BENDERRAnews, 30/7/19 (Jakarta): Hari Selasa (30/7/19) ini, Mantan Kakostrad Mayjen (Pur) Kivlan Zen dinyatakan kalah praperadilan dalam kasus makar dan kepemilikan senjata api ilegal. Purnawirawan bintang dua itu masih harus mendekam di Rutan Guntur itu.
“Artinya seluruh tahapan proses penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya mulai dari penetapan tersangka, penahanan, kemudian penyitaan sudah dilakukan sesuai prosedur sebagaimana diatur di KUHAP,” kata Karo Penmas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Selasa (30/7/19).
Dalam sidang, Polda sudah menghadirkan 62 bukti terkait masalah administrasi penetapan tersangka, penahanan, dan penyitaan. Semua sudah diuji oleh Majelis Hakim sidang dan dinyatakan sah.
“Keputusan hakim harus dihargai dan dihormati karena sudah obyektif,” tambahnya, seperti dilansir BeritaSatu.com.
Untuk diketahui, Hakim Achmad Guntur menilai penetapan tersangka sudah memenuhi dua alat bukti. Yakni bukti surat laporan tanggal 21 Mei, bukti berita acara pemeriksaan (BAP) saksi-saksi, BAP pendapat para ahli, BAP pemohon sebagai tersangka, surat penetapan penyitaan, dan barang pemohon.
Proses penangkapan Kivlan juga dinilai telah memenuhi peraturan yang berlaku. Pasalnya, penangkapan Kivlan disertai dengan surat penangkapan yang berisi identitas, alasan, dan uraian singkat pidananya. Surat tersebut tertanggal 29 Mei 2019.
Pertimbangan hakim
Hakim tunggal Achmad Guntur, menolak gugatan praperadilan yang diajukan Kivlan Zen terkait status tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.
Dalam putusannya, Guntur mempertimbangkan beberapa hal berkaitan dengan persoalan penetapan tersangka, penangkapan, penahanan dan penyitaan barang bukti.
Menyoal penetapan tersangka, Guntur menimbang, alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan tersangka.
“Menimbang, bahwa dari ketentuan tersebut di atas, maka seseorang untuk ditetapkan sebagai tersangka diharuskan terdapat minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Sebagai pihak yang telah menetapkan sebagai tersangka terhadap pemohon, termohon telah mengajukan bukti surat yaitu, bukti Surat Laporan Polisi Nomor LP/439/V/2019/PMJ/ Dit.Reskrimum tanggal 21 Mei 2019, bukti keterangan saksi, BAP pendapat para ahli, BAP berisi keterangan tersangka, dan bukti berupa penetapan penyitaan terhadap barang atas nama pemohon,” ujar Guntur, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (30/7/19).
Guntur menambahkan, menimbang dari beberapa alat bukti yang diiajukan oleh termohon, setelah dihubungkan dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP ternyata alat bukti yang diajukan oleh termohon telah mencukupi dari dua alat bukti.
“Dari alat bukti yang diajukan oleh termohon tersebut secara formil telah dapat dibuktikan di muka persidangan. Sedangkan nilai pembuktian dari alat bukti tersebut dalam pembuktian terhadap perkara pokoknya bukan merupakan kewenangan praperadilan untuk menilai sejauh mana nilai pembuktian dari alat bukti tersebut karena untuk dapat dijadikannya dasar oleh hakim dalam menentukan apakah seseorang telah melakukan suatu tindak pidana bukan pada praperadilan, karena praperadilan hanya diberikan kewenangan untuk menilai dari segi formil dari alat bukti tersebut,” ungkapnya.
Penangkapan berdasarkan SP
Ihwal penangkapan, Guntur mengatakan, penyidik melakukan penangkapan berdasarkan Surat Penangkapan Nomor SP.Kap/120/V/2019/Ditreskrimum tanggal 29 Mei 2019 dan penangkapan tersebut telah dibuat Berita Acara Penangkapan.
“Menimbang, bahwa dari bukti surat tersebut dapat dibuktikan bahwa pemohon ditangkap berdasarkan surat penangkapan tersebut yang di dalamnya telah diuraikan secara singkat tindak pidana yang disangkakan yaitu, tanpa hak memiliki, menguasai, menyimpan senjata api,” katanya.
Sementara itu, mengenai tempat di mana dilakukan penangkapan bukan menjadi permasalahan dalam obyek perkara praperadilan sebagaimana keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh pemohon yang menerangkan bahwa pemohon pada saat dilakukan penangkapan sudah berada di Bareskrim Mabes Polri yang seharusnya tidak perlu dilakukan penangkapan karena berada sudah berada di kantor polisi.
“Hal ini harus dicermati makna penangkapan dalam tindakan hukum yang berbeda dengan menangkap dalam bahasa sehari-hari dalam masyarakat, mengingat penangkapan dalam tindakan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP telah ditentukan waktunya secara limitatif oleh KUHAP,” tambah Guntur.
Guntur menyampaikan, terkait penahanan termohon sebagai pihak yang melakukan penangkapan terhadap pemohon menurut ketentuan undang-undang hanya mempunyai waktu paling lama 24 jam.
“Karena itu pada keesokan harinya yaitu pada tanggal 30 Mei 2019 terhadap pemohon telah dilakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han.737/V/2019 tertanggal 30 Mei 2019 dengan Berita Acara Penahanan terhadap pemohon dan tindakan penahanan terhadap pemohon tersebut telah diberitahukan oleh termohon kepada keluarganya melalui surat Nomor B/8298/V/RES.1.24/2019/Ditreskrimum tertanggal 30 Mei 2019,” jelasnya.
Berdasarkan hal di atas, Achmad Guntur menilai, permohonan pemohon tentang penetapan tersangka, penangkapan, penahanan dan penyitaan dinyatakan tidak beralasan, dan karena itu permohonan pemohon patut ditolak untuk seluruhnya. (B-BS/jr)