BENDERRAnews.com, 14/9/20 (Jakarta): Berdasarkan tahapannya, Pilkada yang direncanakan digelar 9 Desember 2020. Dan ini perlu ditunda ke tahun depan guna mencegah bom waktu lonjakan Covid-19. Kewajiban memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan belum bisa dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat, Sabang hingga Merauke. Jika dipaksakan, Pilkada bakal menjadi bom waktu yang melipatgandakan angka positif Covid-19.
Musuh besar bangsa kini ialah pandemi Covid-19 yang sudah terbukti mematikan, sangat cepat penularannya, dan meluluhlantakkan perekonomian. Tidak mungkin ekonomi pulih jika angka positif Covid-19 terus meningkat. Karena itu, faktor pemicu ledakan positif Covid-19, seperti Pilkada, sebaiknya ditunda.
Demikian pandangan yang mengemuka dalam diskusi “Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi Satu Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia” yang diselenggarakan Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI), Sabtu (12/9/2020).
Webinar yang dipandu politisi Maruarar Sirait itu menghadirkan Menko Polhukam Mahfud MD, ekonom Faisal Basri, peneliti Mohammad Qodari, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, dan ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Iwan Ariawan.
Diskusi daring ini diikuti lebih dari 700 orang peserta dari seluruh wilayah Indonesia, dan dari berbagai profesi, juga dari luar negeri. Topik yang membetot perhatian publik ini dibahas dan didiskusikan hingga lima jam, dari pukul 19.00 WIB hingga pukul 00.00 WIB.
Matoritas minta tunda
Sekitar 91 perswn yang mengikuti polling meminta agar Pilkada ditunda karena tidak ada urgensinya dan hanya membesarkan masalah yang sudah ada. Sekitar 99 peesen peserta mendesak pemerintah menerbitkan payung hukum yang memberikan kenyamanan kepada para pengambil keputusan untuk mengatasi Covid-19 dan mencegah masyarakat dari kelaparan dan kekurangan nutrisi.
Menanggapi permintaan penundaan Pilkada yang dijadwalkan 9 Desember 2020, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, penundaan Pilkada hanya bisa dilakukan lewat UU atau Perppu. Untuk UU, waktu sudah tidak memungkinkan, sedangkan untuk pembuatan Perppu, belum tentu mendapatkan dukungan DPR.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mengajukan Perppu kepada pemerintah dan selanjutnya pemerintah meminta dukungan DPR. Jika DPR tidak setuju, penerbitan Perppu tidak bermanfaat, karena akan dibatalkan pada masa persidangan berikut.
Wacana penundaan Pilkada pernah dibahas oleh pemerintah, KPU, dan DPR. Namun, waktu itu, kata Mahfud, diputuskan Pilkada tetap digelar 9 Desember 2020. Ada dua alasan. Pertama, pemerintah dan DPR tidak mau 270 daerah di Indonesia serentak dipimpin oleh pelaksana tugas. “Kita tidak mau. Jumlah 270 itu yang besar,” kata Mahfud.
Kedua, jika ditunda karena Covid-19, sampai kapan? Sampai kapan Covid-19 berhenti dan tidak lagi berbahaya? Toh, sampai hari ini, angka positif Covid-19 masih terus menanjak.
“Ini bukan alasan saya, tetapi alasan pemerintah dan DPR saat mereka memutuskan. Saya hanya menyampaikan kembali,” ungkap Mahfud.
Keputusan KPU
KPU telah memutuskan untuk tetap menggelar Pilkada serentak di 270 daerah, terdiri atas sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Pendaftaran Pilkada dibuka 4-6 September 2020. Kemudian, 23 September 2020, penetapan Paslon, dan 26 September-5 Desember 2020 ditetapkan sebagai masa kampanye.
Sementaravitu, Dirut Indo Barometer, Mohammad Qodari meminta pemerintah dan DPR merespons serius Pilkada sebagai klaster Covid-19. Jika tetap dilaksanakan, UU Pilkada perlu direvisi. Kegiatan kampanye dengan pengumpulan orang, seperti rapat umum, pentas seni, dan kegiatan olahraga harus ditiadakan.
“Cukup dengan door to door campaign, alat peraga atau kampanye daring,” kata Mohammad Qodari. (B-BS/jr)