Jakarta, 28/8/19 (SOLUSSInews) – Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan atas adanya dugaan kuat intervensi asing dalam kemelut menyangkut Papua.
Ya, situasi dan kondisi Papua sempat memburuk pascaperistiwa pengamanan asrama mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu. Kejadian tersebut memancing rentetan peristiwa lainnya, termasuk yang terjadi di sejumlah kota di Papua. Dari peristiwa susulan yang terjadi, salah satu penyebabnya diduga kuat adanya provokasi sejumlah media, baik itu media sosial maupun media asing di luar negeri.
Pengamat intelijen Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib melihat adanya tagar yang menyerukan referendum Papua dari luar negeri. Berdasarkan mesin Knowledge Engine for Media Analysis (KEA), didapatkan data tuntutan referendum, foto kekerasan, hingga korban, dimana disebarluaskan dari akun yang internet protocol (IP) address-nya berasal dari luar Indonesia.
“Terutama akun dari Australia, Selandia Baru, dan Inggris. Bukan dari Indonesia atau dari dalam Papua,” kata Ridlwan Habib di Jakarta, Rabu (28/8/19).
Provokasi di media sosial
Adanya provokasi di media sosial itu diyakini turut memberikan dampak buruk bagi keamanan dan stabilitas di Papua. Kerusuhan di Manokwari, Jayapura, Sorong, Fakfak, tidak lepas dari maraknya konten provokatif yang menyulut emosi masyarakat Papua.
Untungnya, pemerintah segera mengambil langkah preventif dengan membatasi akses media sosial di Papua
Pakar media sosial yang juga pendiri Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengakui, polemik di Papua yang sempat memanas tidak terlepas dari upaya pihak asing yang ingin memecah belah kesatuan Indonesia.
Setidaknya indikasi itu sangat nampak terjadi di dunia maya. “Dari dulu saya sudah memonitor, memang hampir setiap saat ada kelompok-kelompok (asing) yang memperjuangkan kebebasan Papua,” kata Ismail Fahmi.
Tidak hanya di internet, Ismail juga kerap melihat sendiri ada tulisan atau grafiti di luar negeri yang bertuliskan “Free West Papua”. Di ranah dunia maya yang menjadi fokusnya, dia memperhatikan, kerusuhan yang terjadi beberapa waktu lalu dimanfaatkan oleh kelompok di luar negeri. “Terutama akun-akun yang berafiliasi dengan kelompok itu. Narasi yang mereka bangun bahwa Indonesia itu kolonial, dan bergabungnya Papua adalah penjajahan,” ucap pendiri Drone Emprit itu.
Berdasarkan penelusuran, dia juga menemukan, propaganda dari akun-akun “Free West Papua” ada yang berasal dari Jerman. Saat ini dirinya menyarankan agar pemerintah dapat lebih intensif melakukan pendekatan dan kembali mengambil hati masyarakat Papua. Demikian Suara Pembaruan memberitakan. (B-SP/BS/jr)