BENDERRAnews.com, 18/11/20 (Jakarta): Terkait tudingan sejumlah pihak yang menilai polisi tidak tegas dalam penegakkan protokol kesehatan Covid-19 dikaitkan dengan kedatangan Rizieq Syihab dari Arab Saudi belakangan ini, Mabes Polri pun angkat bicara.
Sebagaimana diberitakan beberapa media, salah satu tudingan datang dari Ketua Pengurus Setara Institut Hendardi yang melihat paradoks dalam kepemimpinan politik Jokowi dengan jajarannya dalam soal ini.
Pemerintah dalam hal ini polisi, bisa tegas dalam membubarkan ribuan kumpulan massa dengan prinsip hukum salus populi suprema lex esto. Namun itu seolah tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan Rizieq.
“Tunggu saja,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono saat ditanya BeritaSatu.com Minggu (15/11/20) lalu.
Jenderal bintang dua ini tidak menjelaskan lebih lanjut soal apa yang ia maksud dengan kalimatnya itu.
Seperti diberitakan, Hendardi yang juga penasihat ahli Kapolri, tidak habis pikir dengan lembeknya penegakkan protokol kesehatan. Polisi hanya menggunakan kalimat “mengimbau”, tetapi tidak bertindak lebih tegas.
“Ini paradoks kepemimpinan politik Jokowi, dan tentu jajarannya, dalam penanganan Covid-19. Jangankan kewajiban menjalankan protokol kesehatan, prinsip hukum salus populi suprema lex esto yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan, sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan Rizieq,” kritik Hendardi.
“Asas yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi, yang selama ini telah digunakan polisi untuk melakukan pembatasan-pembatasan sosial, bahkan untuk melakukan pembubaran kegiatan yang mengkritisi kinerja pemerintah, tapi kali ini seolah lumpuh.”
Tidak toleransi lagi
Mabes Polri berjanji tak akan lagi membiarkan kerumunan dalam mencegah penularan Covid-19. Tak akan lagi ada toleransi termasuk kepada acara-acara yang dibuat Muhammad Rizieq Shihab (MRS) yang mengumpulkan massa belakangan ini.
“Iya, betul (tak akan ada lagi toleransi),” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono saat dihubungi BeritaSatu.com, Senin (16/11/20) kemarin.
Pernyataan Argo ini menyusul pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang memerintahkan kepada aparat keamanan di seluruh Indonesia untuk tidak ragu bertindak tegas kepada para pelanggar protokol kesehatan. Bahkan penegasan itu diulangi Mahfud hingga tiga kali.
“Kepada aparat keamanan, kepada aparat keamanan, kepada aparat keamanan, pemerintah meminta untuk tidak ragu bertindak tegas dalam memastikan protokol kesehatan dapat dipatuhi dengan baik,” ujar Mahfud MD dalam konferensi pers di gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (16/11/20).
Dalam kesempatan ini, Mahfud didampingi Kepala BIN Budi Gunawan, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy, dan Kepala Satgas Covid-19 Nasional Letjen TNI Doni Monardo.
Kritik atas lembeknya sikap polisi terhadap kerumunan massa datang dari mana-mana. Salah satunya dari Ketua Pengurus Setara Institut Hendardi yang melihat paradoks dalam kepemimpinan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya dalam soal ini.
Pemerintah, dalam hal ini polisi, kata Hendardi, seharusnya tegas dalam membubarkan ribuan kumpulan massa dengan prinsip hukum salus populi suprema lex esto. Namun itu seolah tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan Rizieq Syihab.
Ironisnya, saat ini Polri memperpanjang Operasi Kontijensi Terpusat Aman Nusa II Penanganan Covid-19 hingga Desember 2020. Operasi yang semestinya berakhir pada 31 Oktober 2020 ini diperpanjang seiring dengan terbitnya Surat Telegram Nomor: STR/725/X/Ops.2./2020 bertanggal 23 Oktober 2020.
Salah satu tujuan operasi ini ialah mendisiplinkan protokol kesehatan di wilayah terdampak pandemik Covid-19. (B-BS/jr)