BENDERRAnews, 3/11/19 (Manokwari): Pemeritah pusat dalam rangka mengambil kebijakan untuk memekarkan wilayah Papua menjadi beberapa provinsi harus memerhatikan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 .
Dalam Pasal 76 Undang-Undang (UU) tersebut mengamanatkan, kebijakan pemekaran provinsi-provinsi baru di Papua, haruslah dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya alam dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa mendatang.
“Pernyataan pemerintah akan memekarkan provinsi di Papua maupun Papua Barat adalah baik, tetapi apakah sudah sesuai amanat UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua, walaupun bertujuan menyejahterakan rakyat Papua,” ujar Wolas Krenak, anggota Majelis Rakyat Papua Barat periode 2011-2017, Jumat (1/11/19) lalu.
Siapkan Orang Asli Papua
Wolas Krenak yang dihubungi via telepon dari Jakarta mengatakan, rencana dan usulan pemekaran Irian Jaya/Papua menjadi beberapa provinsi sudah dicetuskan sejak Izaac Hindom menjabat Gubernur Papua periode 1982-1988.
Wolas Krenak yang juga mantan wartawan Istana Kepresidenan RI mengatakan, pemekaran wilayah penting, tetapi pemerintah harus melaksanakan sesuai amanat UU Otsus Papua.
“Siapkan dulu sumber daya Orang Asli Papua (OAP) barulah lakukan kebijakan pemekaran wilayah. Jika tidak, mereka (OAP) akan termarginalkan dan semoga tidak punah di tanahnya akibat arus migran ke Papua sebagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata tokoh Papua ini.
Perhatikan batas wilayah adat
Pemekaran wilayah, kata Wolas Krenak, harus memerhatikan batas wilayah adat, harus ada sidang adat tentang lokasi tanah adat, dan hak-hak masyarakat adat.
“Jangan meninggalnya api dalam sekam yang melahirkan konflik berkepanjangan, akibatnya palang-memalang sampai dunia kiamat,” kata Wolas Krenak.
Wolas Krenak mengharapkan pemekaran wilayah tidak menyebabkan konflik antar suku-suku, terjadi polemikan soal letak ibu kota, dan perusakan kelestarian alam akibat pengelolaan berbagai kekayaan alam demi alasan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
“Ini yang mengibaratkan kita membangun Sorga kemelaratan bagi Orang Asli Papua di hari esok dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” demikian Wolas Krenak, seperti diberitakan Suara Pembaruan. (B-SP/BS/jr)