BENDERRAnews.com, 18/3/20 (Jakarta): Jika kita menyimak informasi di berbagai media sosial, banyak pihak mendorong Pemerintah Indonesia untuk melakukan lockdown atau karantina wilayah, bahkan karantina negara, guna mencegah penyebaran virus corona jenis baru (Covid-19) yang makin meluas.
Dorongan ini begitu massif, sebab adanya kekhawatiran virus ini menyebar lebih meluas karena mobilitas yang tinggi dari daerah terinfeksi ke daerah lain dan sebaliknya.
Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan hanya menerapkan kebijakan social distancing atau pembatasan/menjaga jarak sosial.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito kemudian membeberkan alasan mengapa pemerintah belum mengambil kebijakan lockdown.
Prof Wiku yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), mengungkapkan, tindakan lockdown artinya membatasi suatu wilayah dan itu memiliki implikasi ekonomi, sosial, dan keamanan. Karena itu, kebijakan lockdown belum bisa diambil. Dan saat ini yang paling tepat juga efektif ialah kebijakan social distancing, yaitu membatasi jarak penduduk sehingga penularannya terkendali.
Perhatikan pekerja upah harian
Selain itu, kata Wiku, pemerintah ingin aktivitas ekonomi tetap berjalan, meskipun dibayangi penyebaran virus ini terus menyebar. Sebab, banyak sekali warga Indonesia yang bekerja mengandalkan upah harian. Dengan lockdown semua orang akan berada di rumah, berarti aktivitas ekonomi juga berhenti.
“Secara ekonomi memang ini bahaya. Ini juga salah satu kepedulian pemerintah agar aktivitas ekonomi tetap berjalan. Karena itu, kita belum masuk dalam situasi untuk lockdown,” kata Wiku di kantor BNPB, Jakarta, Selasa (17/3/20).
Dihubungi terpisah, dewan pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI), Hermawan Saputra, mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan perlunya lockdown terbatas dan bertahap. Lockdown terbatas ialah karantina hanya pada daerah tertentu dengan kasus banyak dan terus bertambah.
Saat ini dilaporkan telah terjadi 2-3 lipat peningkatan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 setiap hari. Dari 172 kasus terinfeksi dilaporkan Senin (16/3/18), paling banyak ada di Jakarta.
Pertanyaannya, apakah pemerintah mampu untuk lockdown sebuah kota seperti dilakukan di Kota Wuhan oleh pemerintah Tiongkok. Jika tidak siap, lockdown akan dihindari oleh pemerintah. Tetapi, menurutnya, untuk memutus rantai penularan lebih meluas ke daerah lain, tidak cukup hanya social distancing. Apalagi, social distancing hanya sebatas imbauan ke masyarakat, artinya kembali ke perilaku masyarakat.
“Kalau lockdown itu keputusan strategis pemerintah yang sifatnya menetap. Dalam kondisi darurat seperti saat ini, pemerintah memang harus ambil kendali,” kata Hermawan.
Tidak mudah dilakukan
Namun, pilihan lockdown tidak mudah dilakukan. Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) mengingatkan, untuk lockdown sebuah kota harus memperhatikan beberapa prasyarat.
Pertama, pemerintah harus mampu menjamin ketersediaan logisitik, bahan makanan, dan air bersih untuk seluruh masyarakat dalam satu kota. Fasilitas publik seperti lisirik, air, dan akses komunikasi informasi tetap berjalan baik.
Kedua, membuat aturan belanja. Orang yang berduit tidak boleh seenaknya memborong semua bahan pokok yang akhirnya menyebabkan harga barang melambung juga langka di pasaran. Pembatasan untuk membeli masker, hand sanitizer, dan pangan dan menjaga stabilitas harga serta pasokan sembako. Juga garus ada sanksi bagi pedagang pasar yang menaikkan harga.
Ketiga, siapkan sarana informasi di media mainstream maupun Medsos yang terpola, sehingga masyarakat mendapat informasi yang jelas.
Keempat, liburkan semua aktifitas sekolah, kantor, dan lain-lain kecuali rumah sakit. Aktivitas mulai dilaksanakan kembali setelah dua minggu atau 14 hari sesuai rekomendasi WHO.
Keenam, melakukan disinfeksi seluruh area termasuk fasilitas umum, asrama, dan lain-lain. Seluruh warga kota diberitahu untuk melaporkan anggota keluarga yang menunjukkan gejala seperti Covid-19.
Bila kasus melonjak, pemerintah harus menyiapkan rumah sakit perawatan alternatif yang ada dalam satu wilayah, termasuk tenaga kesehatan cadangan atau tambahan, karena mereka juga harus menjaga daya tahan tubuh.
Pemerintah daerah di sebuah wilayah harus menilai kemampuannya sendiri untuk karantina selama 1-2 minggu. Lockdown tidak mudah dilakukan, tetapi untuk menghentikan persebaran virus ini dan menyelamatkan lebih banyak masyarakat dari infeksi, maka kebijakan lockdown terbatas pada wilayah tertentu perlu diperitimbangkan. (B-BS/jr)