BENDERRAnews.com, 15/9/20 (Bandung): Hari ini (Selasa, 15/9/20), dalam kesempatan berkunjung ke pabrik Bio Farma, Ketua MPR Bambang Soesatyo mendorong pemerintah segera menyiapkan skema vaksinasi massal penangkal virus Covid-19. Sebab dalam waktu dekat, vaksin produksi Bio Farma Bandung akan segera bisa diproduksi massal.
Hal itu diungkap pria yang akrab disapa Bamsoet itu, usai berkunjung ke pabrik Bio Farma di Bandung, Jawa Barat. Disebutnya, berkat kerja sama Indonesia dengan Tiongkok melalui PT Bio Farma dengan Sinovac Biotech Ltd, telah menyelesaikan uji klinis tahap I dan II. Dan sekarang masuk tahap III dengan melibatkan 1.620 relawan.
Saat ini Bio Farma tengah melakukan uji klinis tahap III yang diperkirakan selesai pada akhir tahun ini. Mengingat bahan baku vaksin baru masuk dari Tiongkok pada November, diharapkan pada Februari 2021, vaksin Covid-19 dari Bio Farma sudah bisa digunakan oleh masyarakat.
“Mulai November 2020 hingga Desember 2021, Indonesia akan mendapatkan sekitar 260 juta bahan baku atau bulk vaksin CoronaVac dari Sinovac,” kata Bamsoet.
Produksi 130 juta vaksin
Ketersediaan 260 juta bulk tersebut akan membuat Bio Farma bisa memproduksi sendiri 130 juta vaksin. Indonesia juga menjalin kerja sama dengan Uni Emirat Arab melalui Bio Farma dan G-42 untuk pengadaan 10 juta vaksin Sinopharm pada Desember 2020.
“Kita patut bangga, karena tak semua negara bisa mendapatkan komitmen pengadaan vaksin dari lembaga farmasi terkemuka dunia,” ujar Bamsoet.
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Arsul Sani, Fadel Muhammad, dan Hidayat Nur Wahid (virtual). Sementara Direksi PT Bio Farma yang hadir antara lain Direktur Utama Honesti Basyir, Direktur Keuangan dan Mitra Bisnis IGN Suharta Wijaya, Direktur Operasi M Rahman Roestan, Direktur Pemasaran, Penelitian, dan Pengembangan Sri Harsi, serta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito.
Bamsoet mengingatkan, ada 260 juta penduduk Indonesia yang perlu divaksin. Sementara kesediaan vaksin yang siap pakai dari Sinovac maupun G-42, jumlahnya sangat terbatas. Karena itu, perlu political will dari pemerintah untuk mengutamakan siapa saja yang berhak mendapatkan vaksin di periode awal ini.
Tenaga medis diprioritaskan
Sesuai saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Bamsoet mengatakan peruntukan awal vaksin harus diutamakan kepada tenaga medis dan kesehatan.
“Kita tentu sangat setuju. Selanjutnya kepada kalangan yang rentan terpapar Covid-19. Siapa saja kalangan yang rentan inilah yang perlu di-breakdown lebih jauh. Jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial,” tutur Bamsoet.
Lebih jauh, dia meyakini, sebagai induk holding BUMN bidang Farmasi (membawahi PT Kimia Farma dan PT Indofarma), Bio Farma dalam jangka panjang bisa memproduksi sendiri vaksin penangkal virus Covid-19 sesuai strain virus Covid-19 yang ada di Indonesia.
Presiden Joko Widodo menyebutnya sebagai Vaksin Merah Putih, yang dikerjakan paralel antara Bio Farma dengan Kementerian Riset dan Teknologi serta Lembaga Eijkman dan perguruan tinggi.
“Memiliki pengalaman lebih dari 130 tahun di bidang farmasi, Bio Farma punya rekam jejak dan kredibilitas yang tak perlu diragukan. Sebagai produsen vaksin terbesar di kawasan Asia Tenggara, produk yang dihasilkan Bio Farma sudah digunakan di lebih dari 150 negara. Memproduksi vaksin sesuai strain virus Covid-19 yang berkembang di Indonesia, bukan hal yang sulit bagi Bio Farma,” tandas Bamsoet.
Presiden Joko Widodo sendiri menyatakan Pemerintah menargetkan pada Januari 2021, uji klinis selama 10 bulan terhadap Vaksin Merah Putih sudah bisa dilakukan. Sehingga pada kuartal ketiga 2021, Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri Vaksin Merah Putih dengan target produksi mencapai 320 juta di tahun 2022.
Sekitar 96 juta penduduk yang tergabung dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS akan mendapatkan vaksin tersebut secara gratis. Sementara masyarakat umum lainnya bisa membeli dengan harga terjangkau. (B-BS/jr)