BENDERRAnews, 18/8/19 (Jakarta): Fakta sejarah menunjukkan, Indonesia merupakan manifestasi perjuangan oleh bukan saja satu golongan. Namun, dibangun oleh seluruh anak bangsa yang berbeda suku, etnis, agama dan kepercayaan.
Perbedaan pemahaman teologi merupakan hal yang wajar. Namun bukan alasan yang dibenarkan bila perbedaan tersebut untuk merendahkan dan melecehkan keyakinan yang berbeda.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari ini sosial media (Sosmed) diramaikan beredarnya konten ceramah Ust Abdul Somad yang isinya melecehkan simbol keKristenan.
Dalam keterangan tertulis yang diberitakan Suara Pembaruan, Sabtu (17/8/19), Ketua Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Hargo Mandiraharjo menyatakan, ISKA menyayangkan beredarnya konten tersebut. Terlebih disampaikan oleh seorang tokoh agama yang justru sebenarnya diharapkan memberikan kesejukan dan mampu mengayomi agama dan kepercayaan lainnya.
“Beredarnya konten tersebut ke publik mencederai semangat dan usaha menjaga toleransi antar pemeluk agama. Toleransi merupakan modal dasar keberlangsungan Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Komitmen merawat kebangsaan Indonesia merupakan tanggung jawab moral kita bersama tanpa harus mempertimbangkan kuantitas,” katanya.
Dikatakan, dalam keyakinan terang iman Katolik, baiknya seluruh elemen dan umat untuk bersikap secara proporsional dan bijaksana dalam mensikapi konten tersebut.
Untuk itu, Presidium Pusat ISKA menginstruksikan kepada jaringan ISKA di seluruh Indonesia untuk bisa ikut aktif mengantisipasi efek negatif yang ditimbulkan akibat beredarnya konten tersebut. Antisipasi bisa dilakukan dengan mengintensifkan komunikasi yang saling menghormati dengan berbagai pihak yang memiliki komitmen kuat merawat kebangsaan Indonesia yang majemuk.
Negara harus hadir
Sementara itu, DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) dalam sikapnya yang beredar sejak Sabtu (17/8/19), menegaskan urgennya kehadiran ‘negara’ dalam mengatasi kasus-kasus sensitif seperti ini.
“Aparat jangan seolah tak melihat atau tidak menghiraukan keresahan akibat konten yang terkesan bernuansa penistaan agama ini. Penting segera turun tangan mengambil tindakan tegas, sebagaimana pula pernah dialami sejumlah WNI lainnya ketika dituding terlibat kasus penistaan agama,” demikian DPP GPPMP.
Selain itu, menurut Ketua DPP GPPMP Bidang Litbang dan Politik, Jeirry Sumampouw, sebaiknya para pengguna Medsos, apakah itu WA, FB, Twitter dan lain-lain, agar tidak perlu terus menyebarluaskan konten bernuansa penistaan agama tersebut.
“Kita jaga rasa kebersamaan dengan menolak dan dengan tegas menghentikan aksi forward konten tersebut. Tetapi, aparat keamanan juga harus ansitipatif pro aktif, agar situasinya tidak berkembang memicu keresahan berlebih, malah mungkin kerusuhan di beberapa daerah tertentu,” katanya mengingatkan.
GPPMP juga mengajak untuk menyebar #tolakkontenbernuansapenistaanagama di seluruh jejaring Medsos.
Jadi, senada dengan Presidium Pusat ISKA, DPP GPPMP meminta negara dengan seluruh perangkat yang dimilikinya untuk hadir dalam menyikapi hal ini untuk terciptanya kehidupan berbangsa yang rukun damai dalam kebhinekaan.
Dengan begitu, perayaan HUT ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia mengingatkan kita untuk terus mengisi perjalanan sejarahnya dengan semangat persatuan dan kesatuan tanpa harus saling melukai dan merendahkan sesama anak bangsa lainnya. (B-SP/BS/jr)