BENDERRAnews, 12/9/19 (Jakarta): Semakin membesar saja dukungan publik terhadap revisi UU KPK.
Ya, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu barusan juga mendapat dukungan dari sejumlah organisasi mahasiswa mainstream, yang tergabung dalam Kelompok Cipayung Plus. Sebab, regulasi lembaga antirasuah tersebut sudah berlaku selama 17 tahun.
Kelompok Cipayung Plus ini terdiri dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) — Organisasi Mahasiswa NU, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiah (IMM), KMHDI, dan HimaBudhi.
“Kami Kelompok Cipayung Plus mendukung dilaksanakannya revisi UU KPK,” kata Ketua Umum (Ketum) GMNI, Roybatullah Kusuma Jaya dalam keterangan seperti diterima Kamis (12/9/19).
Roy menyatakan, pihaknya juga menyoroti hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan yang memberikan status wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan KPK Tahun 2018. KPK harus menjelaskan hal itu kepada publik sebagai pertanggungjawaban kelembagaan.
“Terlebih sebagai pertanggungjawaban moril atas status superbody yang melekat padanya. Hal ini tidak boleh menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pengelolaan keuangan KPK,” tegas Roy.
Jangan posisikan diri sebagai korban
Selain itu, Roy menyatakan, KPK tidak dibenarkan memposisikan diri sebagai korban yang seakan-akan menjadi incaran dari berbagai pihak, sehingga pada akhirnya menimbulkan pembenturan di antara masyarakat.
Dari mulai isu pelemahan istitusi, permasalahan kredibiltas para tim seleksi calon pimpinan KPK dan kinerja tim seleksinya.
“Upaya penggiringan publik demikian tidak dapat dibenarkan secara konstitusional dan memberi kesan bahwa KPK sedang mencari perlindungan publik,” ujar Roy.
Sementara Ketum IMM, Najih Prastiyo, UU KPK bukan sebuah konsesus yang tidak bisa direvisi. UU KPK perlu dievaluasi. Ditambah baru-baru ini KPK diperingati Ombudsman karena dalam menangani beberapa perkara penyidikan, “KPK tidak memiliki SOP yang baku dan cenderung terkesan abuse of power dan adanya pengkotak-kotakan fraksi-fraksi di tubuh KPK,” kata Najih.
Produk lama perlu peninjauan kembali
Ketum PMKRI, Juventus Prima Yoris Kago mengungkap, UU KPK merupakan produk lama yang perlu mendapatkan peninjauan kembali pada setiap klausul pasal-pasalnya. Disebut Juventus, peninjauan kembali diperlukan agar UU KPK sesuai dengan konteks kekiniaan bangsa.
Juventus menyatakan, KPK sebagai lembaga negara memiliki peran vital. Karenanya, kinerja KPK perlu diawasi dan dievaluasi agar dapat sesuai jalur dalam pendiriannya. Dengan begitu, jangan sampai berbagai macam kewenangan yang diberikan disalahgunakan, tanpa adanya pembatas.
“Maka, diperlukan Dewan Pengawas untuk memperkuat kinerja KPK secara kelembagaan serta melindungi KPK dari kepentingan golongan atau politik tertentu,” ujar Juventus.
Harus membuka diri berkerjasama
Ketua Umum PMII, Agus Mulyono Herlambang menyatakan, KPK harus membuka diri berkerjasama dengan lembaga penegak hukum lain yakni, kepolisian dan kejaksaan.
Hal ini diperlukan dalam hal memasukan penyidik dan penyelidik dari unsur kepolisian dan kejaksaan.
“Termasuk proses penuntutan yang berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung akan menjadi kolaborasi yang tepat untuk memperkuat KPK secara kelembagaan dan profesioanl,” kata Agus.
Jangan ada penggiringan isu
Ketum GMKI Korneles Galanjinjinay menambahkan, dalam revisi UU KPK nantinya, masyakat harus dapat mengetahui secara berimbang mengenai pokok-pokok revisi UU KPK dengan objektif.
Tegasnua, jangan adanya penggiringan isu oleh kelompok tertentu.
“Sekali lagi, revisi UU KPK untuk memperbaiki dan memperkuat kinerja KPK secara kelembagaan tanpa ada sedikitpun upaya melemahkan KPK,” tegas Korneles Galanjinjinay. (B-BS/jr — foto ilustrasi istimewa)