BENDERRAnews.com, 7/1/21 (Washington): Seiring waktu berjalan setelah para pendukung Presiden Donald Trump menyerbu Gedung Capitol saat berlangsungnya sidang Kongres yang sangat penting Rabu (6/1/21) waktu setempat, mulai muncul kesadaran bersama, dalang aksi memalukan tersebut tidak lain ialah presiden sendiri.
Media terkemuka The Washington Post bahkan menulis tajuk menuntut agar Trump diberhentikan dari jabatannya, tidak perlu menunggu 14 hari sampai Joe Biden dilantik.
“Presiden ini tidak layak untuk tetap bertugas sampai 14 hari ke depan. Setiap detik dia memegang kekuasaan yang begitu luas sebagai presiden akan menjadi ancaman bagi ketertiban umum dan keamanan nasional,” bunyi tajuk tersebut.
Lebih lanjut surat kabar itu meminta Wakil Presiden Mike Pence untuk segera memimpin pertemuan kabinet berdasarkan Amendemen ke-25 dan menyatakan bahwa Trump sudah “tidak mampu lagi menjalankan kekuasaan dan tugasnya”.
Pence sendiri harus dievakuasi dari ruang Senat ketika gedung Capitol diserbu massa pendukung Trump.
Jika Trump melawan, Kongres bisa meratifikasi pemberhentiannya, dan menugaskan Pence untuk menjabat sampai Biden dilantik, kata The Washington Post.
Koran legendaris itu, yang berjasa membongkar skandal Watergate di era Presiden Richard Nixon, menegaskan: “Selama Trump masih menghuni Gedung Putih, negara ini akan selalu dalam bahaya.”
Mike Pence mengutuk aksi
Ketika kembali membuka sidang yang tertunda akibat serbuan massa pro-Trump, Pence mengutuk aksi tersebut.
“Kepada mereka yang menyerbu Gedung Capitol hari ini — kalian tidak menang. Kekerasan tidak pernah menang. Kebebasan yang menang. Dan gedung ini masih menjadi rumah rakyat. Dengan dimulainya kembali sidang ini, dunia menyaksikan daya tahan dan kekuatan demokrasi kita. Mari kembali bekerja,” kata Pence.
Wacana pemberhentian Trump ini berkembang makin serius.
Stasiun televisi CBS News mengungkap, sejumlah anggota kabinet mulai membahas kemungkinan implementasi Amendemen ke-25, meskipun belum disampaikan ke Pence, karena Wapres masih memimpin sidang di Senat.
Juga dberitakan, sejumlah staf Gedung Putih segera mengajukan pengunduran diri setelah insiden tersebut. Mereka termasuk deputi sekretaris bidang media Sarah Matthew, sekretaris bidang sosial Rickie Niceta, dan kepala staf ibu negara, Stephanie Grisham.
Di Senat, beberapa senator yang sebelumnya mengatakan akan menolak kemenangan Biden berubah sikap 180 derajat dan mendukung penetapan hasil Pilpres, meskipun masih ada beberapa yang bertahan.
Dalang, Provokator, Agitator
Pada hari sebelum aksi rusuh di Capitol, Trump berpidato di hadapan pendukungnya dan mendesak massa untuk mendatangi gedung parlemen yang sakral tersebut.
“Kita akan jalan kaki ke sana, dan saya akan menyertai kalian. Kalian harus tunjukkan kekuatan,” kata Trump.
Namun, dia tidak ikut dan hanya menyaksikan melalui televisi ketika massa menerobos masuk Capitol, bentrok dengan polisi, tembakan dilepaskan, satu orang tewas, para anggota Kongres dievakuasi, dan sidang dihentikan mendadak.
BACA JUGA
Trump tidak mengecam tindakan itu, dan hanya menulis di Twitter agar mereka tetap tertib dan damai.
Sesudah didesak para petinggi negeri, akhirnya dia bicara di video, tetapi tidak mengutuk aksi tersebut, malah menggunakan kesempatan itu untuk mengulangi lagi tuduhan tak berdasar tentang Pemilu curang, dan mengatakan ke para perusuh: “We love you. You’re very special.”
Lalu, dia bercuit di Twitter mengamini aksi semacam itu.
“Hal-hal seperti ini bisa terjadi manakala kemenangan pemilihan yang sangat telak digugurkan begitu saja dengan begitu jahat,” tulis Trump.
Bush: Mirip ‘Rebuplik Pisang’
Mantan presiden Amerika Serikat George W Bush mengecam aksi para perusuh yang menerobos masuk ke Gedung Capitol, Washington DC, dan melakukan vandalisme saat menentang sidang Kongres untuk menetapkan Joe Biden sebagai presiden terpilih, Rabu (6/1/2021) sore waktu setempat atau Kamis dini hari WIB.
Bush, politisi Partai Republik, menyebut aksi para pendukung Presiden Donald Trump itu sebagai hal yang memuakkan dan menyakitkan.
“Beginilah jalannya sengketa pemilu di republik pisang — bukan di republik kita yang demokratis,” kata Bush.
Republik pisang atau banana republic adalah terminologi politik yang punya beberapa makna, tetapi umumnya dipakai untuk menggambarkan negara yang terbelakang, miskin, tidak stabil, dan dieksploitasi demi keuntungan pribadi penguasa.
BACA JUGA
“Saya tercengang oleh perilaku serampangan sebagian pemimpin politik sejak berlangsungnya pemilihan (presiden) yang lalu dan oleh hilangnya rasa hormat pada lembaga negara, tradisi, dan penegakan hukum kita hari ini,” kata mantan presiden dua periode itu.
“Aksi kekerasan di Gedung Capitol dan disrupsi pada sidang Kongres yang sedang menjalankan mandat konstitusi dilakukan oleh orang-orang yang tersulut karena kebohongan dan harapan palsu,” kecam Bush.
Meskipun tidak menyebutkan nama, tampaknya Bush menyindir Trump yang beberapa jam sebelum aksi rusuh itu berpidato di hadapan pendukungnya bahwa dia telah dicurangi dan meminta mereka untuk ikut melawan.
Seorang perempuan tewas akibat luka tembakan di dalam gedung Capitol ketika terjadi aksi kerusuhan tersebut, tetapi belum diketahui pasti identitasnya dan siapa pelaku penembakan.
Berpaling dari Trump
Senator South Carolina Lindsey Graham, dikenal sebagai corong dan pembela Presiden Donald Trump, menegaskan akan menerima kemenangan Joe Biden sebagai presiden setelah kerusuhan di Gedung Capitol, Washington DC, Rabu (6/1/21) waktu setempat.
Pernyataan itu disampaikan secara resmi dalam sidang penetapan hasil pemilihan presiden di Kongres, yang sempat terhenti karena ratusan pendukung Trump menyerbu masuk gedung dan melakukan vandalisme.
Sesudah insiden tersebut, Graham mengatakan setiap keberatan terhadap hasil pilpres yang diajukan oleh sejumlah rekannya di Partai Republik adalah ide buruk.
Dia juga mengindikasikan akhir dari dukungannya kepada Trump.
“Trump dan saya telah menempuh perjalanan berliku. Saya benci harus mengakhiri dengan cara seperti ini. Dari sudut pandang saya, dia telah menjadi seorang presiden yang berbobot. Namun hari ini, pertama kali Anda melihat hal begini. Saya cuma bisa katakan, jangan libatkan saya lagi. Cukup sudah,” kata Graham.
Ia mengingatkan bahwa pengadilan sudah mengalahkan berbagai gugatan Trump dan menyampaikan ke pimpinan sidang Kongres, Wakil Presiden Mike Pence, untuk tidak melayani keberatan yang diajukan koleganya.
“Kita harus mengakhiri semua ini. Wakil Presiden Pence, yang mereka tuntut jangan dituruti, karena memang Anda tidak bisa melakukannya,” kata Graham.
Dia mengakhiri pernyataan dengan menerima kemenangan Biden.
“Sudah selesai, dia menang dan menjadi presiden Amerika Serikat yang sah. Joe Biden dan Kamala Harris terpilih secara sah dan akan menjadi presiden dan wakil presiden Amerika Serikat mulai 20 Januari,” tegas Graham, seperti ditayang CNN.
Suara bijak
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Republik di Senat, Mitch McConnell, sebelumnya membuat pernyataan yang sangat tepat menggambarkan situasi partainya, di mana sejumlah senator siap mendukung Trump dan menolak pengesahan Biden.
McConnell mengatakan, sudah diketahui tidak ada bukti tentang kecurangan Pemilu yang meluas dan masif.
“Jika hasil pemilihan digagalkan hanya berdasarkan tuduhan yang digaungkan oleh pihak yang kalah, demokrasi kita akan terseret ke pusaran kematian,” kata McConnell.
“Saya tidak akan berpura-pura bahwa satu suara (menentang hasil Pemilu) hanya ungkapan protes yang tidak merugikan siapa pun sembari mengandalkan orang lain untuk melakukan tindakan yang benar.”
Aksi rusuh itu membuktikan ucapan McConnell, yakni tentang sikap senator Ted Cruz dkk yang terang-terangan menolak kemenangan Biden dan secara buta membenarkan tuduhan Trump tanpa dasar ternyata bukan sekedar pernyataan politik tanpa akibat.
Sikap para senator itu menambah keyakinan Trump seolah dia benar, dan makin berani melangkah lebih jauh dengan imbauan menyerbu Capitol.
Pesan yang sama diterima para pendukung garis keras Trump, dimana aksi mereka punya dasar dan direstui para penghuni Senat itu sendiri. Demikian CBS, CNN, dan Washington Post. (B-CBS/CNN/WP/jr)