BENDERRAnews, 2/12/19 (Banyuwangi): Selain memerangi radikalisme agama, kekuatan bangsa ini juga harus mewaspadai serta menangkal radikalisme pasar yang daya rusaknya jauh lebih besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan tentu saja semuanya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam ideologi Pancasila.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Hariyono menegaskan itu saat berdialog dalam acara Sosialisasi Pancasila dengan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Forum Pembaruan Kebangsaan Kabupaten di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (30/11/19) malam.
“Kita memerangi radikalisme agama itu tentu, karena itu juga real mengancam kita. Tetapi jangan lupa juga ada radikalisme pasar yang daya rusaknya luar biasa dan tentu saja tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” kata Hariyono.
Ia menjelaskan, radikalisme agama relatif mudah diatasi, karena proses deteksinya jauh lebih mudah, berbeda halnya dengan radikalisme pasar.
“Kalau radikalisme pasar itu yang hanya menjadikan negara atau masyarakat kita sebagai konsumen. Itu kita anggap tidak nyata kan, karena kita nikmati semua dan juga sulit kita kendalikan,” ungkapnya.
Potensi kehilangan nilai-nilai dasar
Hariyono mengingatkan, mudahnya asing masuk bahkan menguasai pasar dalam negeri, berpotensi negara kehilangan nilai-nilai dasar yang berdasarkan pancasila menjadi sangat besar.
“Yang pasti benturannya adalah keadilan sosial. Karena ketika terjadi kesenjangan sosial yang tinggi timbul kecemburuan sosial, dan kecemburuan sosial bisa menimbulkan keterbelahan sosial, ini bisa menimbulkan revolusi sosial. Nah ini sama-sama mengancam baik yang miskin maupun kaya,” tuturnya.
BPIP juga mengingatkan para pemilik modal, Indonesia harus dijaga bersama agar kekal dan abadi melalui kerja-kerja pasar yang berlandaskan Pancasila.
“Di situ relevansi kita perlu mengantisipasi ancaman radikalisme pasar itu,” tambahnya.
Perspektif kebangsaan
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas 17 Agustus Banyuwangi, Syahru Ramdloni menegaskan pentingnya perguruan tinggi memasukkan perspektif kebangsaan dalam mata kuliah yang diajarkan.
“Di kami misalnya ada pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila dalam pengajaran. Nah lewat pengajaran dua mata kuliah inilah kita bisa memerangi yang selama ini kita sebut intoleransi atau radikalisme,” jelasnya.
Ditambahkan, dunia perguruan tinggi yang selama ini menjadi sasaran gerakan kelompok-kelompok intoleran harus mampu membentengi diri dengan berbagai upaya.
“Tentu saja pendekatannya pendidikan dan itu harus dilakukan secara persuasif bukan represif sambil kita membentengi mahasiswa kita dengan narasi kebangsaan yang juga perlu disampaikan sesuai dengan konteks yang mereka hadapi,” demikian Syahru Ramdloni, seperti diberitakan Media Indonesia. (B-MI/jr)