indonesia Usman Kansong menyebutkan, lewat Aksi Bela Islam berjilid-jilid, kelompok-kelompok Islam menolak Basuki Tjahaja Purnama yang Kristen dan Tionghoa kembali menjabat Gubernur DKI, dengan alasan, dia menistakan agama. (Media Indonesia, Senin 4/1/21)
Populisme Islam makin terasa ketika Anies Baswedan dalam pidato pengukuhannya sebagai Gubernur DKI kira-kira menyebut saatnya kaum pribumi berkuasa atau mengambil alih kendali atas Jakarta. Kelompok-kelompok Islam dan Anies memosisikan Ahok sebagai elite berhadap-hadapan dengan umat.
Jadi, tidak terlalu heran kalau kemudian Anies hadir di rumah pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang baru kembali dari Arab Saudi. Diakui atau tidak, FPI menjadi motor kemenangan Anies dalam kontestasi tersebut.
Pertarungan dan perebutan antara legalitas dan legitimasi akan makin menghangat pada 2021 (sambil menunggu putusan MK). Kekuatan legitimasi memang ada pada suara rakyat dan inilah kekuatan para wakil rakyat yang mempunyai organisasi yang diakomodasi oleh negara bernama Parpol.
Apabila uji materi UU Nomor 10 tahun 2016, pasal 201 tentang Pilkada Serentak tidak disahkan MK, Anies menjadi warga biasa dan Pemprov DKI akan diisi pejabat gubernur (Pj), sehingga tak bisa lagi menggunakan panggung Jakarta menuju Istana. Dengan kata lain, kendati Risma sudah menabuh ‘genderang perang’ di Jakarta, Anies tak perlu juga harus ‘meradang’. ***
*) Disadur dari Media Indonesia, Edisi 08 Januari 2021, 21:03 WIB, Rubrik Opini, dengan judul asli: “Perlukah Anies Meradang karena Blusukan Risma?”
**) Penulis adalah Wartawan Media Indonesia