BENDERRAnews, 10/6/19 (Jakarta): Sebuah visi besar pemerintahan Joko Widodo terbentang di hadapan kita. Intinya, untuk memberi kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia, sekaligus menjadikan Indonesia benar-benar negara besar yang diprediksi masuk empat besar dunia pada 2030 dan seterusnya.
Nah, salah satunya, ialah, pemindahan ibukota negara, dari Jakarta ke sebuah kawasan lebih elegan di luar pulau Jawa.
Selain itu, bersamaan dengan itu, dilakukan pula pengembangan kota-kota metropolitan baru atau ‘Jakarta baru”, untuk mengurangi kesenjangan, hingga mengatasi masalah persebaran spasial.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah bukan hanya berencana memindahkan ibukota negara ke luar Pulau Jawa. Tapi juga mengembangkan 10 wilayah menjadi kota metropolitan baru.
Kedua rencana tersebut bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara kawasan Indonesia timur dan Indonesia barat, memperkuat fungsi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Fungsi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), serta solusi bagi permasalahan spasial di Indonesia.
“Membangun ibukota memang bukan satu-satunya solusi agar persebaran spasial negara kita membaik,” kata Bambang di Kantor Bappenas, medio Mei lalu.
Termasuk Kota Manado
Sesuai rencananya, 10 wilayah yang akan dikembangkan menjadi kota metropolitan, yaitu Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Bandung, Surabaya, Semarang, Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo), Patungagung (Palembang, Betung, Indralaya, Kayuagung), Banjarbakula (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala), Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan), Mamminasta (Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar) dan Manado.
Dalam sebuah kajian pada dekade medio 1980-an dan diangkat kembali oleh Institut Studi Nusantara (ISN) — sebuah lembaga yang dibentuk DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) — khusus Metropolitan Manado, bisa meliputi Manado-Tomohon-Tondano-Airmadidi-Bitung atau “Matotoarbit”.
“Ini kawasan strategis yang bisa menjadi “gerbang Indonesia” ke dan dari Pasifik, dengan hynterland yang sangat potensial, baik itu Minahasa Tenggara, Minahasa Selatan, seluruh Tanah Totabuan, wilayah Nusa Utara, bahkan hingga Gorontalo dan Maluku Utara,” ujar penelitia senior ISN, Selvijn Ellias di Jakarta, Senin (10/6/19).
Dikatakan, selain potensi sebagai gerbang dagang internasional (didukung oleh /IHP Bitung dan Bandara Internasional Sam Ratulangi, Manado, Red), di kawasan “Matotoarbit” tersebut sangat prospektif sebagai wilayah pariwisata kelas dunia (sea-beach-lake resort, MICE, religion-cultural-music-sport tourism), dan memiliki area investasi unggulan (di Kawasan Ekonomi Khusus/KEK Bitung).
Mampu mereduksi permasalahan
Sementara itu, kembali mengenai pemindahan ibukota negara dan pengembangan 10 metropolitan, Pemerintah yakin kedua rencana tersebut bisa mengurangi populasi di wilayah Jakarta. Dengan demikian, mampu mereduksi permasalahan kronis seperti kemacetan.
Secara khusus, terkait pindah ibukota, Pemerintah berencana melakukan kerja sama manajemen aset dengan swasta untuk sebagian aset di Jakarta. “Bangunan pemerintah yang ada di Jakarta akan tetap digunakan untuk menunjang Jakarta sebagai kota bisnis,” katanya.
Dari kerjasama tersebut, Pemerintah akan mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bisa dipakai untuk membangun sarana pemerintahan di ibukota baru.
Bambang menambahkan, pemerintah juga akan terus mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI) guna mendorong pemerataan ekonomi.
“Strategi kami dalam pertumbuhan ekonomi ke depannya yakni melalui operasionalisasi dan peningkatan investasi pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah atau kawasan strategis di luar Jawa,” kata Bambang Brodjonegoro, seperti juga dilansir Katadata.co.id. (B-KD/jr)